Mas Al terus menggenggam tanganku selama perjalanan pulang. Sesekali dia melepas jika diperlukan, sesekali dia menoleh sambil tersenyum. Aku masih dalam kebingungan. Belum ada penjelasan apa pun tentang dia yang tiba-tiba menyebutku sebagai istrinya. Tadi, tiba-tiba perawat datang dan akhirnya kami menyelesaikan administrasi serta lain-lainnya lebih dulu. Aku seperti orang linglung. Bahkan ketika aku bertanya, jawabannya selalu ‘habis ini dijelasin setelah tiba di rumah’. Itu tidak bisa diganggu gugat. Jadi ya sudah, aku hanya bisa mengangguk pasrah. “Mau mampir beli-beli dulu atau enggak?” tanya Mas Al ketika kami hampir melewati salah satu supermarket terbesar di Jogja. “Enggak. Aku mau cepet tiba di rumah.” “Ya udah.” Mobil Ayah di depan. Hari ini beliau membawa mobilku. Jal