Bisakah Kita Merelakan?

984 Kata

Semilir angin malam terasa dingin menusuk kulit. Mata Jenny bahkan menyipit saat desau angin menerpa wajahnya. Tepat di sebelahnya Ikhsan juga tertegun dengan jari saling berpilin. Tatapan mereka berdua sama-sama terpaku pada lapangan bola yang kosong dan hanya di terangi oleh beberapa lampu penerangan stadion yang menyala. Cuaca malam ini nyatanya tidak lebih dingin dari hati mereka yang sudah membeku. “Apa kamu sering ke sini?” tanya Jenny. Ikhsan tersenyum pelan. “Saat butuh ketenangan aku selalu ke sini.” Jenny beralih menatap rumput stadion yang sudah tidak terawat. “Apa stadion ini sudah tidak dipakai lagi?” “Yah... semenjak ada stadion yang baru di arah selatan, stadion itu nggak digunakan lagi,” jawab Ikhsan. “Hahahahaha....” “Hahahahahaha....” Ikshan terkejut dengan napas

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN