64 : Pertemuan Kedua

1655 Kata
            Hari ini Raka sudah siap.             Dia sudah siap meminta izin dan juga restu dari Ayah Zinde dengan sangat serius, Raka ingin memperjuangkan Zinde semampu yang dia bisa agar tak lagi dijodohkan dengan siapapun dan diizinkan bersanding dengannya kelak. Walaupun Raka memang belum ada rencana pasti tentang kapan dia akan mengajak Zinde untuk naik ke jenjang yang lebih serius, tapi dia sudah sempat memikirkannya.             Yang paling penting adalah Raka tidak mau melangkahi Barga.             Saat ini dia sedang menunggu Papanya karena tadi bilang bahwa laki-laki itu akan menyusul sedangkan Raka sudah berada di lobi perusahaan milik Ayah Zinde sejak dua puluh menit lalu dan batang hidung Papanya belum juga terlihat. Sebelum menginjak menit ke dua puluh empat akhirnya Daniel muncul di pintu utama dengan tergesa-gesa.             “Telat nggak kita?” tanya Daniel begitu sampai di depan Putranya.             “Enggak, Papa kenapa buru-buru sih, padahal santai aja nggak apa-apa karena masih ada waktu juga.” Raka yang kebetulan sedang memegang botol minum lantas langsung memberikan itu ke Papanya, masih ada waktu lima belas menit sebelum waktu janji yang mereka buat tiba.             Raka memang sengaja datang lebih awal karena pertemuan ini amat penting untuknya jadi dia tidak bisa menjalankan apapun jika pertemuan ini belum selesai, jujur saja Raka tak bisa fokus dan ingin cepat-cepat bertemu dengan Ayah Zinde, karena jika diulur-ulur seperti ini dia malah merasa takut dan tidak percaya diri.             “Udah siap kamu?” tanya Daniel begitu sudah selesai minum, menatap Putra keduanya dengan khawatir karena jelas sekali terlihat bahwa Raka gugup saat inin.             “Udah, Pa. Kita langsung aja ya ke atas?”             Daniel menyetujui dan mereka berdua langsung pergi dari lobi untuk mendatangi Ayah Zinde ke ruangannya.             Ketika sampai di atas mereka disambut oleh sekretaris yang meminta mereka untuk menunggu sebentar karena Bapak Artawijaya sedang ada tamu saat ini, namun wanita itu berkata pertemuan mereka akan tetap berjalan sesuai jadwal yang sudah ditentukan, jadi mau tak mau Daniel dan Raka menunggu sejenak di depan ruangan.             Kalau dipikir-pikir posisi Ayah Zinde dengan Daniel itu tidak beda jauh, mereka berdua sama-sama CEO dari perusahaan terkenal di Indonesia, kekayaan mereka pun jika harus dihitung nilainya tidak jauh berbeda antara satu sama lain, tapi Daniel rela bersikap patuh seperti ini hanya untuk Raka, Putranya. Karena bagaimana pun juga sejak dulu prioritas Daniel adalah anak-anaknya, sebagaimana Ayah Zinde menjaga Putrinya dan ingin yang terbaik untuk kebahagiaan Zinde maka Daniel pun melakukan hal yang sama, dia ingin selalu memberikan yang terbaik untuk Raka.             Maka dari itu dia mau melakukan semua ini.             Tidak lama kemudian pintu ruangan terbuka dan Daniel cukup terkejut karena pria yang keluar dari sana adalah teman akrab dari Ayah Zinde yang merupakan Ayah dari Lucas, seseorang yang telah Daniel bongkar identitasnya kemarin.             Raka yang juga mengenal pria paruh baya itu lantas langsung cemas, ada apa gerangan yang membawa beliau kemari? pikirnya. Raka takut bahwa kedatangannya hari ini akan berujung sia-sia jika perjodohan itu memang tidak dibatalkan.             Pria itu juga mengenali Daniel dan langsung memberi senyum singkat sebelum meninggalkan ruangan Ayah Zinde, Daniel jadi penasaran jenis pertemuan apa yang tadi keduanya lakukan di dalam sana.             Salah satu sekretaris langsung mempersilahkan mereka berdua untuk masuk dan ketika Daniel beserta Raka masuk ke dalam ruangan Artawijaya ternyata laki-laki itu belum kembali duduk di kursi kebanggaannya, dia masih duduk di sofa dan mempersilahkan Daniel dan juga Raka  untuk duduk.             Hanya ada sapa biasa yang terjadi di antara mereka dan itu pun terkesan sedikit canggung.             “Bagaimana makan siang kemarin?”             Raka yang tidak menyangka bahwa akan mendapatkan pertanyaan itu sebagai pembuka lantas menoleh pada Papanya, namun Daniel hanya diam dan mengarahkan Raka untuk menjawab pertanyaan itu lewat matanya.             “Lancar, Om. Zinde banyak kasih rekomendasi makanan kemarin karena jujur aja Raka belum pernah datang ke restoran itu,” jawab Raka jujur dan seadanya.             “Kamu suka makanannya?”             “Suka, Om.”             “Bagus kalau begitu, berarti selera kamu sama seperti saya, karena restoran itu adalah salah satu restoran yang sering didatangi oleh keluarga saya. Dan karena kamu suka berarti kamu tak masalah jika saya ajak ke sana lagi nanti.”             Jika saya ajak ke sana lagi nanti.             Raka berusaha mencerna maksud dari perkataan itu namun dia tidak bisa menemukan arti apapun, dia takut jika harus menerka-nerka namun entah kenapa firasat Raka baik soal ini.             “Dengan senang hati, Om. Saya nggak akan menolak kalau Om mau ajak saya makan lagi di sana kapan-kapan.”             Artawijaya hanya tersenyum dan kini beralih pada Daniel.             “Sepertinya tadi kamu bertemu dengan Ragana di depan,” katanya memulai pembicaraan.             Daniel tersenyum. “Saya mengenal Bapak Ragana dan memang tadi sempat bertemu di depan.”             Artawijaya mengangguk mendengarnya namun setelah itu dia diam, namun diamnya sambil memperhatikan Raka, meneliti laki-laki itu dengan sangat serius.              “Raka, apa yang bisa kamu buktikan dengan saya jika kamu memang serius dengan Zinde?”             Pertanyaan ini.             Pertanyaan yang sudah Raka perkiraan bahwa akan terucap ternyata benar-benar ditanyakan oleh Ayah Zinde dan Raka tidak mau membuang kesempatan yang ada.             “Sebelumnya saya mohon maaf, Om, jika jawaban saya ada yang menyakiti hati, Om. Sejujurnya dulu saya tidak suka dengan Zinde karena dia pernah membully Nabila ketika kami SMA, saya pernah mempermainkan hatinya sekali dan saya sangat-sangat merasa bersalah karena sudah melakukan hal serendah itu kepada Putri Om. Tapi setelah apa yang pernah terjadi dengan Nabila waktu itu saya baru sadar bahwa perlakuan Zinde itu adalah bentuk marahnya terhadap saya yang pernah mempermainkan dia dahulu. Zinde itu tidak pernah salah, saya yang salah, saya dengan mudahnya mempermainkan hati gadis sebaik dia.”             “Ketika saya sadar saya mulai mendekati Zinde karena saya baru sadar pula kalau ternyata memang Zinde gadis yang saya butuhkan. Saya selalu berusaha membuatnya senang dengan perhatian-perhatian yang saya berikan, saya pun merasa nyaman di dekatnya. Hingga ketika saya mendatangi Om tiga tahun lalu untuk meminta izin secara resmi berpacaran dengan Zinde pada saat itu juga saya sudah benar-benar serius. Saya sayang sama Zinde Om, saya serius dengan hubungan kami yang sudah berjalan selama tiga tahun ini.”             “Walaupun saya belum memiliki rencana pasti tentang kapan saya akan benar-benar meminang Zinde namun saya serius kalau saya mau serius dengan dia. Saya mempunyai satu saudara laki-laki yang lebih tua dari pada saya dan saya tidak mau melangkahinya, jika nanti dia sudah menikah saya janji akan langsung mendatangi Om dan menentukan tanggal pasti kapan saya akan langsung menikahi Zinde.”             Jawaban itu bukanlah jawaban yang sudah Raka susun sejak kemarin. Seharusnya jawaban yang dia berikan lebih meyakinkan bukannya malah memberikan sebuah pengakuan dosa bahkan janji yang tidak sempat dia pikirkan sebelumnya. Raka hanya bicara sesuai dengan apa yang dia pikirkan, dia bicara dari hatinya, mengatakan semua hal yang ingin dia beritahu pada Ayah Zinde agar tidak ada lagi yang ditutup-tutupi. Sekarang semua sudah dia jelaskan walaupun ada bagian yang menyakiti hati pria paruh baya itu, apalagi setelah dia mendengar sendiri bahwa Raka pernah menyakiti anak kesayangannya.             Artawijaya tertawa setelah mendengar pengakuan Raka, jenis tawa yang tidak pernah Raka prediksi akan terjadi, dia kira dia akan langsung diusir saat itu juga namun ternyata praduganya salah.             “Raka, saya tau itu. Saya tau benar bahwa kamu pernah menyakiti Putri saya, memangnya kamu pikir salah satu alasan saya menjodohkannya dengan orang lain itu karena apa? Tentu karena pengakuan kamu barusan.”             Raka terkejut bukan main dibuatnya.             Bagaimana bisa pria paruh baya ini tau tentang hal itu?!             “Ketika Zinde bersekolah saya juga mempunyai seseorang yang bertugas untuk memberikan saya laporan tentang apa yang Zinde lakukan selama itu, saya bahkan tau kalau anak saya kerap kali berbuat jahat pada siswi bernama Nabila itu, namun sebelum keberangkatan lomba ke Bogor saya sudah memperingati dia untuk tidak berbuat hal yang akan mencoreng nama saya lagi dan dia setuju, waktu itu pun saya tau bahwa dia sudah mulai menyerah untuk mendapatkan kamu karena pikirnya untuk apa dia terus-terusan mengganggu Nabila jika perhatianmu pun tidak pernah dia dapatkan sama sekali? Akhirnya Putri saya berhenti, dan kembali menjadi Zinde yang dulu. Miris sekali memang kisah cinta Putri saya ini.”             Raka langsung meringis mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh Ayah Zinde, sarat akan sindiran yang amat tajam.             “Bahkan semalam, sebelum pertemuan ini terjadi, Zinde juga sudah bercerita tentang hal yang baru saja kamu ceritakan kepada saya. Dia memberitahu semua kisah masa lalunya denganmu walaupun saya sudah tau sebelumnya, dia bercerita sambil menangis kalau kamu mau tau, Zinde bilang bahwa dia tidak mau melepaskan apa yang sudah dia dapatkan dari sebuah perjuangan, yang dia maksud itu adalah kamu, walaupun dia tau bahwa dia pernah berbuat jahat namun dia berjanji tidak akan pernah melakukan hal jahat seperti itu lagi. Zinde itu amat baik hati Raka, hatinya lembut jika kamu tidak tau, saya paling tidak suka jika dia disakiti oleh siapapun.”             Raka menunduk, dia sangat-sangat tau akan hal itu, maka sampai sekarang pun rasa bersalah itu masih akan tetap ada di hatinya. Tapi Raka selalu berusaha menebusnya dengan berbuat baik kepada Zinde, walaupun perlakuan itu bukan hanya karena rasa bersalah semata melainkan karena dia memang ingin melakukannya juga.             “Pertemuan saya dengan Ragana tadi adalah pertemuan untuk membatalkan perjodohan Zinde dan Lucas.”             Raka langsung mengangkat kepalanya, begitu pula Daniel yang langsung menatap Artawijaya dengan setengah tak percaya.             “Saya selalu mau yang terbaik untuk Putri saya, apapun yang membuatnya bahagia pasti akan saya berikan. Melihat bagaimana dia memohon semalaman untuk tetap mempertahankanmu dan meminta untuk membatalkan perjodohan tersebut membuat saya sadar bahwa memang hanya dengan kamu Zinde bisa bahagia. Maka dari itu saya ingin meminta tolong pada kamu Raka, untuk jangan pernah menyakiti Putri saya lagi, perlakukan dia dengan baik sebagaimana saya memperlakukannya selama ini. Saya tidak mau menyerahkan Zinde kepada laki-laki tidak bertanggung jawab karena jika saya sampai melihat Putri saya terluka karena kamu, pasti kamu tau apa yang akan saya lakukan.”             Jika boleh, sejujurnya Raka ingin menangis sekarang juga. Apa yang dia inginkan benar-benar terwujud dan dia akan membuktikan bahwa dia benar-benar serius dengan Zinde.             “Saya berjanji untuk tidak mengecewakan Zinde, Om. Saya berjanji.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN