Jakarta, hari yang sama, di pagi hari. Ponsel yang kugenggam masih menempel di telingaku, ia yang kurindukan sudah mematikan sambungan kami begitu saja. Entah apa yang terjadi denganku, kenapa pikiranku tak tenang seperti ini. Sepulang dari Singapura sebulan yang lalu, aku mulai merasa Edo seringkali ingkar dengan janjinya. Dari mulai ia yang amat sangat jarang membalas pesanku di siang hari, sampai ia yang kerap kali mengantuk atau tertidur saat sedang berkomunikasi denganku. Belum lagi ia yang nyaris selalu terlambat di janji temu tatap muka virtual kami. Aku paham Edo sibuk, tapi apa tak ada waktu sedikitpun untukku? “Itu namanya lo ga paham, Dek,” ujar Bang Irgi seraya mengunyah sarapan paginya. Aku memberengut, mataku sudah mulai memanas. “Sayang!” tegur Kak April ke suaminy