Di Antara Nafas dan Batas

1725 Kata

Udara malam masih menggantung berat di apartemen lantai sembilan belas itu. Jendela yang tadi siang retak karena lemparan batu kini sudah ditutup sementara dengan tripleks, tapi perasaan tak aman masih mengendap seperti kabut tipis di ruangan. Alika duduk di ujung ranjang, memeluk lututnya. Tubuhnya dibungkus hoodie Nathaniel yang jauh kebesaran, membuat tubuh mungilnya terlihat makin kecil. Ia belum tidur. Belum bisa tidur. Dari ruang tamu, suara langkah Nathaniel mendekat. Ia membawa dua cangkir teh hangat dan satu botol lavender oil—entah dari mana dia mendapatkannya malam-malam begini. “Kamu perlu tidur,” katanya sambil duduk di samping ranjang. Alika hanya diam, matanya menatap lantai. Nathaniel menyerahkan teh, lalu duduk di lantai, menyandarkan punggung ke sisi tempat tidur. Ta

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN