[Chapter 21+] Aurelia tertidur setelah diberi teh hangat dan perban di kakinya. Luka-luka lebam menghiasi tubuhnya. Sementara itu, Nathaniel duduk di sisi tempat tidur, menggenggam tangannya. Alika mengintip dari sela pintu. Ada rasa tak nyaman di dadanya. Cemburu? Iya. Tapi juga takut—takut bahwa Nathaniel akan memilih masa lalunya, bukan masa depan mereka. “Dia bilang... dia tahu siapa yang ambil liontin itu,” kata Nathaniel kemudian. Alika menoleh cepat. “Siapa?” “Seseorang dari dalam firma. Orang yang dulu dekat dengan Ayahku. Dia bilang dia bisa bantu ambil lagi, tapi… hanya mau bicara denganmu.” “Kenapa aku?” “Karena katanya… kamu pewaris satu-satunya. Dan kamu mirip Ayahmu, dalam cara yang bahkan aku nggak bisa jelaskan.” *** Malamnya, saat Aurelia tertidur, Nathaniel duduk