26 : Mereka Dengan Ceritanya

1421 Kata
Empat hari sebelum ulang tahun sekolah. Aksa mengedarkan seluruh pandangannya ke sekitar sekolah. Dia sudah berkeliling, mencari di kantin, perpustakaan, taman sekolah dan terakhir kelas, tapi tak kunjung menemukan seseorang yang dia cari. Hingga ketika dia sampai di depan lab bahasa inggris, bola matanya berbinar senang, bersamaan dengan suaranya yang hampir saja menggelegar, "LA─ASTAGA!" Aksa langsung bersembunyi di balik dinding, hampir saja dia memanggil Lalisa ketika ada Nabila di sana. "Gimana coba gue nemuin Lalisa kalo ada Nabila disana?!" Dia merutuk sendiri, kemudian mengeluarkan ponselnya lalu mengetikkan sebaris pesan untuk Lalisa diujung sana. Sudah tiga hari ini Nabila masuk sekolah, dan gadis itu benar-benar kembali total. Berkat bantuan Raka juga tentunya, yang mengatur tempat duduk dikelas─ dua baris kanan diisi oleh semua laki-laki, dan dua baris setelahnya diisi oleh perempuan. Raka juga meminta teman laki-lakinya untuk tidak terlalu banyak bicara pada Nabila beberapa hari ke depan, mengingat bahwa Nabila masih dalam masa penyembuhan dan dia belum terlalu bisa terlalu dekat dengan laki-laki manapun. Tapi tentu saja, triplets menjadi pengecualian. Terutama Barga. Oke, Aksa tidak ingin membahas hal itu sekarang, karena dia memiliki pembahasan yang lebih penting dengan gadis yang baru saja sampai di depannya sekarang. "Kena─" Ucapan Lalisa terhenti, ketika Aksa tiba-tiba menariknya mendekat─bermaksud untuk bersembunyi. Tapi yang dirasakan Lalisa justru hal yang berbeda, Lalisa juga tidak paham bagaimana semua ini berawal, hanya saja terasa ada yang beda setiap kali dia dekat dengan Aksa. Entah apa itu. Jantungnya selalu berdetak tidak normal setiap berdekatan dengan laki-laki ini, padahal tidak ada yang pernah terucap diantara keduanya, tapi seakan ada sesuatu yang selalu menarik mereka lebih dekat. "Ayo jalan!" Aksa berseru penuh semangat. "Hah?" Lalisa mengerjap bingung. "Ayo jalan, kita kan udah punya janji buat jalan berdua." Setelah cukup lama berpikir, akhirnya Lalisa mengerti apa yang dimaksud oleh anak bungsu dari triplets bersaudara dihadapannya ini. "Sekarang? Persiapan ulang tahun sekolah? Emang udah selesai semua?" Tiga pertanyaan bertubi-tubi dilayangkan oleh Lalisa, Aksa tidak menjawab, dia hanya menggenggam sebelah tangan Lalisa dan mulai berjalan menuju parkiran sekolah. "Sa, gue masih ada satu jam pelajaran lagi!" Lalisa melepas genggaman tangan mereka, dia berseru keras ketika mengingat bahwa jam pelajarannya masih tersisa. "Tenang aja, gue udah izinin lo kok buat ikut gue, lagian perjalanan kita juga berhubungan sama ulang tahun sekolah ‘kan? Ya, walaupun gue juga pingin modus sih sebenernya, hehehe." Pipi Lalisa menghangat, ada sesuatu yang berkumpul diperutnya, menyebarkan rasa geli yang kentara sekali. "Nabila gimana? Masa dia sendirian?" Pengalihan topik yang tepat, Lalisa tidak bisa berlama-lama dengan sikap Aksa yang seperti itu. "Udah diatur, dia sama Raka dan Zinde untuk sisa hari ini. Barga? Jangan ditanya, dia ada pada misinya sendiri." Aksa mengambil helm, lalu memasangkannya di kepala Lalisa dengan gerakan cepat hingga gadis itu tidak memiliki waktu untuk berangkat, "Jadi sekarang kita berangkat, princess?" ### "Nab, nggak usah deket-deket Raka mulu deh! Ntar gue cemburu!" Zinde menarik Raka yang sedang duduk manis di kursi sebelah Nabila, wajah gadis itu terlihat kesal namun juga bercanda di saat yang bersamaan. "Kalo marah-marah mulu, ntar gue nggak jadi loh ngajak balikannya." "IH RAKA KAN UDAH JANJI!" Nabila terbahak melihat pertengkaran keduanya, sebenarnya ada yang aneh disini, bagaimana bisa Raka kembali dekat dengan Zinde dan Aksa yang diam-diam juga dekat dengan Lalisa, apa mereka berdua sudah benar-benar berhenti untuk mengharapkannya dan menyerahkannya pada Barga? Hah, mengingat Barga, Nabila jadi rindu. "Jangan berantem deh," Nabila berusaha melerai, tidak menyangka juga dengan sifat Zinde yang mendadak berubah drastis sejak kejadian waktu itu. Gadis itu meminta maaf padanya, lalu mengajaknya untuk memulai lembar yang baru sebagai seorang teman. Aneh memang, tapi itu lah kenyataannya. Kalo tanya Raka, pasti jawabannya gini ‘mungkin karena Zinde juga perempuan, jadi dia tau gimana rasanya jadi Nana, makanya dia jadi tobat’ ada benernya sih, tapi ya, Nabila justru bersyukur untuk semuanya. Tuhan memang baik. Dia membalas semua rasa sakit Nabila. Lalu menggantinya dengan hal-hal baru yang membahagiakan. Jadi, jangan pernah salahin Tuhan atas semua masalah yang datang. Coba deh pikir, Tuhan pasti kasih itu semua buat uji seberapa kuat kita bertahan sama cobaan dari-Nya. Setelah itu, dia pasti balas semuanya dengan hal-hal yang lebih baik, bahkan dia juga merubah pribadi kita sendiri menjadi lebih baik. "Nana kok ngelamun sih?" Raka bertopang dagu, memperhatikan Nabila yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. "Kalo lo mikirin Lalisa, dia lagi pergi sama Aksa. Nyari peralatan buat Ulang Tahun Sekolah empat hari lagi." Zinde menjelaskan. Seakan teringat sesuatu, Nabila langsung tersentak, "Aduh! Ulang Tahun Sekolah empat hari lagi ya? Aku belum beli gaun lagi, mana aku disuruh tampil nyanyi, jadi mc juga, gimana nih?!" Nabila panik sendiri, pasalnya dua hari yang lalu Pak Eko mendatanginya, lalu memintanya untuk mengisi mc yang kebetulan masih kosong, walaupun Pak Eko memintanya dengan nada yang tidak enak hati. Tapi Nabila tentu tidak bisa menolak permintaan itu. "Yaelah, lo anggep gue apa sih? Baru aja kita temenan, lo lupa gue bisa ngapain aja?" Zinde berucap sarkas, memang seperti itu sifatnya, jadi maklumi saja. "Yeu, nenek lampir, jangan galak-galak dong." Raka mencibir. Zinde melotot ke arah laki-laki itu, "ngomong lagi coba?! Gue lempar kursi nih nanti!" "Nggak jadi gue ajak balikan." "RAKA!" "Udah dong, astaga." Nabila memegangi kepalanya, teriakan Zinde menggema disana. "Jadi, lo bisa apain gue?" Zinde tampak memperhatikan Nabila, lalu berucap selang beberapa detik kemudian. "Gue punya banyak gaun yang seukuran sama lo, dan tentu, gue bisa ubah lo yang upik abu ini jadi cinderella, tertarik?" "HEH SEMBARANGAN! NANA BUKAN UPIK ABU!" "Bacot!" Zinde berteriak di depan wajah Raka. Nabila tertawa lagi, tidak ada yang lebih indah dari pertemanannya sekarang. "Oke, empat hari lagi, gue serahin semuanya sama lo." Ucap Nabila mantap, dan tanpa gadis itu sadari ada sebuah senyum yang terbit di bibir Zinde dan Raka. ### "Lo kemana aja sih, kok bolos seharian?!" Barga nyengir lebar, menatap Nabila di depannya yang sedang menunjukkan raut wajah luar biasa kesal, "Maaf dong, tadi sibuk sama anak futsal." Baru saja Barga ingin menggenggam tangannya, Nabila langsung menepis kuat-kuat. "Gue nungguin di sekolah, sampe maghrib kayak gini, lo kira gue nggak takut?!" "Tapi kan ditemenin Pak Satpam," Barga menjawab dengan polosnya seraya menatap Satpam yang berada tak jauh dari mereka. "Lagian, kalo udah tau lama, kenapa masih ditungguin coba?" Nabila terdiam, "Y─ya kan, lo sms gue, nyuruh nunggu lo. Gue nggak boleh pulang sama siapapun selain lo." Barga terkekeh lucu, tangannya terangkat untuk mengusap pelan puncak kepala Nabila. "Duh nurut banget sih, jadi makin sayang deh." "A─apasih!" Laki-laki itu berjalan menuju motornya, mengambil sepasang helm lalu memakaikannya dengan hati-hati di kepala Nabila, "karena udah nunggu lama, jadi sekarang lo harus ikut gue." Barga memasang helmnya sendiri, lalu menarik Nabila untuk segera naik ke motornya. "Mau kemana?" Mesin motor dihidupkan, Barga melirik Nabila lewat kaca spion, "Lo harus semangatin gue balapan hari ini." ### Suara bising yang asing memenuhi indera pendengaran Nabila, sedari tadi─sejak sampai di tempat ini, Nabila tidak pernah mau melepaskan genggaman tangannya pada Barga. Tangan mereka berdua selalu bertaut, walaupun tidak ada yang memperhatikan, Nabila tetap saja merasa takut. "Ada gue disini, lo nggak perlu takut, mereka baik kok." Barga menuntun gadis itu menuju Donghan, ada Jeno juga disana yang menunggunya. Menunggu untuk balapan. "Weitss! Ini Nabila?!" Barga mengedipkan sebelah matanya, lalu meletakkan jari telunjuknya dibibir, menyuruh Donghan untuk diam. "Jadi kan? Bayarannya sama kayak apa yang gue minta?" "Udah siap!" Kini Jeno yang berucap, "Kalo lo kalah, motor lo buat gue! Tapi kalo lo menang, be─" Barga melotot ke arah Jeno, laki-laki itu langsung terkekeh canggung. "Hampir aja," Gumamnya pelan. "Lo bakal tinggalin dia disini kan sama gue?" Donghan bertanya, matanya sesekali melirik Nabila yang kelihatan takut berada di antara mereka, mungkin trauma itu masih ada pikir Donghan. Barga memang menceritakan semuanya kepada Donghan, karena bagaimanapun, Barga sudah menganggap laki-laki itu seperti bagian dari keluarganya sendiri. Barga tersenyum, "enggak, dia bakal ikut gue." "LO MAU AJAK DIA?!" Barga mengangguk mantap bersamaan dengan genggamannya pada jemari Nabila yang semakin menguat. Mereka semua berjalan ke arena, Nabila ketar-ketir sendiri setelah mendengar bahwa Barga ingin mengajaknya, ini pengalaman pertama kali, dan Nabila tentu saja takut. Dilihatnya Barga melepaskan jaket yang sedari tadi dia pakai, lalu memakaikannya kepada Nabila tanpa aba-aba. "Jangan takut," Barga berkata entah untuk yang keberapa kalinya, "gue bakal kasih lo kebebasan, percaya sama gue, ini nggak seburuk yang lo kira. Selama ada gue, lo nggak bakal kenapa-napa." Tanpa sadar Nabila mengangguk. "Doain gue menang, karena kalo hari ini gue menang, nanti lo juga yang bakal seneng." Barga mengeluarkan smirk andalannya, membuat wajah Nabila merona seketika. Barga naik lebih dulu ke motornya, disusul Nabila setelahnya. Banyak sekali teriakan-teriakan heboh yang menyaksikan Barga membawa seorang gadis untuk balapan, disela kebisingan yang memekakan telinga tersebut, jemari Barga menarik lengan Nabila untuk melingkar dengan sempurna di perutnya. "Peluk gue terus, jangan di lepas." Alih-alih menjawab, Nabila justru mengeratkan pelukannya, dia menenggelamkan wajahnya pada bahu lebar Barga seraya berkata lirih, "gue takut kita kenapa-napa, Ga." "Percaya sama gue." Tangan Barga mengusap lengan Nabila sekilas, sebelum raut laki-laki itu berubah serius bersamaan dengan bunyi peluit yang menggema. Untuk malam ini saja, Barga ingin membawa Nabila, untuk mengukir sebuah cerita baru bersamanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN