20. Shopping

1895 Kata
POV Debby Aku terbangun di tempat tidur yang sudah dalam keadaan kosong. Hal itu tidak membuatku terkejut, karena apa yang telah terjadi tadi malam. Itu benar-benar berbeda dari malam yang sebelumnya aku dan dia bersama dan itu benar-benar membuatnya takut. Jujur aku mrsa itu adalah yang terbaik. Aku menghela nafas dan beranjak dari tempat tidur, tubuhku berkeringat. Jangan sampai Adel dan Edward melihat tubuh telanjangku. Aku berjalan dengan pelan-pelan karena aku masih belum sepenuhnya bangun.  Semakin dekat aku dengan ruang tamu, aku semakin mendengar suara tawa. Itu bukanlah suara dari Adel atau pun Edward, suara iu kedengarannya seperti suara dari Marco. Apakah itu berarti dia tidak pergi semalam? Aku mendekat ke arah suara itu, dan ternyata mereka bertiga sedang ada di sofa tertawa dengan histeris. “Ummm.. selamat pagi” ucapku menyapa mereka bertiga. Mereka bertiga pun menoleh ke arahku dan tersenyum. “Selamat pagi tukang tidur” Marco menyapaku dengan memberikan senyuman yang terlihat norak. “Jam berapa sekarang?” ucapku bertanya sambil merapikan rambutku yang berantakan menggunakan tangan. “Jam 10 pagi” jawab Marco sambil tertawa. Jam 10 pagi? Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku bisa tidur selama ini, pasti aku merindukan tidur seperti itu.. ”Aku pasti lebih lelah daripada yang sebelumnya, pikirku” aku terkikik. “Mungkin ada sesuatu hal yang membuatmu sangat lelah” ucap Marco tersenyum. Aku tahu apa yang dia maksud. Aku tertawa lalu menggelengkan kepalaku dan membalikkan tubuhku menuju dapur untuk membuat kopi. Aku berdiri menunggu kopi diseduh, lalu tersesat dalam pikiranku sendiri. Aku segera tersadar ketika sepasang lengan yang kuat melingkari pinggangku, bibir yang lembut di leherku. Aku pun mengerang dan bersandar pada tubuhnya. “Pagi seksi” ucapnya mendengus di telingaku, mengirimkan getaran ke tulang bagian belakangku. Perlahan aku berbalik menghadapnya, dan bertemu dengan wajahnya yang dihiasi senyum manis di bibirnya.  Melihat dia tersenyum padaku, aku pun membalas senyumannya. Dia meraih wajahku lalu mencium bibirku dengan lembut. Ciuman itu hanya berlangsung sebentar saja sebelum dia menarik dirinya. “Ada beberapa pancake di wajan jika kau menginginkannya. Mereka semua masih hangat karena belum lama dibuatnya” ucapnya tersenyum padaku. "Aku tahu kau menyukai pancake” imbuhnya sambil mengedipkan matanya padaku. Marco benar. Aku rasa pancake iu rasanya hampir sama dengan dirinya. “Yeey!!” kataku seperti anak kecil yang bersemangat, dan itu membuatnya tertawa. “Kau terkadang terlalu imut Debby, apa kau tahu itu?” dia tersenyum, mengecup bibirku lagi sebelum berjalan ke arah kompor. Dia meletakkan beberapa pancake di piring untukku lalu menambahkannya dengan sirup sebelum di berikan kepadaku. “Terima kasih” ucapku sambil tersenyum. “Cepatlah kau makan, Debby. Setelah itu kau cepatlah bersiap-siap, kita juga harus berbelanja” kata Adel dengan nada suara yang bersemangat saat dia memasuki dapur. Aku memutar malas mataku padanya, menjulurkan lidahku padanya lalu menggigit sedikit makananku. Adel melotot padaku, membuat aku dan Marco tertawa melihat tingkahnya barusan. “Aku akan mandi” ucap Marco lalu mengecup bibirku sekali lagi sebelum pergi. Aku berdiri disana dengan diam mematung, merasa bingung dengan sikapnya yang aneh dan manis.. bahkan dia terlalu manis. Aku menoleh ke Adel dan dia menyeringai padaku. Apakah dia mengetahui sesuatu yang tidak aku ketahui? “Apa?” ucapku bertanya pada Adel. “Kau sadar dia jatuh cinta padamu kan?” jawab Adel sambil tersenyum. “Apa? Marco? Kurasa tidak. Dia bukanlah tipe pria yang udah jatuh cinta. Kau ini pasti sedang berkhayal” kataku menyangkal omongan Adel. “Kau tahu aku benar. Sekarang segera singkirkan bokongg kecilmu itu dari sini dan lekaslah mandi. Kita masih ada acara untuk pergi berbelanja gaun sebelum kau berangkat kerja” Ucap Adel memerintah sambil mengedipkan matanya lalu berjalan menjauh dariku. Aku membiarkan saja Adel pergi dan melanjutkan acara sarapan pagiku. Apakah dia menghayalkan hal-hal yang benar? Sejujurnya aku tidak tahu lagi. Apakah Adel benar?  Benarkah Marco jatuh cinta padaku? Lalu, apakah aku jatuh cinta padanya? Tentu saja tidak? Aahh.. entahlah, saat ini isi kepalaku benar-benar kacau dengan semua pikiran-pikiran tentang Marco. Aku menghabiskan sarapanku dan juga kopiku, lalu menuju ke dalam kamar untuk bersiap-siap. Saat aku masuk, Marco keluar dari dalam kamar mandiku hanya dengan menggunakan handuk sebatas pinggang. Sial! Sungguh benar-benar pria yang seksi, sialan! Aku mengerang saat aku membiarkan mataku terus menelusuri dadaa dan perutnya yang masih basah. Aku menjilat bibirku dan meremas pahaku secara bersamaan saat aku melihatnya. Aku mendengar Marco malah tertawa keras, dan itu langsung membuatku menatap wajahnya alih-alih untuk mengolok-oloknya. “Aku tahu betapa sangat kau menginginkanku. Tapi sungguh sangat disayangkan sekali kalau kita benar-benar tidak punya waktu” ucapnya dengan raut wajah yang tergambar puas. “Diam!!” Aku mendengus dan melempar bantal ke arahnya, dan itu malah membuatnya tertawa dengan semakin keras. Aku memutar mataku ke arahnya sebelum aku berjalan melewatinya menuju kamar mandi. Marco menampar bokongku saat aku berjalan melewatinya. Aku meekik keras, lalu berbalik hanya untuk memelototinya. “Jangan berpura-pura bahwa kau tidak menyukai ketika aku memukul bokongmu, sayang. Kau bahkan tidak mengeluh padaku saat malam itu aku melakukan hal yang sama dengan yang barusan” kata Marco berucap dengan sombong. Aku merasakan wajahku semakin memanas dan itu semakin membuat seringai di wajahnya bertambah. Dia benar, aku memang menyukai itu, tapi ada lebih baiknya kalau dia tidak mengungkitnya. Aku memutuskan untuk tidak menanggapi celotehannya, berjalan ke kamar mandi, lal menutup pintu yang ada di belakangku. Aku menghela nafas panjang saat aku sudah sendirian. Bayangan tentang semalam saat aku bercumbuu dengannya muncul kembali, dan itu semakin membuat aku bersemangat. Aku menyentak diriku dari lamunanku, membuang semuanya keluar dari kepalaku lalu mandi. *** “Debby, yang ini mungkin cocok untukmu” ucap Adel paling antusi sambil memegang gaun. Kami telah berbelanja dan berkeliling sementara waktu untuk mencoba menemukan gaun yang sempurna. Adel telah menemukan satu gaun pilihannya, sedangkan aku? Aku belum. Entah kenapa aku merasa kurang bersemangat kali ini dibandingkan Adel. Aku merasa kesal jika harus berbelanja dengan sedikit perfeksionis. Aku mengamati gaun yang Adel pilihkan untukku di tangannya, dan ternyata pilihannya tidaklah buruk.. sedikit mirip dengan seleraku. Aku tersenyum mengambil gaun itu dari tangan Adel lalu menuju ke ruang ganti untuk mencoba gaun pilihannya. Aku membuka seluruh pakaianku sehingga membuat diriku telanjang di dalam sana dan meraih gaun itu. “Adel, tolong bantu aku” kataku, menyembulkan keluar sedikit kepalaku dari balik tirai. “Aku bisa membantumu jika kau mau?” ucap Marco tersenyum. “Sungguh tawaran yang bagus Marc, tapi tidak!” jawabku sambil terkikik. Adel masuk, membuka resleting gaunku untukku. Aku menoleh ke cermin untuk melihat diriku sendiri. “Sempurna!! Kau sangat cantik sekali Debb” uap Adel berseru semangat. “Menurutmu?” ucapku bertanya. “Ya! Menurutku kau sudah menemukan gau yang tepat untukmu” ucap Adel tersenyum. Aku rasa dia benar. Meskipun begitu, aku harus memastikan satu hal terlebih dahulu, yaitu label harganya. Aku merasa, tidak mungkin gaun seindah ini harganya juga tidak fantastis. “900 Pound.. oh yang benar saja” Sudah dipastikan jika aku tidak akan bisa memiliki gaun itu karena harganya sungguh membuatku tercengang. Tiba-tiba saja tirai kembal terbuka sedikit, lalu marco melangkah masuk karena mendengar suara keterkejutanku tadi. Matanya mengikuti seluruh tubuhku sebelum mata kami saling bersitatap. “Wahhh!!” Marco berseru kagum. Senyum lebar pun terbit dari bibirnya berikut dengan tatapan aneh di matanya. “Kau terlihat begitu sangat sempurna dalam gaun itu Debby” imbuh Marco mengedipkan matanya ke arahku. “Terima kasih, tetapi aku rasa aku tidak akan bisa memilikinya. Dari harganya saja sudah hampir membuatku sedikit trauma” kataku sambil menggelengkan kepalaku. “Kau tidak bisa mendapatkannya, maka aku yang akan mendapatkannya untukmu” ucap Marco tersenyum. “Oh, ayolah Marc, gaun itu sungguh sangat tidak mungkin untuk bisa aku miliki, itu terlalu mahal untukku” ucapku sambil menatap mata Marco. Marco melangkah mendekatiku, tangannya berada di pinggulku dan matanya menatap lurus mataku. “Debby itu hanya masalah uang. Tolong biarkan aku membelikannya untukmu. Aku tahu kau sangat menyukai gaun itu dan kau sendiri pun terlihat sangat istimewa sekali dengan menggunakan gaun itu” ucap Marco berbisik pelan di telingaku. Aku menggelengkan kepalaku dan tetap pada pendirianku. “Debby Allana Khiel! Berhentilah untuk menjadi keras kepala dan biarkan aku membelikanmu gaun itu” ucap Marco dengan sedikit tegas. “Tapi..” ucapku mencoba untuk memprotes Marco. “Tidak ada tapi-tapian! Biarkan aku membelikanmu gaun itu, atau aku akan memilihkanmu gaun yang harganya 2 kali lipat dari harga gaun yang kau pegang lalu aku akan membelikannya untukmu” ucapnya dengan seringai puas di wajahnya karena berhasil membungkam diriku. “Ok fine! Tapi aku akan membayarmu kembali untuk itu. Ini mungkin akan sedikit memakan waktu untuk dapat membayarmu, tapi aku pasti akan membayarnya untukmu” kataku sambil berdiri di hadapannya. “Ya, tentu saja” ucapnya sambil tersenyum meskipun aku melihat matanya berputar juga. Dia tidak berniat membiarkan aku membayar kembali meskipun dia sudah menyetujui ucapanku tadi. Itu semua tergambar jelas di wajahnya. Tapi meskipun begitu, aku akan tetap membayarnya kembali. Tidak bisa menggunakan cara yang itu maka aku akan memakai cara yang lain. Aku tidak peduli dengan apa yang akan dia  katakan. “Bagus” jawabku sedikit gusar. “Terima kasih” ucap Marco, lalu mencium pipiku. Aku merasakan pipiku kembali merona lagi karena ulahnya. Aku menatapnya dan tersenyum padanya. “Terima kasih” ucapku berkata dengan tulus. “Sama-sama cantik” jawabnya sambil mengedipkan mata.  “Aku akan meninggalkanmu disini bersama Adel” imbuhnya, lalu meninggalkan Adel dan aku di ruang ganti. Aku menoleh padanya untuk melihat senyumnya yang lebar untukku. “Apa kau masih berpikir jika Macro tidak jatuh cinta padamu?” Tanya Adel. “Diam dan bantu aku melepaskan gaun ini” ucapku sambil tertawa menghindari pertanyaan Adel. Aku memakai pakaianku sendiri, lalu Adel dan aku kembali bergabung dengan Marco dan Edward menuju kasir untuk membayarnya. Aku masih merasa tidak enak atas semuanya. Aku menghela nafas pada diriku sendiri. Aku tidak pernah membiarkan siapapun untuk membayarkan semua barang-barang yang akan aku beli, dan aku masih bingung mengapa hal itu bisa terjadi padaku sekarang? Meskipun begitu, aku tetap mengatakan kalau aku akan membayarnya kembali dengan satu atau cara yang lain. “Nah.. ini dia untukmu” ucap marco tersenyum lalu memberikan gaun itu padaku. “Terima kasih, aku sangat menghargainya. Aku hanya tidak terbiasa dengan membiarkan orang lain membelikan aku barang” kataku dengan lembut. “Aku mengerti Debby, tidak apa-apa membiarkan orang memperlakukanmu seperti sekarang, dan lagi kau tidak perlu merasa malu ataupun bersalah” ucap Marco tersenyum. “Aku tahu, tapi ya beginilah aku orangnya” kataku. Dia tersenyum, menganggukkan kepalanya lalu mendaratkan ciuman yang lembut di bibirku, sebelum  menarrik diri dan menatapku. “Seperti yang aku katakan, kau kan menjadi Belle Of The Ball” ucapnya sambil tersenyum. “Diam” aku terkikik mendorongnya main-main, Marco terkekeh lalu melingkarkan lengannya di bahuku, menarikku ke dalam dirinya. “Ayo kita semua pergi makan siang sebelum kalian berdua berangkat bekerja” Kata Marco tersenyum. “Baiklah, tapi kali ini biarkan aku yang mentraktir makanan kalian” kataku sambil tersenyum Marco hendak melayangkan protes tapi aku langsung memberinya tatapan yang tegas dan itu membuat dirinya mengurungkan niatnya yang ingin memprotesku. Ok, fine!” kata Marco sambil tertawa. Bagus, sekarang ayo kita pergi” ucapku terkikik. Kami berempat menuju restoran yang ada di mall itu dan mencari tempat untuk kami makan siang. Aku menikmati hariku bersama dengan Adel dan Edward dan aku juga lebih menikmati menghabiskan waktuku bersama Marco baik di dalam kamar maupun di luar kamar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN