SPECIAL PART 4: AKU SEORANG PRANATA

1529 Kata

Bandung, dua tahun kemudian. “Ayo, Kakek!” celoteh Bumi seraya menarik-narik tangan Kakeknya. Putra pertamaku itu hanya mengenakan celana dan kaca mata renangnya. “Bumi berenang sendiri aja, Nak,” ujarku, lembut. “No! Sama Kakek aja.” “Kasian Kakek kedinginan Bumi ajak berenang terus. Kan Bunda bilang jangan tiap hari berenangnya. Kalau mau setiap hari, gantian ajaknya jangan Kakek melulu. Kan ada Nenek, ada Ante Alin.” “No! Kakek aja! Ailnya ga dingin, Unda! Hangat tuh!” balas bocahku yang baru berumur dua tahun itu lagi. Aku menggelengkan kepala sementara sang Kakek yang sedari tadi mengikuti percekcokan khas Ibu dan anak ala kami terus saja terkekeh pelan. “Udah biarin aja, Na. Tinggal aja. Nanti kalau sudah nyebur juga Bumi lupa siapa yang nemenin,” ujar Bunda yang membaw

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN