R A K A
“Raka, kok lo mau aja sih balikan sama Zinde padahal lo sendiri tau kalo dia dulu jadi jahat banget waktu lo baru putus sama dia, apalagi ke Nabila ‘kan dia jahat banget, masa lo mau balikan sama orang yang dulu udah pernah nyakitin pacar Abang lo yang sekarang? Zinde ngasih sesuatu ya ke lo makanya lo jadi mau sama dia?”
Terlampau sering.
Terlampau sering bagi gue mendengar semua pertanyaan yang udah gue sebutkan di atas, terlalu sering rasa penasaran orang-orang yang bahkan tidak ada campur tangannya dalam hidup gue bertanya demikian, mereka terlalu mencampuri urusan hidup gue dan tak jarang memberitahu bahwa Zinde bukanlah pilihan terbaik untuk gue saat ini.
Gue bisa mendapatkan gadis yang jauh lebih baik dari Zinde, katanya.
Zinde itu gadis jahat yang tak pantas bersanding dengan laki-laki sebaik gue, kata mereka lagi.
Mereka itu tau apa sih?
Jika harus dijabarkan dan dijelaskan dengan panjang lebar menurut versi sudut pandang gue, maka setelah membacanya kalian semua pasti akan menarik satu kesimpulan paling penting yang menandakan bahwa guelah yang jahat di sini, bahwa gue lah yang beruntung mendapatkan gadis seperti Zinde Ceysara.
Kalian tidak percaya? Baiklah, gue dengan senang hati akan menjelaskan.
Hanya ada satu hal dari diri Zinde yang tidak pernah bisa gue tolerir dahulu kala adalah dia yang selalu melampiaskan rasa marahnya terhadap Nabila bukannya kepada gue sendiri, adalah dia yang sering kali menjahati Nabila hanya untuk menghilangkan rasa cemburu yang berasal dari gue.
Gue sadar, Nabila adalah korban waktu itu, maka dari itu gue bilang kalau tindakan Zinde yang satu itu benar-benar tidak bisa gue tolerir, tapi untuk saat ini sudah gue maafkan karena kenyataannya baik Zinde maupun Nabila sekarang sudah berteman baik bukan? Lalu apalagi yang perlu gue permasalahkan?
Oke, Zinde dulu adalah sang peran antagonis yang selalu jahat.
Tapi gue tekankan sekali lagi, sifatnya yang seperti itu adalah perwujudan dari tindakan gue. Dia seperti itu karena gue, makanya gue bilang kalau gue lah yang sepenuhnya bersalah di sini.
Dulu pertama kali gue mengenal Zinde itu ketika Masa Orientasi Siswa berlangsung, jika boleh jujur maka akan gue bilang bahwa Zinde itu termasuk salah satu siswi tercantik diangkatan gue pada waktu itu, kenapa salah satu? Karena masih ada Nabila yang tidak kalah cantik darinya dan beberapa gadis lain yang bahkan Lalisa juga termasuk di dalamnya.
Namun selain Nabila, Zinde juga merupakan perwujudan dari sempurna pada masa itu. Yang membedakan mereka berdua adalah hanya dari status sosial, di mana Nabila berasal dari keluarga yang sederhana sedangkan Zinde adalah anak dari pemilik sekolah.
Dulu Zinde itu sama baiknya seperti Nabila, itulah mengapa dia sering mendapatkan atensi dari anak-anak sekolah walaupun pada saat itu yang bisa gue lihat hanya Nabila, Nabila dan Nabila.
Tidak pernah ada masalah sedikit pun sampai akhirnya ada desas-desus yang gue dengar bahwa ternyata Zinde menyukai gue pada saat itu, di hari yang sama ketika Nabila baru saja berangkat untuk lombanya di salah satu kota di luaran sana.
Tanpa sadar gue tertarik, bagaimana bisa salah satu primadona sekolah angkatan yang banyak disukai oleh teman-teman gue ternyata menaruh hati pada gue sendiri? Gue mendekat dan pada akhirnya disambut baik, selama masa pendekatan itu gue tidak pernah melupakan sosok Nabila karena memang hanya sosoknya yang bisa gue lihat.
Zinde itu anggaplah sebagai cadangan semata.
Gue jahat? Iya, gue jahat banget. Dulu.
Gue mengakui kalau tindakan gue itu bisa disebut terlalu jahat. Bagaimana bisa gue dengan mudahnya memainkan perasaan wanita seperti itu?
Gue menjadikannya pacar, memperlakukan dia layaknya seperti seseorang yang sangat gue cintai ketika kami berpacaran, dan mungkin dari sanalah Zinde semakin jatuh pada sosok gue waktu itu.
Tapi Zinde tak tau saja bahwa semua ini hanya permainan semata, ketika gue bosan dengan ketidakhadiran Nabila di sekolah dan menjadikannya seperti pemain nomor dua yang hanya gue butuhkan ketika pemain pertama sedang tak ada di tempatnya.
Dan hari di mana Nabila sudah pulang selama beberapa hari dan gue bosan terhadapnya maka pada saat itu juga Zinde gue lepaskan, waktu itu hubungan kami bertahan selama satu bulan, yang mana termasuk sebuah pencapaian besar bagi gue yang biasanya hanya bertahan selama satu minggu ketika memiliki sebuah hubungan. Ada alasan mengapa gue bisa menjalaninya sampai selama itu bersama Zinde, adalah karena gadis itu memperlakukan gue dengan amat baik dan tidak pernah menuntut apapun dari gue, ketika dia bilang bahwa ingin menghabiskan sebagian waktu bersama gue namun pada saat itu gue menolak maka dia tidak akan marah dan mewajarkan segala tolakan yang gue berikan?
Gue jahat ‘kan? Entah harus berapa kali gue bilang, tapi nyatanya memang gue yang jahat, gue menjahati gadis sebaik Zinde.
Zinde juga memiliki sifat yang tidak jauh beda dari Nabila. Gadis itu teramat lembut dalam memperlakukan gue untuk segala hal, dia rajin menyapa teman-temannya dan tidak sombong ketika berhasil memenangkan lomba pada tingkatan pelajaran yang dia suka. Benar-benar tidak jauh berbeda dengan Nabila.
Hingga tanpa sadar gue sempat melupakan sosok Nabila di hidup gue dan hampir saja jatuh cinta pada sosok Zinde.
Itu hampir karena ketika Nabila pulang gue langsung sadar bahwa Nabila lah yang gue inginkan, bukan Zinde.
Kami putus dengan sebuah alasan yang bahkan menurut gue sendiri tak masuk akal, tentu saja alasan itu dari gue. Zinde marah dan gue yang bodoh karena tak menyadari bahwa sejak hari itu gue telah meninggalkan luka yang cukup menyakitkan dihati gadis itu.
Gue menyakitinya terlalu dalam, hingga membuat Zinde berubah menjadi seseorang yang bahkan rasanya nggak pernah gue kenal.
Dia jahat, dan kejahatannya selalu ditujukan pada Nabila.
“Lo bisa nggak sih berhenti gangguin Nabila terus? Dia bukan seseorang yang bisa seenaknya lo jahatin kayak gitu!” Untuk pertama kalinya gue mendatangi Zinde lagi ketika gue rasa perlakuannya sudah keterlaluan.
“Sebenernya apa sih yang lo liat dari sisi Nabila?! Apa bagusnya dia?! Gue juga cantik, pinter, gue nggak pernah jahat sama lo tapi kenapa lo tiba-tiba main putusin gue gitu aja dan malah nempel terus sama dia setiap saat?!! Gue muak Raka! Tiap gue ngeliat Nabila pasti gue selalu inget hari dimana lo ninggalin gue dengan kata putus dan tanpa alasan yang jelas!!”
Sudah gue bilang, ini semua salah gue.
Gue terlambat menyadari akan makna dari setiap kata yang Zinde katakan pada hari ini, gue sama sekali nggak tau kalau setelah kami putus bahkan Zinde masih menaruh hatinya kepada gue, dia tidak bisa melupakan katanya karena gue terlalu baik memperlakukan gue selama satu bulan waktu itu.
Dia bukannya terobsesi pada gue dan marah terhadap Nabila, tapi dia kesal karena dengan gue yang menempel terus pada Nabila itu membuat Zinde ingat tentang perlakuan gue terhadapnya dulu.
Tapi sejak kejadian yang menimpa Nabila waktu itu semua hal jadi berubah, walaupun gue katakan bahwa musibah waktu itu adalah sesuatu yang buruk namun perubahan yang terjadi di dalam lingkungan Nabila justru membawa pengaruh yang sangat baik. Dari Barga yang mendadak jadi banyak bicara dan selalu mengajak Nabila mengobrol agar gadis itu tidak takut lagi padanya, dulu gue juga sempat melakukan hal yang sama begitupun Aksa, namun entah mengapa Nabila hanya mencari sosok Barga dan dia berkata bahwa dirinya lebih nyaman bersama Barga, pada hari itulah gue dan Aksa memutuskan untuk mundur secara perlahan dan sadar diri bahwa tidak ada sedikitpun kesempatan bagi kami berdua untuk mendapatkan hati gadis itu. Aksa yang saat itu memang tidak bisa sendirian akhirnya meminta Lalisa untuk menemaninya kemana pun dan gadis itu menyetujui karena ada satu fakta yang baru gue tau saat itu bahwa Lalisa sudah lama menyimpan rasa pada Aksa.
Dan untuk gue sendiri, gue menjadi pribadi yang lebih banyak diam dan menyendiri.
Musibah Nabila itu adalah suatu hal yang sangat membuat gue sakit, gue ikut terpuruk melihat sosoknya yang dulu ceria namun jadi pendiam seperti itu. Di saat-saat terberat dalam hidup gue ketika gue berusaha mengkuatkan diri sendiri karena masalah waktu itu, ada Zinde di sana, gue sadar betul kalau diam-diam dia selalu mengikuti dan memperhatikan gue di sekolah gue tidak tau apa motifnya tapi gue yakin kalau dia hanya ingin mengawasi gue supaya tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyeramkan.
Gue tau kalau gadis itu khawatir. Namun melihat gue yang begitu terluka membuatnya tak berani untuk melangkah mendekat, dia mencari jarak aman agar tetap bisa memperhatikan gue dari jauh.
Selalu ada Zinde yang tiba-tiba saja datang entah itu memarahi gue yang terlalu sibuk melamun hingga tak sadar hampir menabrak sesuatu, ada Zinde yang terkadang memberikan makan siangnya karena gue tidak pergi ke kantin, ada juga Zinde yang diam-diam selalu memberikan gue tisu di perpustakaan ketika gue sedang menangis.
Zinde selalu ada, dan karena hal itu gue jadi merasa nyaman dan terbiasa.
Seharusnya sebagai laki-laki gue lah yang melakukan hal seperti itu, tapi dengan mudahnya Zinde malah melakukan semua itu untuk gue seorang, namun dari tindakannya tersebut selama beberapa bulan yang tidak kunjung berhenti pada akhirnya membuat gue sadar bahwa dia begitu tulus mencintai gue dan tidak mau gue terluka sedikitpun. Membuat gue sadar kalau perlahan gue memang membutuhkan sosoknya.
Dan membuat gue sadar kalau entah sudah dari kapan gue mulai mencintai sosoknya.
Melakukan sebuah pendekatan dengannya memanglah bukan suatu hal yang mudah mengingat bahwa dulu gue pernah menyakitinya, awalnya dia ragu ketika gue berkata bahwa gue ingin memulai dari awal segala hal bersamanya, dia takut bahwa kali ini gue masih main-main sama seperti terakhir kali, tapi dengan cara apapun gue berusaha meyakinkannya, membuatnya yakin bahwa kali ini gue bersungguh-sungguh.
Tidak ada lagi kepura-puraan dalam perasaan yang gue libatkan untuk dirinya, tidak ada lagi peran pengganti kedua yang gue labeli untuk dirinya, dia hanya gadis nomor satu yang berada di hati gue, tidak ada lagi Nabila setelah gadis itu memberikan pilihan untuk memilih Barga.
Sekarang gue hanya melihat Zinde, berusaha menebus seluruh kesalahan gue di masa lalu dengan memperbaiki hubungan kami yang sekarang.
Zinde itu… gue tau bahwa dia tidak mungkin menolak perasaan gue karena gue tau sebesar apa dia mencintai gue sejak dulu hingga sekarang, namun alih-alih langsung menerima dia malah meminta waktu untuk berpikir dan melihat sejauh mana gue bisa membuat dia yakin. Dia yang awalnya berkata seperti itu namun setiap harinya justru dia yang merengek ketika gue bercanda berkata bahwa semua perasaan ini hanya kebohongan, gue bercanda tentang mengajaknya kembali bersama.
Dia tidak mau kehilangan gue lagi dan gue tau itu.
Tapi dia tidak tau bahwa kali ini gue benar-benar tidak akan meninggalkannya, gue di sini akan tetap menunggu jawabannya yang menerima gue kembali.
Gue pernah berkata bahwa dulu Zinde bukanlah gadis yang jahat bukan? Setelah pada akhirnya dia menjawab dan kami kembali bersama sebagai sepasang kekasih, pada saat itu juga dia kembali menjadi sosok Zinde yang pernah gue kenal beberapa tahun lalu, dia kembali menjadi sosok sempurna seperti yang gue inginkan, dan tentu saja dia masih memperlakukan gue dengan sangat baik dan tidak pernah memaksakan kehendak apapun terhadap gue.
Tapi walaupun begitu ternyata gue masih sering menyakitinya sampai saat ini. Gue sering membatalkan janji karena alasan pekerjaan yang menumpuk, tapi gue tidak pernah berbohong sekalipun, alasan yang gue bilang padanya murni dengan apa yang terjadi dan Zinde akan selalu memaklumi itu.
Jika gue sudah keterlaluan, malamnya gue akan datang ke apartementnya dan menginap di sana tanpa melakukan apapun, kami hanya tidur di ranjang yang sama, benar-benar tidur tanpa melakukan sesuatu yang terlalu jauh, gue tau batas dan gue tidak mungkin menyakitinya.
Tapi sekarang di saat hubungan itu sudah bertahan bertahun-tahun dengan kami yang selalu mencoba saling mengerti satu sama lain, malah ada sebuah masalah besar yang gue sama sekali tidak tau bagaimana cara menyelesaikannya. Masalah yang memiliki hubungan dengan keputusan Ayah Zinde yang mana seseorang yang paling gue hormati selain kedua orangtua gue. Gue dengar bahwa gadis yang gue cintai itu sudah dijodohkan dengan orang lain dan kemungkinan besar bahwa pertunangan mereka akan terjadi tidak lama lagi.
Bagi Ayah Zinde, hubungan gue dengan anaknya hanyalah sebuah permainan sementara di mana gue menjadi sosok yang membuat Zinde bahagia dalam jangka waktu yang sudah ditentukan, bagi Ayahnya gue hanyalah pemeran pengganti yang hanya muncul dalam kisah cinta anaknya selama sementara dan akan dibuang setelahnya.
Gue tidak bisa berpikir apapun lagi setelah mengetahui hal itu, hanya ada satu hal yang terlintas dibenak gue kala mendengar cerita keseluruhan dari Lalisa pada malam hari ini.
Sedang terkena karma gue ini.
Dulu gue dengan mudahnya menjadikan Zinde sebagai pemeran kedua dalam kisah cinta gue, namun sekarang semesta justru memberikan skenario lain dengan menjadikan gue sebagai pemeran kedua dalam kisah cinta gadis itu.
Gue tau, ini salah gue jadi semesta menghukum gue seberat ini, tapi apa yang harus gue lakukan disaat gue masih sangat mencintainya?
Memperjuangkan atau melepaskan, hanya itu pilihan yang gue punya walaupun gue tidak tau apakah usaha gue akan berhasil atau tidak.