23 : Sisi Baik

1423 Kata
Dalam sejarah masa SMA, seorang Raden Aksa Bagaskara tidak pernah terlambat. Sebagai seorang ketua OSIS, dia menuntut dirinya sendiri agar bisa disiplin dan tepat waktu dalam segala hal, dan kalo ada yang tanya kenapa dia serajin itu, pasti ini jawabannya. ‘Biar di masa depan, gue bisa jadi calon yang baik buat Nabil. Kalo mulai sekarang gue bisa disiplin, nanti kan anak-anak gue sama Nabil juga bisa disiplin kayak gue, hehehe.’ Tapi tidak untuk sekarang. Tidak ada kata disiplin dalam kamus Aksa untuk hari ini. Karena sekarang, tepat pukul 08.12, dia sedang berdiri menghadap seorang guru piket bersama dengan tiga anak lainnya. Aksa udah terlambat empat puluh dua menit, tapi dia tetap harus kesekolah karna tuntutan tanggung jawab. "Ini pertama kalinya kamu terlambat, ‘kan?" Aksa menunduk lemas, "iya bu." Tidak adakah jawaban yang lebih panjang? Berita tentang Nabila sudah menjadi topik hangat di smansa, tapi mereka hanya mengetahui bahwa Nabila sempat hilang dan menjadi korban k*******n fisik. Tidak dengan Nabila yang mengalami k*******n s*****l dan juga Trauma Psikologis. Dada Aksa berdenyut nyeri ketika mengingatnya, katakanlah bahwa dia laki-laki cengeng. Tapi, Aksa juga jarang sekali menangis. Dia pernah menangis ketika Papa dan Mamanya ribut─walaupun hanya sekali dan masalahnya sepele, lalu waktu Barga kecelakaan. Aksa hanya menangis untuk sesuatu yang disayanginya. Nabila? Tentu Aksa juga menyayanginya, sehingga dia menangis setelah menyaksikan sendiri keadaan gadis itu. Guru bp tersebut menghela napas berat, lalu menatap keempat siswanya yang terlambat hari ini. "Putar lapangan dengan jalan jongkok, seperti biasa untuk laki-laki, dua puluh kali putaran." Aksa tau, peraturan tetaplah peraturan. Jadi, walaupun seluruh guru sudah mengetahui yang sebenarnya, dan sudah pasti mereka juga tau bagaimana hancurnya tiga Raden bersaudara saat ini, mereka harus tetap menghukum Aksa yang sudah terlambat. Aksa mengekor dibelakang siswa lainnya, meletakkan tasnya dipinggir lapangan, lalu mulai mengerjakan hukuman. Untung saja matahari belum muncul, jadi cuaca tidak terik. Laki-laki itu menghela napas, sepertinya ini akan menjadi hari yang panjang, batinnya. "Gue baru tau kalo ketos juga bisa telat." Aksa berhenti, ini baru saja putaran ketiga tapi seseorang sudah mengganggunya. Laki-laki itu mendongak hanya untuk mengenali siapa pemilik suara tersebut, dan benar saja itu Raka. Raka tersenyum tipis, "gue tunggu diruangan lo, kita bolos bareng." Setelah mengucapkan itu Raka langsung bergegas pergi menuju tempat yang dibicarakan tadi, sedangkan Aksa dibuat bertanya-tanya oleh sembabnya mata Raka. Kakaknya itu menangis lagi? Oke, Raka memang pemilik hati paling lembut dikeluarga Bagaskara, setelah Mama tentunya. ### Hal pertama yang Aksa lihat ketika memasuki ruang OSIS adalah Raka yang sedang makan. Laki-laki itu nyengir lebar ke arah Aksa walaupun matanya terlihat seperti seseorang yang baru saja menjadi korban adu jotos. "Jangan sok kuat." Aksa berucap seraya mengambil salah satu roti didekat Raka. Raka berdecih, "gue dateng pagi-pagi cuma buat nangis di kelas, kalo gue nangis dirumah yang ada Papa bakal marahin gue." "Kalo di rumah ada Papa, ya disini ada gue. Lo mau gue marahin?" Kedua mata Raka memicing sinis, "kenapa lo telat?" Raka bertanya. Bukan bermaksud untuk mengalihkan topik, tapi rasanya dia terlalu malas untuk membahas itu. Namun, pilihan pertanyaan yang baru saja dia lontarkan juga salah. Pasti alasan Aksa terlambat juga karena Nabila, mereka sama-sama terluka, tapi mereka juga sama-sama sok kuat. Aksa mendudukkan dirinya dilantai, meraih laptopnya cepat sambil sesekali menggigit potongan roti yang diambilnya dari Raka tadi, "gue tadinya pingin bolos, tapi gue inget ada laporan s****n yang harus gue kumpul hari ini. Nggak mungkin gue nunda-nunda laporan." "Laporan ulang tahun kemaren?" Aksa mengangguk singkat, mulai sibuk dengan laptopnya. "Guanlin udah nyerahin laporan singkat dia, tinggal gue revisi terus tambah-tambah dikit aja. Kalo lo emang mau bolos sama gue, tunggu bentar ya. Kalo ini udah kelar kita bisa cabut." "Lah, siapa yang ngajakin cabut?" Aksa menoleh cepat kearah Raka, "tadi lo ngajakin gue bolos, setan!" Ada tawa kecil yang lolos dari bibir Raka, untunglah itu tawa asli bukan semacam tawa paksaan. "Gue ngajak bolos pelajaran, bukan bolos buat cabut, b**o. Lagian, gue bakal kena marah Nana─" Keduanya langsung terdiam dengan kalimat Raka yang belum selesai, begitu besar pengaruh gadis itu untuk mereka sekarang, hanya dengan menyebut namanya, kenapa hati mereka terasa sesakit ini? "Aksa, apa gue pacaran sama lima orang aja ya hari ini, biar gue nggak pusing lagi?" Ada nada sedih dari suara Raka, tapi tetap saja pertanyaannya tidak masuk akal. "Nggak ada hal lain apa yang bisa ngilangin pusing lo, selain macarin anak satu sekolah?" tanya Aksa sarkas dan Raka langsung menggeleng. "Nggak boleh. Nanti Nabil marah kalo lo mainin hati perempuan lagi, lo juga udah bilang sendiri ke dia kalo lo nggak bakal selingkuh karena dia udah setuju sama perjanjian yang kita buat." Kalimat menohok dari Aksa sukses membuat Raka kembali menangis, laki-laki itu diam, menatap roti digenggamannya dengan tatapan kosong. Tanpa berniat mengalihkan wajah karena ketahuan menangis oleh adiknya sendiri, Raka tidak perlu repot-repot, karena kenyataannya Aksa juga sedang menangis sekarang. "Kita nggak boleh bikin Nabila tambah sakit dengan ngelakuin hal konyol kayak gitu. Kita cuma perlu selalu ada buat dia, walaupun nggak secara langsung, tapi kita bisa perhatiin dia diem-diem. Seminggu lagi, Ka. Seminggu lagi. Nabila pasti nggak bakal takut lagi liat kita." Kalimat panjang itu terucap dengan lirih, namun sukses menyayat hati si pendengar. Raka mengangguk terpatah dalam tangis diamnya, membuat Aksa menarik seulas senyum tipis. "Berdoa aja, semoga penyembuhan Nabila seminggu ini berjalan lancar." ### Hiruk pikuk suara kendaraan bermotor kembali mengisi telinga Barga, setelah sekian lama dia menghilang dari geng balap kini bang Donghan menyambut kehadirannya dengan senang. Barga butuh pelampiasan, maka dari itu dia datang kemari. "Siapa yang bisa gue ajakin tanding hari ini?" Donghan tertawa, "sabar nape, Ga. Itu juga muka lo kusut amat, kenapa? Putus cinta lo?" Umpatan kecil keluar dari bibir Barga, tapi dia tidak mungkin mengatakannya kuat-kuat karena dia masih menghormati Donghan seperti kakak. Hingga saat Jeno muncul diantara mereka Barga langsung disergap segenap rasa bersalah. Dia telah salah menuduh Jeno waktu itu. Jeno menangkap sekilas raut bersalah dari wajah Barga, laki-laki itu langsung tertawa keras setelahnya. "Balapan sama gue, buat nebus semuanya, berani?" Barga tersenyum tipis, "asal nggak bikin kecurangan sampe gue harus masuk rumah sakit lagi." Ah ya, alasan Barga masuk rumah sakit karna Jeno yang sengaja menendang kendaraannya sehingga Barga kecelakaan waktu itu. "Deal." Mereka berdua langsung bersiap di arena, saling sempat pandang sejenak sebelum peluit tanda mulai terdengar menilukan telinga. Barga seolah menjadikan bayang-bayang Nabila sebagai kekuatannya untuk balapan kali ini, Barga ingin marah, melampiaskan seluruh emosinya pada pria-pria s****n yang sekarang sudah mendekam di penjara. Barga pikir, dengan balapan dia bisa menghilangkan semua stress yang mengganggunya seharian ini. Tapi ternyata tidak, Barga butuh korban sukarela untuk ditonjok. Maka tanpa fikir panjang lagi Barga segera menepikan motornya secara tiba-tiba hingga membuat Jeno mencengkram rem secara mendadak pula. "t***l! LO MAU KITA MATI BARENG-BARENG?!" Jeno berteriak berang, untung saja dia tidak terlambat mencengkram rem, kalo tidak mereka akan tabrakan saat itu juga. Barga melepas helmnya lalu mendekat kearah Jeno, "No, lo mau berantem nggak sama gue?" Jeno melakukan hal yang sama, jarak mereka tidak begitu dekat, tapi Jeno bisa melihat segurat ekspresi frustasi dan kekhawatiran dari wajah Barga. "Jadi, kabar soal Nabila hilang itu memang bener? Pantes dia nggak ada di perlombaan waktu itu." Barga tau soal itu, Jeno dan Nabila memang berada di cabang lomba yang sama. "Asal nggak bikin muka gue ancur." Lanjut Jeno kemudian. Barga kembali melangkah mendekat, "bales aja kalo lo rasa gue udah keterlaluan." BUGH! Barga tidak main-main dengan pukulannya barusan, merasa bahwa ini kesempatan untuk saling melampiaskan Jeno juga akhirnya membalas semua pukulan Barga. Mereka melakukan adu jotos di heningnya jalanan malam, tanpa ada suara dari bibir mereka, hanya ada suara saling pukul yang mendominasi. Bayang-bayang tentang kenangan mereka berdua perlahan terputar di kepala Barga, Jeno adalah orang pertama yang mengenalkan Barga arena balap. Pada awal-awal balapan Barga selalu kecelakaan karena belum terlalu mahir menggunakan motor besar, hingga akhirnya dia bertemu Nabila dan gadis itu langsung dengan sukarela mengobatinya setiap minggu. Seharusnya Barga mengucapkan banyak terima kasih kepada Jeno, karena secara tidak langsung, laki-laki itu menjadi perantara hubungannya dengan Nabila. Dan, berterima kasih pula karena laki-laki itu sudah mengenalkan dunia ini pada Barga, dengan ketulusan serta senyum yang begitu manis. Jeno anak yang begitu manis, hingga akhirnya Barga mengalahkannya di arena. Membuat Bang Donghan mengklaim bahwa Barga saat itu juga menjadi anak kesayangannya, tidak sekali tapi berkali-kali Barga memenangkan perlombaan, sehingga tanpa sadar posisi Jeno sudah direbut olehnya. Barga tidak bermaksud, tapi Jeno sudah salah mengartikan. Jeno terlalu marah, hingga persahabatan mereka berubah menjadi permusuhan. Merasa lelah, keduanya langsung jatuh di jalanan aspal, posisi tidur menghadap langit-langit yang malam ini tidak ditaburi banyak bintang. Langit begitu gelap, sama seperti perasaan Barga saat ini. "Makasih, No," ucap Barga tiba-tiba. Jeno terkekeh sebentar sebelum menjawab, "dengan senang hati." Jeno tidak tahu bahwa sekarang Barga sedang menangis dalam diam, merasa sedih sekaligus bersyukur. Sedih karena Nabila. Dan bersyukur karena hubungan pertemanannya dengan laki-laki disampingnya ini sudah membaik. Setidaknya, Barga tidak perlu lagi menyalahkan Tuhan. Karena dibalik semua masalah yang sedang terjadi, Tuhan tentu sudah menyiapkan sisi baik untuk masalah yang lainnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN