POV Marco
Saat aku terbangun di pagi hari, untuk pertama kalinya aku tidur dengan rasa yang begitu nyaman dan nyenyak. Setelah pergulatan antara aku dan Debby semalam, membuat tubuhku begitu terkuras banyak tenaga. Aku bertanya-tanya apakah Debby masih disini? Dan ternyata yang membuatku terkejut adalah, Debby masih tinggal disini. Dia bahkan sedang tertidur dengan lelap disampingku, bahkan masih dalam keadaan yang sama seperti semalam, tanpa sehelai pakaian yang menutupi dirinya. Sungguh pemandangan yang sangat luar biasa untuk ku lihat di pagi hari, membuat milikku bangun hanya dengan melihat tubuhnya. Tadi malam adalah malam yang sangat luar biasa. Aku dan Debby telah mencoba setiap kamar dan di setiap ruangan yang ada di apartemenku, bahkan sampai beberapa kali. Aku memulai percintaan kami dengan aku yang memegang kendali. Pada tengah malam tiba, Debby mengambil alih kendali sepenuhnya. Aku tidak pernah memiliki wanita yang sangat begitu hebat dalam soal urusan ranjang, dan Debby melakukannya dengan hebat, bahkan sangat hebat tadi malam. Aku berantakan merasa lemas dibawah sentuhannya lebih dari sekali. Aku tidak terbiasa seperti itu, harusnya sebaliknya. Tetapi ketika itu terjadi pada diriku, aku tidak peduli. Wanita itu bisa melakukan apa yang dia suka padaku.. dimana saja dan kapan saja. Aku merengkuh tubuhnya, menempatkan jejak ciuman di bahu telanjang dan punggungnya, membuat di mengerang.
“Good morning, penggoda kecilku yang seksi” ucapku berbisik di telinganya, membuatnya bergidik.
Dia perlahan berbalik menghadapku. Yang benar saja, bagaimana mungkin dia terlihat lebih cantik saat di pagi hari? Apalagi dalam keadaan tanpa busana seperti ini, sungguh sangat luar biasa cantiknya. Dia terkekeh saat melihat aku menjilat bibirku sendiri dan dia menggelengkan kepalanya di hadapanku.
“Apa ini Marc? Aku bahkan baru bangn dan kau sudah menjilat bibirmu sendiri di hadapanku? Ucapnya sambil tertawa.
“Ya. Bisakah kau menyalahkanku setela apa yang kau lakukan padaku semalam?” tanyaku menyeringai.
“Aku sudah memperingatkanmu sejak awal, Marco” jawabnya mengedipkan mata.
“Ya. Ya, benar” kataku.
Aku meraih pinggulnya, menarik tubuhnya ke arah tubuhku, bagian depannya melawan tubuhku.
“Bolehkah aku membantumu?” dia bertanya menaikkan alisnya padaku.
Aku tidak menjawabnya, sebagai gantinya, aku menghapus jarak diantara kami, menciumnya dengan kasar. Aku terangsangg lagi, dan aku berharap dia membalasnya juga karena aku benar-benar bisa melakukan pelepasan sekarang. Aku merasa lega ketika dia membalas ciumanku juga, mendorong dirinya ke arahku, menggesekkan miliknya ke juniorku. Aku meraih sesuatu di belakangku yang ada di dalam laci, apalagi kalau bukan alat kontrasepsi.
Setelah aku mendapatkannya, aku merobeknya hingga terbuka dan memakaikannya sendiri padaku. Aku meraih pahanya, meletakkan kakinya di atas pinggulku. Aku menekan tanganku ke bokongnya, mendorong bagian depannya lebih dekat denganku sebelum aku mendorong diriku kedalam dirinya. Aku dan Debby mengerang dengan keras saat aku dan dia menyatu lagi. Aku menikmati miliknya yang menjepit milikku.
-
-
“Ya!!” Debby berteriak ketika aku dan dia mencapai puncaknya bersama-sama.
Aku menjatuhkan diriku ke dalam dirinya, memeluknya erat-erat saat kami menarik nafas. Aku mengedipkan mata padanya, menjauhkan rambutnya yang menutupi matanya, dan dia terkikik.
“Apa kau buru-buru akan pulang?” kataku bertanya dengan suara bergetar.
“Tidak. Memangnya kenapa?” dia bertanya dengan bingung.
“Aku bertanya-tanya, apakah kau ikut bergabung denganku untuk sarapan pagi bersama? Aku ingin membuat pancake keping coklat” jawabku denganku tersenyum.
“Seorang Marco Henry William menawarkan sarapan pagi bersama dengan seorang wanita, apa kau baik-baik saja?” ucap Debby tersenyum.
Dia ada benarnya. Aku biasanya tidak pernah membuat wanita ada disisiku lama-lama, apalagi sampai menawarkan sarapan bersama. Tapi aku mendapati diriku ingin melakukannya untuk Debby, untuk beberapa alasan.
“Aku tidak tahu” ucapku tertawa. “Terserah kau saja mau tinggal lebih lama lagi atau tidak, aku akan baik-baik saja” imbuhku sambil mengindikkan bahu.
Aku berharap dia akan tinggal, aku ingin dia disini sedikit lebih lama karena aku tahu, begitu dia pergi dari sini permainan akan dimulai lagi.
“Ya, tentu, kenapa tidak. Berikan aku sedikit pancake” dia tersenyum lebar padaku.
“Keren, aku akan mulai kalau begitu. Ada celana jogger dan kaos di dalam laci itu, kalau kau mau kau bisa memakainya karena ujur saja aku tidak tau gaunmu ada dimana” ucapku tertawa.
“Terima kasih” jawabnya tersenyum.
Aku mengangguk, beranjak berdiri. Aku mendengarnya mengerang, matanya menatap bokongku yang telanjang. Aku menyeringai pada diriku sendiri sebelum meraih jubah mandiku dan memakainya.
“Hei! Itu tidak adil. Aku sedang menikmati pemandangan dan kau malah menutupnya” aku mendengarnya menggerutu protes. Aku berbalik menghadapnya dan tertawa.
“Hahahaha.... aku pikir kau sudah cukup melihat untuk saat ini” ucapku sambil tersenyum.
Dia menolakku, dan mengusirku. Aku terkekeh, menggelengkan kepalaku sebelum menuju ke dapur, membiarkan dia berpakaian dan bergabung bersamaku ketika dia sudah siap. Aku mengambil semua bahan yang aku butuhkan untuk membuat pancake, menyeduh kopi untuk kami berdua dan juga jus jeruk segar. Aku memulai untuk mengerjakan bahan dan mendengarnya datang tak lama setelah aku tiba di dapur. Aku menoleh untuk melihatnya. Aku menggeram pada diriku sendiri saat aku melihat betapa indah nya dia dalam pakaianku. Debby berjalan ke arahku dan bersandar di meja dekat kompor.
“Bolehkah aku membantu?” ucapnya bertanya.
“Tidak. Kau cukup diam di situ baik-baik, terima kasih. Aku seorang ahli disini” jawabku tertawa.
“Mmmm.. baiklah, kalau begitu aku akan menjadi juri” ucapnya terkikik.
“Ada kopi hangat kalau kau mau” kataku.
“Terima kasih, kau mau juga?” ucapnya menawarkan.
“Ya, aku membutuhkannya untuk menemaniku membuat pancake saat ini” jawabku sambil tertawa.
Debby mengambilkan dua cangkir, dan membuatkan kopi hangat sebelum berjalan kembali ke arahku, dan berjalan ke meja di sebelahku lalu meletakkan kopiku. Aku mengangguk, berterima kasih padanya sebelum kembali membuat sarapan. Keheningan memenuhi ruangan itu meski terlihat sangat santai. Aku memperhatikannya dari sudut mataku, melihatnya menatap ke langit dari balik jendela.
“Hei apa kau baik-baik saja?” tanyaku membuyarkan lamunannya.
“Baik, aku hanya sedikit memikirkan sesuatu” jawabnya sambil tersenyum kecil.
Aku mengangguk, bertanya-tanya. Apa yang sedang ada di pikirannya. Aku memutuskan untuk tidak ikut memikirkannya karena itu bukan urusanku. Ini bukan seperti kami sedang berkencan atau apa. Aku membiarkan dia untuk itu.
“Sarapan sudah siap” kataku lagi-lagi membuyarkan lamunannya.
“Mmm.. mereka berbau sangat lezat” katanya sambil menjilati bibirnya.
“Duduklah, aku akan membawa kan mereka untukmu. Apakah kau ingin menambahkan sesuatu? Buah segar mungkin? Sirup? Atau yoghurt?” ucapku memberikan beberapa pilihan.
“Mmm.. sepertinya buah sugar terlihat lebih enak.
Tak lama kemudian, aku dan Debby duduk di meja. Debby menikmati sarapannya. Dia tampak menikmatinya. Dia mengerang saat dia makan. Aku mendapati diriku mencengkram pinggiran kursi, erangannya membuatku bergidik. Aku mencoba untuk bersikap abai, dan berperilaku baik. Setidaknya sampai kami berdua selesai sarapan, aku sedang berusaha untuk itu.
“Mmm.. Marc ini rasanya sangat enak” erangnya menatapku.
“Sial!!” erangku. Aku merasakn milikku bangkit lagi dari balik jubah mandiku.
Apa dia bercanda? Aku bahkan tidak bisa melewati sarapanku tanpa ingin membawanya kembali ke atas ranjang. Itu salahnya. Aku merasa jika dia sengaja terus-terusan mengerang anya untuk memancingku. Di menyeringai padaku.
“Stop, Debby” geramku sambil menggeser kursi.
“Stop, apa?” ucapnya bertanya dengan polos.
“Kau tahu betul itu apa. Sebaiknya kau hentikan itu” ucapku menggeram padanya.
“Atau apa?” tanyanya menggoda.
“Debby, hentikan” kataku sambil menahan kontrol diriku.
Dia menyeringai lalu berdiri mendekatiku dan menggelengkan kepalanya. Dia berdiri disampingku, membungkuk, wajahnya hanya beberapa senti dari
wajahku.
“Menerkamku?” ucapnya mendengus.
Aku menggeser kursi ku dari meja, menariknya di antara kedua kakiku, tanganku mendarat di bokongnya lalu meraihnya. Debby mengerang, kepalanya jatuh ke belakang. s**t!! Aku teragsangg lagi.
Aku berdiri menekan tubuhku ke tubuhnya. Juniorku menekan di antara kedua kakinya.
“Apakah kau merasakan apa yang kau lakukan padaku, Debby? Aku bahkan tidak bisa pergi bahkan hanya satu menit tanpa menginginkanmu” ucapku menatap lurus ke matanya.
“Bagus! Itulah yang aku suka. Sekarang, bercintalah denganku Marc. Disini, di meja ini” ucapnya berbisik. Ujung jarinya menelusuri dadaa dan perutku.
Debby meraih bagian bawah jubah mandiku yang aku kenakan, dan dia melepas baju dan celananya dari tubuhnya, lalu aku segera mengikutinya, meninggalkannya telanjang bulat di hadapanku lagi. Aku memindahkan barang-barang di atas meja. Aku mengangkatnya dari lantai dan mendudukkannya di tepi meja, mendorong kakinya menjauh dan naik di antaranya. Tangan Debby jatuh ke jubah mandiku, menariknya dari tubuhku, membiarkan mereka meluncur bebas ke lantai.
“Mmmm.. seksi sekali” dia mendengus, menciumi leher dan dadaku.
Aku mengerang keras, mencengkram tepian meja di setiap sisi pinggulnya. Debby menjambak rambutku dengan kasar di tangannya, menarik tengkukku ke arahnya, menjatuhkan bibirku ke bibirnya dan membelai juniorku. Aku mengerang di bibirnya, meraih pahanya, menariknya kedepan, cukup untuk memberiku akses ke tempat yang aku inginkan.
“Sial!! Aku harus pergi membeli Kondomm” aku menggerutu kesal.
“Aku menggunakan alat kontrasepsi Marc, kau tidak membutuhkannya, selama aku tahu bersih” ucapnya berkata
“Ya, aku.. berjanji, dan terima kasih. Sebenarnya aku benci menggunakan Kondomm, rasanya tidak enak” ucapku mengerang.
“sekarang lakukan Marc” ucapnya mendengus.
Aku tidak pernah diminta sampai dua kali. Dia mengaitkan kakinya di pinggulku, mencengkram tepi meja. Aku mendorong ke depan, memasukinya dengan cepat.
“Ya! Itu terasa lebih baik Marc” ucapnya mengerang, kepalanya jatuh ke belakang.
Dia benar, rasanya lebih enak tanpa kondomm. Aku mulai maju dan mundur, masuk ke dalam dirinya di setiap dorongan dan mendorong lebih dalam lagi ke dalam dirinya. Dia berbaring di atas meja, mendorong pinggulnya untuk bertemu dengan pinggulku, membriku akses yang lebih baik ke dalam dirinya. Aku meraih masuk menggunakan tanganku untuk bermain dengan bijinya yang terselip di tengah-tengah milinya saat aku bercinta dengannya.
“Ohh, s**t!! Marco!! Ya! Seperti itu” dia berteriak meracau.
Aku menggunakan tepi meja, menggunakannya sebagai pegangan untuk membantuku bergerak, aku menarik keluar darinya dan kembali memasukinya kembali dengan keras dan ritme yang cepat.
“s**t! Kau nikmat sekali sayang” ucapku terengah-engah padanya.
“Disana Marco. Ya, disana, jangan berhenti, lebih kencang lagi Marc” racaunya. Pinggulnya bergerak bertemu denganku, tubuh kami saling bergerak satu sama lain.
Aku terus berusaha keras sampai pada akhirnya kami berdua sudah tidak tahan lagi. Debby mencapai puncaknya dan aku segera menyusulnya, menumpahkan jauh ke dalam dirinya, menggunakan sedikit energi yang tersisa dalam diriku untuk mengeluarkannya semua.
“Sial!!” aku menggerutu jatuh ke arahnya.
Jari-jari Debby menyentuh rambutku, dan membelainya saat kami berdua terengah-engah mencoba mengatur nafas kami kembali.
Aku berdiri kembali dan membantu Debby untuk duduk. Wajahnya memerah, rambutnya basah oleh keringat dan bibirnya bengkak. Dia tidak pernah tidak terlihat lebih seksi bagiku. Aku meraih tengkuknya untuk menciumnya sebelum dia melompat dari meja untuk berdiri.
“itu sangat lah nikmat Marc. Mulai sekarang, jangan lagi menggunakan balon sialann itu, aku lebih suka kalau kau tidak memakainya” ucapnya berkata dengan tegas.
“Yes Mam” jawabku sambil tertawa.
Dia mengulurkan tangannya untuk menciumku dengan cepat sebelum berbalik dan berjalan pergi. Kemana dia akan pergi sekarang?
“Aku mau mandi, kau mau ikut?” katanya sambil melihatku dari bahunya.
Aku mengangguk, memperhatikannya saat dia berjalan pergi. Sekarang aku dapat menyimpulkan kalau dia adalah wanita terseksi yang pernah aku lihat. Aku berharap dia akan membiarkan aku memilikinya untuk sisa hari ini di sini.