POV Marco
Aku duduk diatas perutnya, menatapnya lekat-lekat, sungguh dia benar-benar mempesona. Ya, aku tahu ia seksi, pria mana pun tahu kalau dia memang sungguh seksi, tetapi aku tidak pernah menyadari betapa cantiknya dia sesungguhnya, bahkan tanpa make up sekalipun. Aku tidak yakin jika aku menyukai cara wanita ini membuatku jatuh, tetapi saat ini hanya itulah yang ada di pikiranku sekarang. Yang ingin aku lakukan hanyalah mencium dan menyentuh setiap bagian dari dirinya. Aku menghela nafas, meraih wajahnya lalu meletakkan bibirku di atas bibirnya, menciumnya dengan lembut, menyelipkan tanganku di antara tubuhku dan tubuhnya. Aku menarik-narik bagian bawah kain sutra yang dia kenakan.
Debby mengangkat pinggulnya, membiarkanku menggesernya ke atas tubuhnya lalu meletakkannya di lantai. Aku mengerang keras , juniorku berdenyut-denyut di celana boxerku saat aku melihat tubuhnya yang benar-benar telanjang di bawahku.
Debby mengulurkan tangan, meletakkan tangannya di belakang leherku, mengarahkan wajahku ke wajahnya agar bibir kami bertemu untuk saling mencium satu sama lain.
Aku merasakan kukunya dengan lembut mengalir di punggungku, setiap otot di punggung ku menegang di bawah sentuhannya. Dia melepaskan celana boxerku dari tubuhku, membiarkanku menggesernya di sepanjang kakiku. Aku menekan tubuh telanjangku kembali ke tubuhnya, merasakan kontak antar kulit yang sangat luar biasa.
Aku meletakkan bibirku di rahangnya, mencium ke bawah menuju ke lehernya, bibirku menjelajahi setiap inci kulit nya yang lembut dan manis. Debby membelai rambutku dengan lembut saat bibirku menelusuri lebih jauh ke bawah tubuhnya, mendarat tepat di dua buah gunung kembar miliknya. Aku menjulurkan lidahku ke pucuk kiri gunung kembarnya yang mengeras , dengan lembut aku menggigit kecil pucuk miliknya.
“Mmmm...!!”
Dia mengerang keras, dan aku un pindah ke yang satunya dan melakukan hal yang sama. Kubiarkan ujung jari-jariku menelusuri bagian-bagian tubuhnya yang belum terjangkau oleh bibirku. Aku terus membiarkan lidah dan mulutku bermain dengan bokongnya yang terus menggeliat di bawahku.
Aku menyeringai di kulitnya, tahu aku bisa membuatnya seperti ini, membuatku memberikan dorongan pada egoku.. tidak perlu membuat egoku yang menjadi lebih besar. Aku melepaskan bibirku dari dua gunung kembar miliknya, raut kecemasan pun nampak di wajahnya. Di memelototiku dan itu sukses membuat aku tertawa karena tingkahnya.
“Sabar sayang, aku ingin merasakan setiap inci kulitmu yang lembut dan manis” ucapku menggeram padanya.
Aku melihat matanya menjadi gelap ketika aku mengatakan itu padanya dan aku bersungguh-sungguh.
Aku membiarkan bibirku bergerak di atas dua gundukannya, lalu turun ke perutnya, pinggulnya. Dia mengerang pelan dan melengkung ke bibirku. Aku terus memperhatikannya saat aku membiarkan bibirku bergerak di kulitnya, karena aku menyukai ekspresi wajahnya saat aku menyentuhnya. Aku menyelipkan tanganku di antara dua kakinya, jari-jariku menelusuri di antara selangkangannya yang terasa panas, sungguh terasa basah miliknya di tanganku.
“Sayang, kau sudah begitu basah, bahkan aku belum menyentuhmu milikmu dengan milikku” kataku sambil menatapnya.
“Kau selalu membuatku basah Marco, meskipun hanya dengan sentuhan sederhana” uapnya mengerang padaku, matanya menatap lurus ke mataku.
Shit!!! Itu adalah hal terseksi yang belum pernah seorangpun katakan padaku. Perlahan-lahan aku mendorong dua jariku di antara miliknya, mendorong ke dalam miliknya. Dia terengah-engah, mendorong jariku.
Aku mulai menggerakkan jariku keluar dan masuk dari dalam miliknya secara perlahan. Aku merasakan dinding miliknya mengencang, kemudian melepaskan di sekitar jari-jariku. Aku bergerak ke bawah, dan kepalaku kini ada di antara dua kakinya. Aku mengulurkan tangan, menggerakkan lidah ku di benda yang terselip di tengah-tengah miliknya, mengisapnya dengan lembut saat jari-jariku terus bergerak keluar dan masuk dari dalam miliknya.
“Ya, Marco!!” dia mengerang dengan keras menyebut namaku.
Aku melepaskan jari-jariku dari dalam miliknya, lalu dengan segera menggantikannya dengan lidahku ke lipatan miliknya yang sudah sangat basah sebelum kembal memasukkannya ke dalam miliknya, menjentikkannya dan memutar ke dalam.
“YES! Seperti tu Marco!.. oh God, yes please seperti itu Marc” dia mengerang, mencengkram sprei di bawahnya, punggungnya melengkung dari tempat tidur.
Aku menekan ibu jariku di tengah-tengah miliknya, menggerakkannya dengan gerakan memutar sebelum aku mengambilnya di antara jari-jariku, mencubitnya saat lidahku terus menjelajahi bagian dalam miliknya yang basah. Dia terasa sangat enak dan sangat manis. Aku mendengar nafasnya menjadi lebih berat, tubuhnya menggigil di bawahku, pipinya memerah dan bibirnya berada di bawah gigitan giginya, dan aku tahu kalau dia sudah dekat ke pelepasannya. Aku meneruskan dan melakukan hal yang terbaik dariku.
“Marco!!” dia berteriak memanggil namaku dengan keras, dan mengejan dengan keras, menumpahkan semua cairan pelepasannya di lidahku.
Aku terus menggerakkan lidah ku di dalam miliknya, tubuhnya bergetar hebat di bawahku saat ia mencapai puncak pelepasannya. Aku membantunya naik melambung tinggi pada puncak pelepasan sampai tubuhnya pada akhirnya diam di tempat tidur. Aku mendengarnya terengah-engah, cengkramannya yang erat kini mulai mengendur di seprai yang ada di bawahnya, tapi tidak lama.
Aku berlutut diantara kedua kakinya, menggunakan lututku untuk mendorong kakinya lebih jauh. Aku mencengkram pahanya, mendorong ke depan dan mendorong masuk ke dalam miliknya.
“Fuckk!!” dia berteriak, tubuhnya masih belum pulih dari pelepasan pertamanya.. dan aku mengincar yang lain. Aku mulai menggerakkan pinggulku ke depan dan ke belakang, dan setiap kali aku mendorongnya ke depan, milikku mendorong lebih dalam lagi ke dalam miliknya yang basah.
Aku mulai perlahan, menikmati sensasi dinding iliknya yang mencengkram erat milikku. Aku mengerang keras, kepalaku jatuh ke belakang saat aku terus mendorongnya.
“Lebih keras Marco!! Bercintalah denganku lebih keras” teriaknya memanggil namaku, meraih bokongku di tangannya, menggunakannya untuk membantu mendorong milikku agar lebih cepat dan lebih keras ke dalam miliknya.
Aku membiarkan tubuhku jatuh ke tubuhnya, bibir kami bertemu kembali dalam ciuman yang panas. Dia mengaitkan kakinya di sekitar pinggulku saat aku menggempur keluar dan masuk ke dalam miliknya. Aku menarik sepenuhnya keluar sebelum kembali mendorongnya masuk ke dalam lebih cepat, memenuhi miliknya lagi.
“Di sana sayang.. ya, disana.. ohh Fuckk! Jangan berhenti Marc, aku sudah hampir sampai lagi” racau nya yang terdengar semakin membuatku bergairahh.
Aku mendorong benda miliknya yang ada di tengah-tengah miliknya lagi dan lagi. Aku bisa merasakan klimaksku sendiri merayap di tubuhku saat iliknya mengencang di sekitar juniorku. Aku segera merasakan dirinya mengejang di sekitarku, tubuhnya gemetar di bawahku saat dia menumpahkan kembali cairan miliknya ke juniorku. Klimaksnya membuat aku juga akan sampai pada pelepasanku.
Aku berhasil.. beberapa gempuran lagi aku akan benar-benar sampai dan menumpahkan semuanya jauh ke dalam miliknya. pelepasan mengambil alih tubuh kami sebagai kenikmatan yang melambung tinggi di tubuh kami. Aku berhasil sebelum satu dorongan terakhir membuat tubuhku jatuh di atas tubuhnya. Tubuhku terasa begitu lemah, sampai-sampai jika aku mencoba untuk bergerak aku tidak akan mampu melakukannya.
Aku mencium bagian sensitif di lehernya, dan itu sukses membuatnya mengerang. Keheningan pun terjadi antara kami. Jari-jari Debby jatuh di rambutku lalu memainkannya saat tubuh kami sudah sama-sama menjadi tenang. Aku melepaskan wajahku dari ceruk lehernya lau menatap wajahnya. Dia membuka matanya saat merasa aku sedang menatapnya. Dia memberiku senyum terindah yang tentu langsung aku balas senyumannya. Aku mengulurkan tanganku untuk menyingkap rambutnya yang basah dari wajahnya, lalu menciumnya dengan lembut. Aku menarik diri darinya, menggeser tubuhku lalu berbaring di sampingnya.
Aku meraihnya, menarik tubuhnya untuk mendekat ke tubuhku. Dia meletakkan kepalanya di dadaku, menggambar bentuk lingkaran di kulit dadaku dengan jarinya. Kubiarkan jemariku memainkan rambutnya, turun ke bawah dan mencium pucuk kepalanya lalu menarik diri.
Aku bertanya-tanya, mengapa aku melakukan hal itu? Bukankah itu adalah suatu hal yang intim untuk dilakukan pada kekasih, sedangkan aku dan dia bukanlah sepasang kekasih. Aku mendengarnya menghela nafas sebelum dia melihat ke atas menatapku.
Dia memberikanku senyuman kecil, matanya tertuju pada mataku... sepertinya aku dan dia tersesat dalam pandangan mata satu sama lain sejenak sebelum kami berdua dengan cepat menarik diri.
“Kita harus tidur” ucapnya berkata lalu menarik diri dariku.
“Ya, mungkin” jawabku sambil menghela nafas.
Dia berguling ke samping, menghadap jauh dariku, sedangkan aku tetap terlentang menatap langit-langit. Dia mengulurkan tangannya, menarik tanganku dengan lembut, menarikku lebih dekat ke arahnya. Butuh beberapa saat bagiku untuk menyadari apa yang sedang ia inginkan. Sejenak aku ragu-ragu selama sepersekian detik sebelum berguling menghadap ke samping, bagian dadaku menempel di punggungnya. Dia meletakkan tanganku di atas pinggulnya, menyatukan jari-jarinya dengan jariku.
Tidak ada kata lain yang terucap dan tak berselang lama dia tidur, aku tidak tahu apa yang dilakukan wanita ini terhadapku. Aku menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya aku pun memejamkan mata, meninggalkan semua kekhawatiran ini untuk besok.