47 : Bicara Empat Mata

1193 Kata
            Di hari berikutnya, setelah berhasil mencuri informasi dari Aksa si anak terakhir maka Daniel memutuskan untuk berbicara empat mata dengan kedua anaknya, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Barga dan Raka. Daniel sudah bertekad untuk mendengarkan cerita dari sudut pandang mereka sehingga Daniel bisa tau bagaimana perasaan mereka saat ini dan barulah dia akan memberikan saran yang semoga saja bisa menjadi jalan dari kisah cinta kedua anaknya tersebut.             Awalnya Daniel enggan, berpikir bahwa mereka sudah dewasa dan pastinya mampu untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri, tapi kenyataannya dia terus saja kepikiran setelah mendengar cerita Aksa kemarim. Sudah bercerita juga dengan Sera si sang istri yang malah diberikan dukungan untuk bicara dengan kedua anaknya.             Daniel lupa kapan terakhir kali dia bicara empat mata dengan anak-anaknya, dengan Aksa sudah dia lakukan walaupun kemarin diawali dengan permintaan informasi mengenai kedua kakaknya, namun pada akhirnya Daniel banyak menghabiskan waktu kemarin malam bersama Aksa. Mendengarkan keluh kesah si anak bungsu itu, segala hal yang bisa diceritakan pasti akan Aksa ceritakan karena Aksa memang tipe laki-laki yang seperti itu. Dia bahkan mengajak Daniel untuk adu main playstation bersama dengan skor akhir Aksa menang 4 poin dari Daniel.             Tidak apa-apa dia kalah, yang penting dia sudah menghabiskan seharian penuh dengan anak laki-lakinya itu.             Sekarang Daniel sedikit bingung, dia berada di tengah-tengah antara kamar Barga dan Raka, Sera sudah memberitahu bahwa kedua anaknya tersebut berada di kamar seharian ini. Raka yang masih membawa seluruh pekerjaannya ke rumah dan keluar dari kamar hanya jika dia lapar dan ingin mengisi air minum, sedangkan Barga yang hari ini memiliki jam terbang memang menghabiskan seharian waktunya di kamar saja.             Kalau untuk Barga sih sebenarnya Daniel sudah paham dengan sifatnya yang satu ini dan sebenarnya tidak ada yang aneh dengan kelakuannya, mengingat bahwa anak pertamanya itu pasti akan menghabiskan waktu liburnya selama satu hari penuh di kamar jika memang tak ada janji dengan Nabila seperti ketika gadis itu berkuliah di Malang. Barga juga tipe yang suka menyimpan banyak sekali camilan di kamarnya sehingga Daniel ragu bahwa dia merasa kelaparan, karena jika Barga memang benar-benar kelaparan maka dia pasti akan segera keluar dari kamarnya.             Mengingat dan menimang-nimang kembali dari cerita Aksa kemarin, akhirnya Daniel memutuskan untuk mendatangi kamar Barga terlebih dahulu, karena menurutnya masalah Barga adalah masalah yang bisa cepat di atasi asal dengan kemauan dirinya sendiri. Maka tanpa berpikir panjang Daniel segera mengetuk pintu kamar itu.             “Abang, boleh Papa masuk?”             Semoga saja malam ini perannya sebagai orangtua bisa terlaksana dengan baik.             “Iya, Pa. Masuk aja.”             Daniel mengernyit ketika memasuki kamar Barga, tidak ada yang aneh sebenarnya dari dalam sini dan melihat Barga yang sedang sibuk memainkan game dari ponselnya juga tidak termasuk aneh untuk Daniel, anaknya ini bukan seperti seseorang yang sedang gelisah akibat kisah percintaannya.             Itu jika orang-orang yang belum mengenal Barga yang melihatnya.             Tapi untuk Daniel yang sudah mengenal anak pertamanya itu bahkan sejak dia lahir ke dunia, Daniel tau benar bahwa kegelisahan yang Barga alami memang sudah kepalang parah.             Barga itu bukan tipe orang yang betah berada di dalam kamar apalagi seharian, mengingat dirinya yang tidak keluar kamar selama berhari-hari membuat Daniel berpikir kira-kira berapa jam yang dia pakai selama sehari untuk memikirkan masalahnya dengan Nabila?             Barga itu bukan seperti Aksa yang suka bermain game, dia hanya akan menyentuh permainan di dalam ponselnya jika dia sudah sangat pusing dan butuh refreshing dari isi kepala dan beban yang terlalu berlebihan. Namun setelah kemarin mendapatkan tambahan informasi dari Aksa yang mengatakan bahwa Barga meminta banyak rekomendasi game ponsel darinya, Daniel jadi semakin yakin bahwa beban pikiran Barga memang sudah separah itu.             Barga itu tidak sadar kalau dia ternyata terlalu memikirkan masalahnya, harus ada yang menasehati dan memberitahunya lebih dulu agar dia mau bergerak dan tidak terus-terusan berpikir saja, jika tidak ada yang memberitahunya maka Barga akan selalu seperti itu setiap harinya, maka hari ini Daniel mendatanginya.             “Abang kamu lagi pusing banget, ya?”             Barga tak heran lagi kalau Daniel memang bisa menebak, laki-laki itu langsung menutup gamenya dan memberikan fokus penuh pada sang Papa.             Barga memang butuh bicara maka dari itu dia tidak menghindar dan langsung memberitahu Daniel. “Abang lagi kepikiran tentang kerjaannya Nabila, Pa.”             Dan dari sanalah ceritanya berlanjut, anak pertamanya itu mencurahkan seluruh perasaannya pada sang Papa, bercerita dari awal sampai akhir kenapa dia malah jadi seperti ini— mendekam diri selama berhari-hari di dalam kamar. Barga juga mengatakan tentang ketakutannya akan kedatangan sosok Jeno yang kembali di cerita hidup Nabila, mereka berdua terlalu banyak memiliki kesamaan dan jika dilihat dari mata orang-orang awam yang tidak kenal mereka berdua pasti akan langsung berspekulasi bahwa mereka cocok.             Dan pada akhirnya Barga berkata bahwa dia takut ditinggalkan.             Cerita yang Daniel tangkap dari sudut pandang Barga tidak jauh berbeda dengan apa yang Aksa ceritakan padanya, hanya saja jika melihat dari sisi Barga secara langsung Daniel jadi bisa mengerti seberapa jauh kekalutan yang sedang anak pertamanya itu alami.             “Bang, Abang tuh tau ‘kan kalo Nabila sayang banget sama Abang?”             Barga mengangguk tanpa ragu.             “Abang inget nggak sih kejadian beberapa tahun lalu yang hampir bikin Nabila jadi stress banget, setelah kejadian itu Abang inget nggak kalo Abang selalu ada di samping Nabila dan selalu bantuin dia kapan dia butuh? Bahkan waktu-waktu dimana dia masih belum bisa terima kehadiran laki-laki karena masih terlalu takut, Abang tetap datang ke ruangan dia dan bilang kalo Abang nggak akan nyakitin dia? Papa tau banget usaha Abang dari dulu itu nggak pernah main-main, Abang sayang banget sama Nabila makanya Abang rela bertingkah sampai sejauh itu, dan kalo Papa aja bisa ngerasain hal itu Papa yakin Nabila juga sadar sama seberapa keras usaha Abang buat bantu dia sembuh waktu itu.”             “Lama-kelamaan Nabila beneran sembuh dan dia jadi lengket banget sama Abang, karena dia tau dari lama kalo Abang terus yang berusaha buat bikin dia bangkit, dia sadar kalo Abang itu nggak pernah main-main sama ucapan Abang dan dia tau kalo Abang serius sama dia. Itulah kenapa kalian masih bertahan sampai sekarang.”             “Dari pihak Abang maupun dari pihak Nabila juga udah saling kenal satu sama lain, kita tuh udah sedekat itu sama keluarga Nabila makanya rasanya nggak mungkin kalo sampe Nabila berpaling dari Abang. Kalopun ada seseorang yang ngedeketin dia pasti dia nggak akan tertarik, percaya sama Papa.”             Barga mengehela napas panjang, seakan tersadar bahwa nasihat panjang Papanya seolah sudah menamparnya keras-keras untuk sadar bahwa dia memang tidak akan pernah ditinggalkan, dia dan Nabila sama-sama saling menjaga selama ini.             Dan pada malam itu ada satu kalimat terakhir yang menjadi penutup bagi nasihat Daniel, Papanya itu tidak bisa berlama-lama karena katanya Raka sedang mengalami hal serupa namun lebih berat darinya. Barga jadi tak tega dan merasa bersalah, bagaimana bisa sebagai Abang dia tidak tau bahwa Raka sedang mengalami masalah yang berat?             Tapi Barga sudah berjanji kalau jika masalahnya selesai maka Barga akan membantu Raka dengan semampunya. Dan kalimat terakhir yang akan sangat Barga ingat dari Daniel adalah. “Kalau Abang memang udah kenal Nabila dari lama, seharusnya Abang sadar kalo dia itu sayang banget sama Abang. Papa aja yang jarang ketemu bisa liat itu jelas banget, masa Abang nggak sadar? Bahkan rasanya Nabila nggak akan mau nyakitin Abang sedikitpun.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN