EDO Hana menyatukan telapak tangan kami berdua, menyisipkan jemarinya di antara jemari gue, lalu menggenggam erat. Hati gue hancur, entah kenapa tiba-tiba perasaan seperti ini hadir lagi. Rasanya gue kewalahan hari ini. Habib yang pergi setelah diintimidasi Farell, Kak Luna yang memberi gue peluang sekaligus pilihan sulit, dan sekarang pangerannya Hana muncul kembali. Ga berguna banget kan gue? “Kok diam aja? Edo kenapa?” tanya Hana lembut. Ivan masih menatap gue dengan tatapannya yang begitu tenang, seolah tak ada emosi di sana. Sementara Bang Dirga sibuk dengan puding mangganya yang entah gelas keberapa. “Edo agak pusing. Edo keluar dulu ya Na,” ujar gue seraya tersenyum, sekuat tenaga menyembunyikan emosi di d**a gue. Genggaman tangan kami gue angkat, kecupan hangat gue labuhkan di p