“M-maksudnya, a-aku hamil?” Naya tiba-tiba mendorongku kuat sampai aku jatuh ke samping. Matanya masih melebar, terlihat benar-benar kaget. “Mas Iqbal jangan bohong!” Sudah terlanjur aku memberi tahunya, aku harus bertanggung jawab atas ini. Awalnya aku memang berencana memberi tahu Naya kapan-kapan, tetapi entah kenapa barusan aku tidak bisa menahan diri. Aku ingin dia segera tahu kalau di dalam rahimnya sudah ada buah cinta kami. “Serius, Nay ...” “Mana buktinya?” Naya akhirnya bangun dan aku lihat matanya mulai memerah. Tiba-tiba aku memiliki firasat buruk. Aku segera melompat turun dari ranjang untuk mengambil testpack dan polaroid hasil usg di laci kanan meja rias. Begitu kembali, aku segera menyerahkan dua benda itu. “Ini, Nay.” Air mata Naya tiba-tiba menetes. “M-masa a