48 : Mengikuti Nasihat

2222 Kata
            Ada banyak sekali hal yang Barga pikirkan setelah Daniel mendatanginya malam itu ke kamar, mengajaknya bicara empat mata yang mana jarang sekali pria paruh baya itu lakukan, mendengarkannya bercerita bahkan sampai memberinya nasihat dari sudut pandang Papanya itu. Tanpa Daniel sadari, tindakannya kemarin malam adalah sebuah tindakan yang amat benar karena hari ini Barga sudah membuka hatinya untuk tidak berpikiran yang terlalu jauh tentang Nabila.             Semua nasihat dari Daniel seakan dia pikirkan baik-baik dan dilakukan di kehidupan nyata, bukan hanya wacana semata. Barga sadar bahwa pada akhirnya dia harus memberikan sedikit aksi untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa diantara Nabila dan Jeno memang tidak ada apapun, dan jika pun Jeno memang berniat untuk mendekati gadisnya maka Barga tidak akan segan-segan untuk menahannya untuk berhenti.             Walaupun Barga sendiri tau bahwa Nabila tidak mungkin berpaling padanya.             Bahkan jika Daniel tidak bicara semalam Barga pun tidak akan sadar bahwa beberapa kali Nabila selalu menegaskan bahwa hubungannya dengan Jeno hanya sebagai rekan kerja semata. Tidak ada yang perlu dilebih-lebihkan, mereka memang sering makan siang bersama itu karena sedari awal Nabila sudah mengenalnya. Jika Barga memang sudah mengenal Nabila dengan baik seharusnya dia juga sadar bahwa gadisnya itu tipe orang yang sangat-sangat mudah bersosialisasi, bahkan tanpa dia melakukannya pun ada banyak sekali orang yang tetap mendekat kepadanya, karena daya tarik Nabila memang sekuat itu.             Jangan lupakan tentang fakta bahwa kedua adiknya pun sempat sangat-sangat menyukai gadis itu.             Dan saat ini sesuai dengan aksi yang ingin Barga lakukan, di jam setengah satu siang dirinya sudah berada di depan Rumah Sakit tempat Nabila bekerja. Sebelumnya Barga sudah memberitahu Nabila bahwa dia akan datang dengan tujuan menjenguk sahabatnya yang sempat mengalami kecelakaan pesawat kemarin dan kebetulan dirawat di Rumah Sakit ini, Barga bilang dia sekalian ingin mampir dan bertemu dengan gadis itu untuk mengajaknya makan siang.             Tentu saja Nabila mengiyakan tanpa menolak sedikitpun, bahkan dirinya sampai menawarkan Barga untuk makan siang di kantin Rumah Sakit saja agar tidak perlu terlalu jauh keluar, dan tanpa Nabila sadari tindakannya tersebut sangat membuat Barga senang, karena tanpa sadar Nabila memang ingin mengenalkan Barga kepada teman-temannya yang lain.             Dan di sisi lain ini merupakan moment yang bagus untuk dirinya bertemu dengan Jeno.             Kedua netra Barga mengedar ketika dirinya baru saja memijakkan kaki di kantin Rumah Sakit, area ini terlalu luas sehingga dirinya sedikit kesulitan menemukan Nabila. Namun dia menangkap ada satu tangan melambai dan ketika menoleh senyum Nabila sudah menyapanya, gadis itu menggerakkan tangannya menyuruh dirinya untuk mendekat yang mana langsung Barga lakukan.             Dari sudut matanya Barga bisa menangkap kehadiran Jeno di sana dan dua orang gadis serta satu laki-laki lain yang tidak dirinya kenali, namun ada sedikit ekspresi tidak suka yang Barga tangkap dari wajah temannya itu entah apa maksudnya namun Barga merasa bahwa praduganya mungkin saja benar.             Jeno diam-diam masih menaruh rasa pada Nabila.             “Hai,” sapa Barga pada Nabila ketika sudah berdiri tepat di belakangnya.             “Hai,” sapa balik gadis itu ceria. “Sini duduk.” Tangannya bergerak untuk menarik kursi di sebelahnya namun Barga menahan dan membiarkan dirinya melakukan hal itu sendiri.             “Hai, gue Barga…” sapa Barga pada semua orang di meja itu yang masih memandanginya dengan bingung. “… pacarnya Nabila.”             Barga langsung melirik Nabila untuk memastikan ekspresi gadis itu dengan kalimatnya yang langsung mengakui status tanpa pembicaraan lebih dulu dengan gadis itu. Tapi alih-alih dibalas dengan delikan tidak suka, Nabila justru terlihat malu kala teman-temannya meledekinya habis-habisan akibat kedatangan Barga di tempat ini.             “Beneran pacar lo, Bil?” tanya laki-laki bule yang duduk tepat di sebelah Jeno.             Nabila mengangguk tanpa ragu sedikitpun. “Iya, Barga pacar gue,” jawabnya sambil tersenyum.             “Barga, kenalin ini Mark asisten aku, ini Arin sama Siye temen aku, dan ini kamu pasti udah kenal Jeno.” Nabila yang mengenalkan mereka semua sampai pada Jeno yang masih bungkam sampai sekarang.             Barga melempar senyum pada satu-satu dari mereka dan berkata halo sebagai tanda perkenalan, namun ketika iris matanya jatuh pada sosok Jeno dia malah melayangkan sebuah pertanyaan.             “Apa kabar, Jen? Udah lama nggak ketemu.”             Jeno terlihat santai sekarang, berbeda ketika pertama kali melihat Barga datang tadi. “Gue baik, nggak pernah keliatan karena gue kuliah di luar, Bila juga pasti udah cerita kan sama lo soal itu?”             Bila.             Ada sebuah getaran tak suka di hati Barga kala mendengar Jeno memanggil Nabila dengan panggilan itu, karena panggilan Bila hanya digunakan oleh kedua orangtua gadis itu, kedua orangtuanya dan juga dirinya. Bahkan Raka dan Aksa masih memanggil gadis itu dengan panggilan masing-masing dari mereka tanpa merubah panggilan sesuai dengannya, karena Barga melarang.             Namun sekarang mendengar nama itu keluar dari bibir orang lain, rasanya… tidak bisa dijelaskan.             Di tengah perasaan tak nyaman itu, Barga tiba-tiba merasakan ada sebuah genggaman erat di salah satu telapak tangannya dan dia langsung sadar kalau yang menggenggam tangannya itu adalah kekasihnya sendiri. Nabila tidak menoleh ke arahnya dan sedang sibuk bicara untuk menjawab Jeno, tapi Barga sangat tau bahwa genggaman itu tanda akan jawaban bahwa Nabila ini masih bersamanya.             Nabila seakan tau apa yang sedang dia pikirkan saat ini.             “Iya, Jen. Gue udah cerita semuanya ke Barga bahkan dari awal kita ketemu juga gue langsung cerita.”             Dan jawabannya juga menegaskan bahwa Nabila tidak pernah menyembunyikan apapun dari Barga.             ‘Kalau Abang memang udah kenal Nabila dari lama, seharusnya Abang sadar kalo dia itu sayang banget sama Abang. Papa aja yang jarang ketemu bisa liat itu jelas banget, masa Abang nggak sadar? Bahkan rasanya Nabila nggak akan mau nyakitin Abang sedikitpun.’             Perkataan Papanya kemarin malam kembali terngiang di kepala Barga, seakan menegaskan bahwa kalimat itu benar adanya apalagi melihat sikap Nabila sekarang, kalimat itu seakan memperkuat segalanya, dan bagaimana bisa Barga masih sempat meragukan kesetiaan gadis ini beberapa hari kemarin?             Akhirnya Barga melepaskan genggaman tangan Nabila dan balik dia genggam, sekarang tangan kecil itu berada dalam kukungan telapak tangannya yang besar, Barga memberikan beberapa usapan sebagai tanda jawaban bahwa dirinya sudah baik-baik saja.             “Nabila cerita kok. Lo sekarang masih balapan, Jen?” tanya Barga lagi, berusaha mencari topik obrolan apapun karena dia sadar bahwa meja ini terasa amat canggung sejak kedatangannya.             Namun untungnya Jeno bisa diajak kerjasama walaupun Barga masih belum tau pasti apa isi kepalanya saat ini, dia menjawab seluruh pertanyaan Barga dengan amat santai seolah tidak ada kecanggungan yang terjadi beberapa menit lalu, dan untungnya salah satu teman Nabila yang bernama Mark ini memiliki selera humor yang hampir sama seperti Raka dan Aksa hingga membuat suasana kembali mencair dan aman-aman saja untuk beberapa menit ke depan.             “Kalo boleh tau kerjanya apa?”             Itu Arin yang bertanya, lancang memang namun dia sudah penasaran setengah mati karena katanya Nabila tidak pernah membahas sedikitpun tentang pacarnya, bahkan mereka semua mengira bahwa gadis itu tidak sedang menjalin hubungan dan sedang dekat dengan Jeno. Tapi kabar itu langsung dipatahkan dengan kehadiran Barga hari ini.             “Pilot,” jawab Barga sambil tersenyum yang langsung dibalas decakan kagum dari dua gadis di depannya.             “Kalian seumuran? Udah pacaran berapa lama?” kali ini Siye yang bertanya.             Barga menoleh sebentar ke arah Nabila, namun gadis itu hanya tersenyum dan memperbolehkannya untuk menjawab apapun sesukanya.             “Seumuran, dulu satu sekolah tapi enggak sekelas dan pacarannya udah jalan kurang lebih lima tahun, doain aja tahun depan jadi nikahnya.”             Suara tawa langsung terdengar bersahutan setelah Barga mengatakan kalimat terakhirnya, Nabila disampingnya justru tertawa kecil dan memukul bahunya pelan seolah tak menyangka bahwa Barga akan memberikan jawaban seperti itu. Tapi asal tau saja, tujuan Barga mengatakan hal itu adalah untuk menyadarkan Jeno kalau dirinya tidak akan punya kesempatan sama sekali untuk mendekati Nabila.             Mendapatkan respon bagus atas sifat teman-teman Nabila juga membawa kesenangan tersendiri bagi Barga, diperbolehkan mengenal lingkungan hidupnya serta mengetahui siapa saja teman-temannya hingga diperkenalkan seperti ini membuat Barga berasa amat dihargai.             Dan acara makan siang itu berakhir setelah jam makan siang mereka sudah selesai dan karena Nabila bilang bahwa jadwalnya sebentar lagi selesai maka Barga memutuskan untuk menunggunya saja agar bisa pulang bersama dengan gadis itu. *             Berada di satu mobil bersama Nabila itu akan selalu menyenangkan.             Mengapa?             Gadis itu selalu bisa menempatkan dirinya pada posisi-posisi tertentu. Ketika misalnya di dalam mobil dia akan menjadi gadis yang aktif bicara walaupun tidak terlalu sering untuk menempatkan dirinya sebagai teman sang pengemudi, dia paling tidak suka dilanda keheningan ketika berada di dalam mobil itulah kenapa Nabila selalu bisa mencari topik obrolan untuk bisa dibicarakan dengan Barga.             Bagaimana ketika mereka sedang berada dalam sebuah pertengkaran?             Sama seperti yang Barga katakan sebelumnya bahwa Nabila sangat pintar menempatkan dirinya pada posisi-posisi tertentu. Jika boleh menentukan pilihan ketika mereka berdua sedang berada dalam kondisi hati yang buruk, maka Nabila pasti memilih untuk tidak dulu berada semobil dengan Barga, tapi bukan berarti Nabila memilih untuk meminta tebengan dengan orang lain atau memesan taksi online, melainkan mereka memilih untuk tidak berkendara dulu karena Nabila sangat amat tahu bahwa Barga tidak pernah memperbolehkannya pergi dan pulang bersama siapapun kecuali Barga memang tidak bisa mengantar.             Selagi masih ada Barga dan dirinya bisa, maka Barga akan lebih senang jika Nabila menghubunginya dan meminta bantuan untuk diantarkan kemanapun.             Namun jika sedang berada dalam keadaan mendesak yang memaksa mereka harus tetap berada dalam satu mobil yang sama walaupun dengan suasana hati yang sedang buruk, maka Nabila akan tetap menempatkan dirinya seperti biasa, dia tetap akan mengajak Barga bicara tentang hal lain yang tidak menyinggung permasalahan mereka dan Barga akan tetap menjawabnya juga seperti biasa, tapi mungkin ada sedikit kecanggungan ketika itu terjadi. Ketika mereka sampai di tempat tujuan barulah keduanya berbicara dengan serius tentang permasalahan yang sedang mereka alami.             Namun itu bukan masalah karena Barga sangat menghargai sifat Nabila yang satu itu.             Dan sekarang, setelah obrolan-obrolan mereka terhenti karena mobil Barga sudah berhenti sempurna di depan rumah gadis itu, Nabila belum juga turun dan berkata bahwa ada suatu hal penting yang ingin dia bicarakan sekarang juga agar tidak lagi timbul kesalahpahaman.             Barga paham kemana arah pembicaraan ini, pasti berhubungan dengan tindakannya yang tadi datang ke Rumah Sakit, tapi tak apa Barga akan mendengarkan semuanya bahkan jika Nabila ingin marah padanya maka akan tetap Barga terima.             “Sayang, aku sebenernya tau kamu sempet marah karena perkara Jeno ini, aku sadar banget kamu ngehindarin aku selama beberapa hari karena kondisi hati kamu lagi nggak baik dan kamu nggak mau meledak kalo ketemu aku, jujur itu bener ‘kan?”             Dengan mudahnya dia tertebak.             Barga langsung mengangguk tanpa mengelak sedikitpun. “Aku minta maaf, ya,” ucapnya tulus merasa tak enak karena sudah meragukan.             “Aku juga tau kamu uring-uringan beberapa hari ini, bahkan sampai izin buat nggak terbang dan diem diri di kamar terus.”             “Kok kamu tau?” tanya Barga kaget, tidak menyangka Nabila akan tau sampai sejauh itu.             “Kamu lupa aku punya dua mata-mata di rumah kamu?”             Ah, pasti Raka dan Aksa maksudnya. Kedua adiknya itu memang kerap kali menjadi informan ketika Nabila dan Barga sedang bertengkar.             “Jangan kayak gitu lagi, ya, Barga?” tanya Nabila lembut. “Apalagi sampe karena masalah pribadi kamu jadi mengabaikan pekerjaan, enggak boleh gitu.”             “Iya, maaf ya, aku juga nggak tau kenapa sampai kayak gitu.”             “Barga denger aku. Aku paham kok dan aku ngerti apa yang kamu rasain beberapa hari kemarin, aku juga tau kamu nggak marah sama aku tapi sama keadaan yang ngebuat aku ketemu lagi sama Jeno bahkan sampai disatuin di Rumah Sakit yang sama, kamu takut ‘kan? Tapi sekarang aku mau negasin sendiri secara langsung kalo kamu nggak perlu takut soal apapun itu karena aku nggak akan ninggalin kamu. Sama kayak kamu yang selalu ada buat aku sejak saat itu sampai sekarang, kamu nggak pernah berniat sedikitpun buat ninggalin aku makanya aku ngelakuin hal yang sama. Aku sayang sama kamu dan kamu tau banget soal fakta itu.”             “Sebenernya dari beberapa hari lalu aku juga udah merasa ada yang nggak beres sama sifat Jeno, bukannya aku mau kegeeran tapi aku ngerasa kalo makin kesini dia semakin mencoba buat deketin aku, aku nggak bilang sama kamu dan aku minta maaf untuk itu tapi aku tau kamu pasti punya cara buat keluar dari rasa takut kamu sekaligus bantu aku keluar dari kukungan Jeno. Beberapa hari ini juga aku udah banyak mengurangi intensitas interaksi aku sama dia di Rumah Sakit, aku lebih sering bareng Arin sama Siye daripada sama dia karena aku tau kamu nggak akan suka kalo aku deket-deket dia terus.”             “Dan tadi pagi aku seneng banget waktu kamu chat aku dan bilang mau mampir ke Rumah Sakit buat ketemu aku, dari situ aku sadar kalo kamu udah punya solusinya, dan aku juga sengaja mau ngenalin kamu karena aku mau dan bonus biar Jeno berhenti deketin aku lagi. Makasih ya udah dateng tadi, aku sayang kamu.”             Belum sempat Barga memproses semua kalimat yang dikatakan oleh Nabila, dirinya justru sudah lebih dulu memberikan sebuah kecupan kilat tepat di bibir Barga, sebuah hal langka yang hanya terjadi beberapa bulan sekali apalagi ini Nabila yang memulainya.             Mendapatkan itu membuat Barga jadi semakin tidak bisa mencerna segalanya, sampai akhirnya mendengar Nabila tertawa kecil karena melihatnya yang linglung, bahkan sampai gadis itu turun dari mobil dan melambaikan tangannya sejenak sebelum masuk ke dalam rumah, barulah Barga sadar akan apa yang terjadi padanya dan barulah dia mengerti semua kalimat yang gadis itu ucapkan.             “Aku juga sayang kamu, dan ucapan aku soal nikah tahun depan itu bener, jadi tunggu aku ya.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN