“E-enggak! Belum boleh!” Aku mendorong Mas Al pelan, lalu menyingkir. Aku mengusap air mataku cepat-cepat. “Aku habis nangis. Rasanya asin.” Mas Al seketika tertawa. Dia akhirnya bangun, sementara aku memunggunginya untuk mengusap air mataku sampai benar-benar bersih. Berikutnya, aku turun dari ranjang dan duduk di sofa. “Rupanya kamu pinter ngerusak suasana, An.” “Biarin! Mana mau first kiss-ku rasa air mata.” Mas Al akhirnya ikut turun dari ranjang. Dia berdiri di depanku, lalu kedua tangannya setengah merentang. “Kalau gitu, peluk, sini.” Kalau yang ini aku tidak bisa menolak. Aku tersenyum, lalu segera berdiri dan menubruknya. Mas Al mendekapku erat. Aku merasakan dia mengecupi pucuk kepalaku berkali-kali. Aku diam saja karena aku percaya diri rambutku harum. Kalau belum mand