Pintu ruang kerja Nathaniel terbuka pelan, engselnya berdecit ringan. Alika sontak menegakkan tubuh, wajahnya yang tadi hanya beberapa sentimeter dari wajah Nathaniel berubah tegang. Sementara Nathaniel sendiri, yang detik sebelumnya hampir… entah apa yang akan terjadi, hanya sempat menarik napas panjang dan memundurkan kursinya sedikit. Di ambang pintu, Aurelia berdiri. Gaun putih gading membalut tubuhnya, sederhana namun memancarkan kesan mahal dari setiap jahitannya. Rambutnya disanggul setengah, menyisakan beberapa helai yang jatuh lembut di sisi pipi, memberikan kesan anggun tanpa terkesan terlalu formal. Senyumnya merekah manis—senyum yang akan membuat orang berpikir ia malaikat yang turun dari langit—tapi di mata Alika, ada kilatan lain yang jauh dari kata lembut. “Oh… rupanya