POV Debby
Sudah beberapa hari sejak terakhir kali aku melihat Marco dan itu adalah sesuatu yang aku pilih. Aku dan dia mengirim beberapa pesan teks, dan dia mengirimiku pesan teks yang lebih banyak daripada aku yang mengiriminya pesan teks. Seperti yang aku katakan aku harus membuat jarak kecil di antara aku dan dia sebentar. Aku akan bertemu dengannya malam ini, karena ada salah satu di antara teman-teman kami ada yang sedang berulang tahun. Aku harus pergi ke acara itu, karena Edward yang berulang tahun, sedangkan Marco sendiri adalah sahabatnya. Aku sangat yakin kalau Marco pasti akan ada disana.
“Debby, bisakah kita mengobrol sebentar?” tanya Adel yang muncul di depan pintu kamarku.
“Apakah semuanya baik-baik saja?” tanyaku penasaran, karena tiba-tiba saja Adel mengajak aku mengobrol.
“Ya, Aku hanya berfikir kalau aku akan memberitahumu sesuatu. Marco malam ini mungkin akan mengajak seseorang untuk di jdikan pasangan kencan, bisa dikatakan kencan kedua mungkin” kata Adel dengan sedikit tersenyum.
“Yaaa... setidaknya itu ada peningkatan daripada main-main” Aku mengindikkan bahu.
“Itu tidak mengganggumu?” tanya Adel merasa heran.
“Tidak. Kenapa memangnya?” ucapku bertanya.
“Aku pikir kau dan dia memiliki suatu masalah yang terjadi” kata Adel.
“Itu hanyalah tentang hubungan Sekss, tidak ada yang lain. Di bisa melakukan apa yang dia mau. Apakah kau benar-benar berpikir kalau aku akan elakukan lebih dari sekedar hubungan sekss dengan pria seperti dia?” kataku sambil tertawa.
“Baiklah kalau kau bilang begitu. Mungkin aku percaya” jawab Adel, yang jelas-jelas tidak percaya dengan apa yang aku katakan.
Apa sulitnya percaya kalau itu hanyalah tentang sekss? Aku yakin teman kencannya tidak akan lama, dia pasti akan bosan dengannya.
“Jujur saja Adel, aku baik-baik saja. Dia bisa berkencan dan bercinta dengan siapapun yang dia inginkan” kataku, sedikit meyakinkan Adel.
Dia menganggukkan kepalanya seolah mengerti. Aku dan Adel berbicara sebentar sebelum kami harus bersiap-siap untuk malam ini. Kuharap Marco tahu, dia tidak akan mendapatkan apapun dariku, jika sampai dia berkencan atau bercinta dengan orang lain. Akan aku pastikan dia tidak akan bisa mendekatiku jika itu sampai terjadi.
-
-
Adel dan Thio pergi ke restoran tempat kami akan membuat acara malam ini. Aku dan Adel mengitari sekeliling, melihat semua orang yang datang sebelum menuju ke arah mereka. Tidak ada tanda-tanda kalau Marco datang dengan pasangan kencannya.
“Selamat ulang tahun Edward” kataku sambil memeluknya.
“Terima kasih Debby. Ayo, aku akan memperkenalkanmu pada beberapa orang yang belum pernah kau temui. Adel sudah bertemu dengan mereka semua” kata Edward sambil tersenyum.
“Hei semuanya. Ini Debby, sahabat dari Adel. Debby, ini Artur, lucy, Darren dan Max” ucap Edward memperkenalkanku pada teman-temannya.
Aku tersenyum manis pada semua orang, menyapa mereka semua, meskipun mataku tertuju pada sosok Darren sedikit lebih lama. Brengsekk! Ternyata dia memiliki postur tubuh yang bagus. Aku tersenyum padanya dan yang membuatku senang, dia juga membalas senyumanku.
“Hei, kau bisa duduk di sini cantik” ucapnya tersenyum padaku.
“Terima kasih” kataku sambil memberikan senyum terseksiku lalu mengambil kursi yang dia tepuk di sebelahnya.
Aku duduk, mengalihkan perhatianku padanya ketika Adel dan Edward menyapa disana.
“Senang bertemu denganmu Debby” katanya dengan senyum paling menawan di wajahnya.
“Aku juga Darren” aku menjawab dengan senyum manis.
Darren dan aku mengobrol sebentar, haruskah aku katakan kalau dia menggoda. “Sepertinya kau dan aku terlihat cocok” katanya dengan sedikit tertawa. Sungguh dia terlihat sangat lucu. Satu hal yang sangat sulit untuk dicari dalam sebuah lelucon pria.
“Maaf kami datang terlambat”
Aku mendengar suara yang begitu familiar di telingaku. Aku mengalihkan perhatianku pada suara itu. Ternyata dia menatapku dan aku memberikannya senyuman kecil sebelum aku mengalihkan perhatianku padanya.
“Ini Freya.. Freya itu adalah teman-temanku semua” ucapnya berkata.
Marco menyapa semua orang sebelum dia memutuskan untuk duduk di sampingku. Dari semua tempat, kenapa dia memilih untuk duduk di sampingku. Aku harus menahan diri untuk tidak memutar mataku.
“Bagaimana kabarmu Cuz? Sudah lama aku tidak pernah melihatmu” Darren tersenyum pada Marco.
Oohh.. apakah mereka sepupu? Ketampanan memang harus diturunkan dalam keluarga.
“Kabarku baik teman. Kau pun tahu bagaimana cara kita menjalani kehidupan yang sesungguhnya” dia menyeringai, membuat Darren terkekeh. “Bagaimana dengan kabarmu?” ucapnya menambahkan.
“Kabarku baik. Aku senang bisa mengenal Debby disini” ucap Darren sambil mengedipkan mata.
Sumpah demi apapun, aku melihat sedikit kemarahan terpancar dari mata Marco ketika Darren mengatakan itu padanya. Aku harus menahan diri untuk tidak tersenyum padanya.
“Semoga kau beruntung dengan itu” kata Marco sambil memutar matanya.
“Apakah kalian berdua saling kenal?” Darren bertanya bingung.
“Bisa dibilang begitu” kata Marco sambil menyeringai.
“Ya, kami pernah bertemu sesekali atau dua kali” aku mengangkat bahu seolah itu tidak berarti apa-apa.
Aku melihat dari sudut mataku tangan Marco bergerak, meletakkan tangannya di atas pahaku di bawah meja. Nafasku tercekat di tenggorokan karena ujung jarinya yang ada di kulitku. Aku mengabaikannya, aku tahu kalau dia sedang menunggu respon dariku, tapi aku tidak memberinya respon.
“Aku pikir itu lebih dari itu” kata Marco terkekeh. “Kami menghabiskan banyak waktu beberapa minggu terakhir” ucapnya menambahkan. Jari-jarinya naik lebih jauh ke atas kakiku, diam di paha bagian dalamku, tepat di bawah bagian tengahku.
Aku memejamkan mata sejenak, menggigit bibirku keras-keras untuk menahan diri agar tidak mengerang di depan semua orang.
Darren memandang Marco dan kemudian memandangku, ia merasa bingung dengan apa yang sedang terjadi sebenarnya.
“Barley” ucapku tertawa.
Aku bisa merasakan tatapan mata teman kencannya Marco membakarku, oh, jika mungkin, tatapan itu lebih ke tatapan yang bisa membunuh. Apa masalah wanita jalang itu? Aku memutuskan akan lebih baik untuk mengubah topik pembicaraan.. menaruh perhatian dimana saja, tetapi pada Marco dan aku. Aku tidak ingin menjelaskan situasi ini pada mereka. Syukurlah itu berhasil, tetapi ada satu hal yang masih menggangguku, yaitu tangannya Marco yang tidak berhenti mengusap-usap pahaku. Freya pergi untuk mengangkat panggilan telepon, Darren sedang berbicara dengan Edward, lalu Marco mengambil kesempatan itu untuk berbisik di telingaku.
“Hei seksi, aku merindukanmu dan tubuh telanjangmu di bawah tubuhku. Apakah kau menggoda sepupu ku untuk mencoba membuatku cemburu? Jika memang itu rencananya , kau berhasil karena aku memang cemburu dan aku menginginkanmu. Aku tidak mau dia memilikimu saat ini atau sampai kapan pun, Debby. Kau hanya milikku dan hanya aku yang boleh menginginkanmu. Aku tahu kau juga sama halnya denganku, kau juga menginginkan diriku. Kau ingin aku melakukan semua hal itu lagi padamu seperti yang aku lakukan padamu ketika kau tinggal di rumahku malam itu” ucapnya berkata dan mengerang di telingaku.
Aku berbalik menghadapnya, menjilati bibirku ketika aku melihat hasrat membara di matanya untukku. Aku ingin menjangkaunya, menciumnya, meraih lengan nya, menyeretnya ke kamar mandi dan bercinta dengannya disana. Bercinta dengannya adalah hal terakhir yang ada di pikirannya.
Aku mengulurkan tanganku untuk meraih pahanya, perlahan-lahan naik ke atas, mendarat di selangkangannya, mengusapnya melalui celana jeansnya. Dia mengeluarkan erangan serak, dan kepalanya jatuh ke belakang.
“Aku tidak pernah melihatmu sebagai pria yang pencemburu, Marco. Apa pengaruhku begitu besar padamu sayang? Apakah tubuhku yang menempel padamu membuatmu merasa seperti menjadi laki-laki sejati? Apakah ciumanku di kulitmu membuatmu ingin bercinta denganku? Berulang-ulang? Apakah caraku membuatmu keluar, membuat dirimu cukup menginginkanku sehingga ketika kamu sedang bersama dengan wanita lain, kau malah memikirkanku?” aku mendengus di telinganya.
Yang bisa dia lakukan hanyalah mengangguk, nafasnya berat, bibirnya mendekat ke bibirku. Betapapun aku ingin menciumnya, aku harus menahan diri, terutama teman kencannya akan kembali kapan saja begitu juga dengan Darren. Aku dan Darren akan bersenang-senang mengobrol.
“Jangan coba-coba” kataku dengan tegas, menarik tanganku dari selangkangannya.
“Kau pun menginginkanku juga Debby” ucapnya mendesis kesal dan terlihat marah.
Aku harus mengakui, aku siap untuk memberikan service yang lainnya darinya. Aku ingin miliknya ada di dalam milikku. Aku mengedipkan mataku padanya, mengalihkan perhatianku kembali ke Darren sejenak karena aku melihat teman kencannya Marco kembali ke meja. Aku memiliki ide lain untuk menyampaikan sesuatu pada Marco. Ak mengambil ponselku, lalu mengirimkan pesan baru ke Marco.
Debby: kau singkirkan teman kencanmu itu, dan aku akan datang padamu malam ini. Kita bisa mencoba beberapa hal baru bersama saat kita main nanti. Aku akan memberikanmu sebuah kesepakatan. Kau dapat memiliki aku sebanyak yang kau inginkan, sebanyak yang kau butuhkan, tetapi aku harus menjadi satu-satunya yang kau ajak bercinta. Jika kau tidak menyetujuinya, maka kau dan aku akan selesai sampai disini.
Sudah waktunya mengujinya dengan sungguh-sungguh seberapa besar dia menginginkanku. Aku melihat Marco membaca pesanku, seringai seksi menghinggapi bibirnya, menoleh ke arahku lalu mengedipkan mata sebelum dia kembali ke ponselnya untuk membalas pesanku.
Marco: Deal! Tapi ini berjalan berbeda arah. Hanya aku satu-satunya pria yang akan bercinta denganmu.
Debby: kau punya kesepakatan sendiri, sayang. Aku akan menemuimu nanti :)
Marco: aku menantikannya seksi baby girl :)
Aku punya firasat kalau dia akan lebih sulit mempertahankan kesepakatan kita daripada aku. Dia menginginkanku. Dia akan bermain dengan aturanku, bukan dengan aturannya sendiri.