Bagi Lalisa, Raden Aksa Bagaskara adalah sesosok laki-laki yang hanya bisa dia temukan dalam cerita fiksi pada platfrom baca di dalam handphonenya. Aksa itu adalah definisi paling sempurna dari tipe laki-laki idamannya. Segala hal yang ada pada diri laki-laki itu benar-benar masuk ke dalam kriterianya— baik itu dari wajah, sikap, karakter, bahkan sampai style laki-laki itu benar-benar bisa membuat Lalisa jatuh cinta.
Sejak awal perkenalan MOS kala itu, Lalisa sudah menjatuhkan hatinya pada sosok Aksa. Berbeda jauh dengan Raka yang pada saat itu justru sudah sibuk tebar pesona karena sifatnya yang memang kelewat pede dan bonus wajahnya yang memang tampan, dan Barga sebagai yang tertua justru memiliki karakter kelewat dingin sehingga siapapun enggan untuk mendekat dan memilih untuk tidak menegur sapa laki-laki itu, dan Aksa justru memiliki sifat yang kelewat polos sebagai seorang siswa baru SMA pada umumnya.
Umumnya, anak-anak yang baru memasuki masa SMA adalah mereka yang mau menginjak usia remaja— usia dimana mereka ingin selalu memperhatikan diri sendiri dan baru mengenal apa itu cinta. Tapi menurut Lalisa, Aksa yang pertama kali dia lihat hari itu adalah Aksa yang benar-benar polos dan terlihat takut jika ditinggalkan oleh Barga dan Raka.
Aksa memang selucu itu, bahkan sejak pertama kali Lalisa melihatnya.
Tetapi waktu akan selalu berjalan dan akan ada banyak hal yang berubah, termasuk tiga bersaudara Bagaskara itu. Lambat laun mereka menjadi lebih dikenal oleh setiap orang di sekolah mereka, apalagi Raka yang jangan ditanya ada berapa banyak rekornya sebagai playboy pada masa itu. Barga yang masih tetap tidak bisa ditembus dinding kokohnya. Dan Aksa yang lambat laun benar-benar berubah menjadi pribadi yang luar biasa.
Di saat ada banyak gadis seusianya yang sibuk memperhatikan Raka yang suka tebar pesona. Dalam diam Lalisa sebenarnya sibuk memperhatikan pertumbuhan yang terjadi dalam diri Aksa, melihat bagaimana gigihnya laki-laki itu belajar, atau kadang kala melihatnya belajar untuk sebuah ujian di ruang serba guna, melihatnya tumbuh menjadi laki-laki pintar yang selalu berprestasi sampai akhirnya memberikan status untuk dirinya sendiri sebagai Ketua OSIS sekolah mereka.
Jujur saja Lalisa sangat senang dengan perubahan drastis dari laki-laki itu dan karena perubahannya juga Lalisa jadi semakin jatuh pada pesonanya.
Lalisa sangat-sangat tau bahwa Aksa menyukai sahabatnya, Nabila. Tapi Lalisa bukanlah gadis berpikiran sempit sehingga harus marah karena laki-laki yang disukainya justru menyukai gadis lain. Lalisa bukan tipe gadis seperti itu dan tidak akan pernah menjadi seperti itu.
Karena selama ini juga Nabila banyak membantunya dalam banyak hal dan Nabila benar-benar menjadi sosok teman yang baik. Lalisa tidak pernah menyesal karena sudah berteman dengan gadis ini.
ting!
Lalisa mengalihkan tatapannya pada sosok Aksa yang baru saja masuk ke dalam Kedai Cafe miliknya. Ya, setelah lulus kuliah Lalisa memang memilih untuk mendirikan sebuah Cafe kecil di perempatan kota karena memang ini adalah keinginannya sejak dulu.
“Bentar, ya.” Lalisa memberikan gesture agar Aksa menunggunya di salah satu bangku, laki-laki itu tidak bilang sebelumnya jika dia ingin datang dan Lalisa cukup kaget dibuatnya.
“Kamu ngapain deh ke sini nggak bilang-bilang?”
“Kamu pulangnya masih lama, ya? Ah, atau bisa keluar gak sekarang?”
“Mau ngapain?” Lalisa memandang Aksa dengan tatapan aneh, Aksa jarang sekali mengajaknya keluar secara mendadak seperti ini.
Aksa tak langsung menjawab, jemarinya justru terulur untuk membenarkan anak rambut Lalisa yang berantakan, menyelipkannya ke telinga gadis itu. “Aku kangen,” jawabnya tiba-tiba dengan suara pelan.
Aksa selalu tidak bisa ditebak.
Dia selalu punya cara untuk membuat Lalisa jatuh untuknya.
“Kamu… lagi bercanda, ya?”
Bibir Aksa mencebik menimbulkan kesan lucu bagi Lalisa yang melihatnya. “Aku beneran kangen, Lalisa. Udah seminggu bantuin Raka ngurus perusahaan akunya jadi gak punya waktu buat main bareng kamu.”
For yout information, Aksa juga memang bekerja di perusahaan Papanya, membantu sang kakak untuk memegang kendali alih-alih mencari pekerjaan lain karena dia ingin membantu membangun apa yang sudah ada apalagi itu perusahaan papanya.
“Ayo, kamu bisa keluar sekarang nggak?”
Suara Aksa kembali menyentak kesadaran Lalisa. Gadis itu sedang mempertimbangkan beberapa hal sebelum menjawab. Karena hari ini karyawannya sedang izin dan tidak ada yang bisa menjaga kedai selain dirinya. Jika ingin ditutup sekarang akan sayang rasanya karena hari ini sedang ramai dan hari juga masih siang.
“Aksa, kamu mau ngajak aku keluar udah punya rencana belum mau kemananya?”
Aksa diam sebentar tampak berpikir, sepertinya dia sedang mencari referensi tempat yang bisa mereka kunjungi. “Kalo sekarang aku belum tau, tapi nanti kita bisa pikirin sama-sama di jalan, yang penting aku bisa habisin seharian ini sama kamu karena aku beneran kangen banget sama kamu Lalisa.”
Lalisa tertawa, Aksa kalau sedang rindu kenapa jadi seperti anak kecil? Cheesy tapi juga cute di saat yang bersamaan.
“Yang penting tuh seharian ini sama aku terus ‘kan?”
Aksa mengangguk dengan begitu bersemangat tanpa berpikir.
“Aksa, kamu mau nggak kalo habisin waktu sama akunya di sini aja? Karyawanku hari ini enggak masuk dan aku harus jaga kedai, kalau mau di tutup kamu bisa liat sendiri kalo kedaiku lagi rame dan ini masih siang, paling enggak aku harus tutup nanti sore. Kalo kamu mau, kamu bisa tunggu bareng aku di belakang counter, nanti juga aku bisa ajarin kamu cara bikin kopi, kamu selalu pingin belajar tapi nggak pernah ada waktu kan? Sekarang aku bisa ajarin kamu.”
Aksa tuh anak terakhir dari tiga Bagaskara bersaudara, dia tetap si bungsu yang akan sangat bersemangat walaupun umurnya sudah dewasa. Karena setelah mendengarkan penawaran yang Lalisa suguhkan, tanpa banyak berpikir laki-laki itu segera menarik tangan gadisnya untuk kembali ke belakang counter.
Lalisa hanya bisa terkekeh melihat tingkahnya, sekarang Aksa sangat-sangat lucu sehingg Lalisa bisa pusing karena tingkahnya.
Walaupun dulu laki-laki itu jarang menemukan dirinya, dan harus selalu tertutup lantaran akan selalu ada Nabila yang menjadi nomor satu untuk laki-laki itu. Maka sekarang akan berbeda. Aksa akan selalu menomorsatukan Lalisa dalam hal apapun, dan semua itu terjadi setelah Lalisa bercerita bahwa dia sudah mengagumi sosok Aksa sejak lama. Aksa tidak pernah menyangka bahwa ada gadis yang benar-benar tulus mencintai dan menunggunya disaat dia yang dulu selalu tertolak setiap kali mengajak Nabila berpacaran.
Tuhan itu memang pasti akan selalu adil, dia memberikan Aksa seseorang yang bahkan sejak awal sudah berada di dekatnya. Aksa tidak perlu mencari dalam jarak yang jauh kalau ternyata Lalisa memang sudah ada di depannya sejak dulu.
Dan Lalisa, sejenak semua yang terjadi terkadang hanya seperti mimpi baginya. Melihat tawa Aksa sedari dekatlah yang membuat Lalisa yakin bahwa laki-laki itu sekarang memang miliknya.
Karena apapun yang mereka lakukan, di manapun, asal mereka berdua selalu bersama, maka keduanya akan merasa bahwa hari yang mereka jalani akan selalu indah.