POV Debby
Aku terbangun dengan Marco yang masih berada di sampingku, memelukku dengan sangat erat. Dia masih tertidur dengan lelap. Aku kira dia akan pergi setelah aku membuatnya takut tadi malam, dengan mengatakan padanya kalau dia menyukaiku aku lebih dari sekedar sekss. Aku terkikik sendiri ketika aku mengingat raut wajahnya, ketika aku mengatakannya. Itu benar. Aku bisa tahu dari cara dia menatapku, dari cara dia bertindak dan bersikap di sekitarku. Perlahan aku melepaskan pelukannya, turun dari tempat tidur, mengenakan celana pendek dan kaus lalu menuju ke dapur. Saat aku ingin mengambil makan dan minum, aku mendengar suara cekikikan dari Adel.
“Stop. Kau akan membangunkan Debby”
Aku mendengar suara Adel yang cekikikan.
“Dia masih tidur” jawab seseorang yang suaranya aku kenal. Aku yakin kalau itu adalah suaranya Edward.
Aku memutuskan untuk masuk untuk mendenda Adel yang mengangkanginya hanya dengan kaos dan celana dalamnya, dan Edward dengan celana boxernya.
“Benarkah teman-teman? Di dapur?” kataku terkikik.
Wajah Adel jadi merah padam saat dia menyembunyikannya di dadaa telanjang Edward, membuat aku dan Edward menertawakannya. Benarkah Adel merasa malu? Tentu saja tidak! Aku menggelengkan kepalaku dan mengambil kopi untuk diriku sendiri lalu duduk di meja. Aku melihat Adel dan Edward saling menjauh.
“Bagaimana sisa malammu?” ucapku bertanya.
“sangat bagus sekali. Kau tahu? Maro benar-benar menendang pergi jalang yang menjijikan itu di tepi jalan” jawab Adel terkikik.
“Aku tahu” kataku sambil tersenyum.
Aku pikir mereka akan berhasil sekarang, karena Marco melakukan itu lalu pergi menemui aku, jelas saja tidak. Mereka akan mencari tahu ketika dia bangun dan datang.
“Ada apa dengan kalian berdua?” tanya Edward sambil tertawa.
“Bukan urusanmu”
Aku mendengar Marco terkekeh di belakangku. Aku berbalik lalu secara tidak sadar menjilat bibirku saat aku lihat dia hanya memakai boxer-nya. Rambutnya berantakan, tapi sialnya itu malah menambah kadar tampan dan keseksiannya. Sungguh aku membuat aku ingin menyeretnya kembali ke kamarku dan pergi bercinta dengannya. Tapi aku harus bisa menahan diri untuk saat ini.
“Dua kali menginap dalam satu minggu? Kau yakin kau baik-baik saja sobat” tanya Edward menyeringai saat Marco duduk di sebelahku.
“Diam dan tutup mulutmu itu” ucap Marco menggeram sedikit pada Edward.
“Tidak! Aku dan Adel bahkan tidak pernah tahu kalau kau ada disini. Itukah sebabnya kau kau pergi? Mengapa kau menyingkirkan wanita jalang gila itu untuk menemui Debby?” Tanya Edward lagi sambil tersenyum.
“Ya. Sekarang berhentilah menjadi orang yang usil” ucap Marco tertawa.
Aku bisa merasakan Adel menatapku dengan tatapan penuh arti. Aku menatapnya juga dan melihatnya menyeringai padaku. Aku memutar mataku dengan malas dan memilih untuk mengabaikannya.
“Kau mau minum kopi? Atau sarapan?” aku bertanya sambil menatap Maro.
“Aku ingin kopi saja. Tidak dengan sarapan” Jawabnya tersenyum.
Aku mengangguk lalu beranjak dari kursiku untuk mengambilkannya kopi sebelum aku kembali duduk kembali di kursiku yang ada di samping Marco dan menyerahkan kopinya.
“Terima kasih, cantik” katanya sambil mengedipkan mata. Aku terkekeh dan merasakan wajahku sedikit memerah.
Ya Tuhan tolong jangan biarkan salah satu dari mereka melihatnya, karena itu akan sangat memalukan bagiku. Aku berpaling dari Marco, tiba-tiba saja kopiku menjadi sangat menarik bagiku. Aku ditarik keluar saat aku merasakan tangan Marco ada di lututku hanya duduk disana. Aku berharap agar dia menggerakkan tangannya ke pahaku seperti biasanya, tetapi kali ini dia tidak melakukannya, dia hanya menahannya, entah apa yang membuatnya tiba-tiba berubah dan terlihat aneh seperti itu?
Apakah karena ucapanku semalam? Aku memalingkan wajahku menghadapnya, ekspresi bingung tergambar jelas di wajahku. Dia memalingkan wajahnya menghadap ku juga dan memberikanku senyum manis yang otomatis aku balas.
“Apakah ada rencana hari ini untuk kalian berdua?” ucap
Edward bertanya.
“Tidak!” jawabku dan Marco secara serempak.
“Kalau begitu, kita berempat harus menonton film di siang dan malam hari secara bersama” ucap Adel memberi keputusan lalu tersenyum lebar.
Entah bagaimana aku bisa menyimpulkan, aku tidak yakin kalau Marco akan siap untuk itu. Dia menghabiskan malam di tempatku dan itu adalah hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya pada siapapun, tidak ada kemungkinan dia akan menghabiskan satu hari penuh dan satu malam lagi disini, itu akan bertentangan dengan semua aturan-nya dan melawan semua aturan-nya.
“Ya. Aku siap untuk itu. Lalu bagaimana denganmu Debby? Apa kau tidak keberatan?” ka Marco mengalihkan perhatiannya padaku.
Tunggu? Apakah barusan dia mengatakan siap untuk menonton film di siang dan malam hari? Aku mengangkat sebelah alisku dan itu malah membuatnya tertawa.
“Ya. Tentu saja aku juga siap. Jika kau juga mau, maka aku tidak akan merasa keberatan” ucapku mengangkat bahu.
“Bagus. Kalau begitu aku akan tinggal” ucap Marco tersenyum. Dia tampak berbeda dan aku merasa aneh di sekitarnya pagi ini. Mungkin tadi malam kami benar-benar berusaha untuk saling mengenal, kami akhirnya berbicara berjam-jam, saling memberikan ikatan di satu sisi
Aku tidak pernah berpikir aku akan melihat hari dimana aku dn Marco akan terikat terutama karena semua ini dimaksudkan untuk menjadi partner sekss, tidak lebih dari hal yang lebih panas dan menakjubkan selain sekss. Aku tidak yakin bagaimana aku menyukai ini semua terjadi. Bukankah aku dimaksudkan untuk bermain-main dengan-nya? Lalu mengapa aku dan Marco harus terikat? Mengapa aku dan Marco bisa tidur bersama tanpa melakukan sekss? Aku bingung, semuanya nampak kacau di pikiranku. Aku menghela nafas pada diriku sendiri, mengacak-acak rambutku dengan tangan.
“Aku ingin mandi dulu, nanti aku akan segera kembali” ucapku tersenyum, berdiri dan bergegas ke dalam kamar mandi yang terhubung dengan kamar mandiku.
Aku menanggalkan semua pakaianku lalu berdiri di bawah pancuran, menyalakan shower dan mendesah saat air hangat membasahi tubuhku. Aku harus menyingkirkan segala pikiran bodoh ini dari kepalaku. Ya, aku telah menjelaskan bahwa dia menyukaiku, aku juga mulai berpikir kalau aku menyukainya lebih dari sekedar sekss.
Aku menggerakkan diriku sendiri, berbalik menghadap ke dinding, menikmati waktu beberapa saat untuk diriku sendiri. Aku memejamkan mata, bersenandung untuk mencoba mengalihkan pikiran gilaku ini. Tiba-tiba saja aku merasakan ada sepasang tangan melingkari tubuhku dari belakang, sepasang bibir hangat di leherku. Aku mengerang keras dan bersandar padanya.
“Hei seksi, apakah kau merindukanku?” ucapnya mendengus padaku.
“Oh.. tidak bisakah aku mandi dengan tenang?” jawabku terkikik.
“Tidak. Tidak di saat aku ada. Apa kau benar-benar mengira kalau aku akan berdiam diri di dapur saat aku tahu kau ada disini dengan telanjang bulat dan basah” ucapnya mengerang di telingaku.
Aku terkikik, perlahan-lahan aku berbalik menghadapnya. Aku langsung disambut oleh seringai di wajahnya yang sangat tampan. Aku tidak mengatakan kata barang sepatah katapun sebelum pada akhirnya bibirnya menempel di bibirku, dan punggungku terdorong ke dinding kmar mandi. Tubuh telanjangnya menekan tubuhku. Aku melingkarkan lenganku di lehernya erat-erat, membalas ciumannya dengan cara yang sama. Aku memiliki dorongan yang kuat untuknya. Lebih kuat dari biasanya yang sejujurnya aku pikir tidak mungkin.
“Bercintalah denganku Marco” ucapku mendesis padanya.
“Oh.. aku sudah merencanakannya, sayang” ucapnya sambil mengedipkan mata.
Kakiku segera terangkat dari lantai, melingkari pinggulnya dan aku berpegangan pada lengannya saat tangannya membantuku berdiri. Bibir kami bertemu dalam ciuman panas lagi. Marco meluruskan miliknya dengan milikku, menyentak pinggulnya ke depan dan memasukiku dengan kasar.
“Oh.. Yes!” aku berteriak nikmat saat miliknya sudah masuk kedalam milikku.
Dia segera mulai menggempur ku, bibirnya tidak melepaskan bibirku sekalipun saat dia bercinta denganku dengan cara yang lembut maupun dengan cara yang kasar. Aku mulai menggerakkan pinggulku ke miliknya, Marco mendorong lebih dalam dan lebih dalam lagi ke dalam milikku menemukan biji yang terselip di tengah-tengah milikku seperti yang biasa dia lakukan.
“Ya! Disana Marco. Lebih keras lagi! Fuckk me lebih keras lagi Marco” teriakku meracau.
Aku merasa ujung jarinya menggali lebih dalam lagi ke pinggulku, menarik dirinya keluar dari tubuhku sebelum melesakkan lagi miliknya ke dalam milikku dengan kekuatan penuh. Aku bisa merasakan miliknya mendesak dinding bagian dalamku. Aku bisa merasakan milikku mencengkeram erat miliknya. Sungguh aku ingin dia memberikanku kebebasan. Aku tidak bisa menjamin kalau aku bisa bertahan lama, dan aku juga melihat dia sama terengah-engahnya denganku.
“Keluarlah untukku Debby sayang” dia mendesis terus memasukiku.
Cara dia bergerak melawanku.. bibirnya di bibirku, kata-katanya yang dia katakan segera membawaku ke puncak kenikmatan. Seluruh tubuhku menjadi lemas, gemetar hebat saat aku keluar dengan hebat, merobek apa yang terasa di ujung saraf tubuhku. Marco segera mengikutiku, mendorong sekali lagi, mengubur dirinya jauh di dalam diriku saat ia melepaskan pelepasannya dengan keras, mengambil alih tubuhnya. Aku jatuh ke dinding. Tubuh Marco jatuh ke tubuhku saat kami mengatur nafas.
Dia mengangkat kepalanya melihat ke arahku, tapi aku tidak melihat ekspresi seperti biasanya di wajahnya. Biasanya dia akan mengeluarkan ekspresi sombong, tapi kali ini tidak, dia malah tersenyum manis padaku. Dia meraih wajahku untuk mengecup bibirku dengan lembut.
“Aku bisa melakukan ini Debby.. bercinta denganmu di setiap siang dan malam” desisnya.
“Hmm” hanya itu yang mampu keluar dari bibirku karena aku masih terengah-engah untuk bicara, jadi aku hanya menganggukkan kepalaku.
“Kita harus benar-benar mandi sekarang” ucapnya lagi sambil terkekeh. Dan lagi-lagi aku hanya bisa menganggukan kepalaku.
Dia beralih ke belakang tubuhku, meraih kain lalu meletakkan sabun cair di atasnya. Aku berasumsi kalau dia akan membasuh dirinya sendiri, tetapi ternyata aku salah. Dia malah meletakkan kain hangat itu ke tubuhku. Aku menutup mataku, menikmati keintiman ini semua. Menikmati sentuhannya dan dia pun menikmati juga seperti aku menikmatinya juga. Matanya memperhatikanku, ada tatapan lembut dari tatap matanya. Sesuatu yang benar-benar belum pernah aku lihat sebelumnya. Tatapan matanya sukses membuat jantungku berdebar dan berdetak lebih cepat.
Shit! Sekarang aku merasa dalam kesulitan.