Jam di atas nakas menunjukkan jika hari baru saja berganti. Pensil mekanik masih gue genggam, membuat goresan-goresan dari ujung grafit dengan lembar sketchbook, yang entah setelah berapa lama berubah bentuk menjadi ilustrasi pasangan yang sedang tertawa lepas seraya menatap langit. Gue sudah menduga hal seperti ini akan terjadi. Kalaupun bukan Ivan, pasti akan ada sosok lain yang mencoba mendekati Hana. Ditambah keberadaan jarak jauh di antara kami yang pasti membuat Hana kesepian. Oh, bukan cuma Hana, gue pun merasakan hal yang sama. Sudah beberapa kali gue terlambat saat janjian video call dengan Hana, dari yang tadinya Hana paham sampai belakangan Hana kerap kali memberengut sepanjang temu virtual kami. Ya emang gue yang salah sih, gue yang ga bisa ninggalin lab sebelum kerjaan gue