11. What The Fuckk!!

2264 Kata
POV Debby Aku berdiri disana, terkejut dengan apa yang baru saja aku dapatkan. Apa-apaan itu? Aku tidak pernah melihat seorang pria menjauh dariku dengan cara seperti itu, tetapi aku mengakui kalau permainan jarinya sungguh sangat bagus. Aku kesal dengan dirinya, haruskah aku datang menghampirinya dan memberinya sedikit pelajaran. Setelah memikirkannya lagi, aku memutuskan untuk tidak menghampirinya. Aku tidak akan melakukan hal bodoh yang akan membuat malu diriku sendiri, aku tidak ingin Marco melihat diriku merasa putus asa karena perbuatannya. Marco tidak perlu tahu kalau aku menginginkan dirinya. Setelah memutuskan apa yang akan aku lakukan, aku memilih untuk mengabaikan dia, lalu kembali kepada teman-temanku, menikmati malam yang sangat menyenangkan. Saat aku kembali ke dalam ruangan VIP, aku melihat Edward sudah berada disana. Edward merangkul Adel dengan lengannya, ohh, sungguh tindakan yang sangat manis sekali. Aku memutar mataku malas melihat adegan mesra yang ada di hadapanku sekarang. “Dari mana saja kau,Deb? Kemana perginya orang asing yang sangat seksi itu?” Adel tersenyum sambil tersenyum. “Marco datang menghampirinya, rupanya Marco mengenal pria itu. Marco mengatakan jika dia adalah laki-laki yang buruk dan tidak baik untuk dikenal. Damian Ronald atau siapa lah itu namanya” jawabku dengan sebal jika mengingat perbuatan dari Marco yang semena-mena. “Debby, dia mengatakan yang sebenarnya. Pria itu memanglah pria yang jahat dan tidak baik untuk kau kenal. Dia bahkan pernah mencuri sesuatu yang berharga milik Marco dan juga keluarga William. Pria itu mencuri cincin yang sangat berharga milik Marco dan keluarganya. Cincin itu harganya bahkan hampir setengah juta Pound, namun mengingat seberapa kaya nya Marco, bukan harganya lah yang menjadi masalah, tapi cincin itu adalah cincin turun temurun yang sudah diturunkan dari beberapa generasi. Jika mau, Marco bisa saja membeli perusahaan tempat cincin itu dibuat” Kata Edward menimpali. “Ohh.. jika itu benar, sungguh aku jadi merasa tidak enak” kataku sambil menggigit bibir bawahku karena merasa gugup dan khawatir. “Oh, ayolah Debb, kau tidak perlu merasa tidak enak seperti itu. Lagi pula itu semua terjadi karena kau tidak mengetahui bagaimana aslinya orang itu” ucap Edward menenangkanku sambil tersenyum kecil. “Haahh.. aku rasanya aku membutuhkan minuman sekarang” aku menghela nafas, lalu duduk sambil mengambil sampanye dan menyesapnya perlahan. Aku membutuhkan minuman itu secara terus-menerus. Aku terdiam, memperhatikan apa yang sedang terjadi di sekelilingku saat yang lain sibuk dengan acara mengobrol mereka lalu tertawa karna gurauan mereka sendiri. Disaat itu juga mataku tertuju pada sosok yang sangat familiar bagiku. Dia tidaklah sendirian, dia bersama dengan beberapa jalangg yang menempel pada tubuhnya.  Mebisikkan sesuatu hal-hal yang manis ke telinganya, hingga membuatnya terkikik tertawa saat jarinya terpaut dengan jari jalang itu. Aku memutar malas mataku, benar-benar jalang! Aku menggerutu bagaikan orang bodoh. Harusnya aku memalingkan wajahku dari mereka, tapi apa yang aku lakukan? Dengan bodohnya aku terus memperhatikan mereka, memperhatikan apa yang akan mereka lakukan. Secara perlahan namun pasti, aku melihat bagaimana bibir mereka turun beringsut semakin mendekat dan lebih dekat lagi, sungguh membuat perutku bergejolak ingin muntah melihatnya. Mengapa diriku bereaksi seperti ini saat aku melihat mereka? Mengapa aku merasa seolah-olah aku seperti sedang merasa cemburu? Oh, ayolah.. aku tidak akan pernah merasa cemburu kepada jalang itu, terutama dengan bajingann seperti Marco. Aku mengepalkan jari-jariku membentuk seperti tinju, sangking kuatnya sampai buku jari-jariku memutih. Aku merasakan ada perasaan aneh yang sangat mengerikan menguasai tubuh dan pikiranku. Sial!! Aku cemburu. Tapi mengapa? Aku tidak bisa mengerti apa yang sedang terjadi pada diriku. Yang aku inginkan darinya hanyalah, aku bisa bercinta dengannya. Bukanlah hal lain, apalagi sampai aku harus merasakan cemburu. “Debby, apa kau baik-baik saja?” tanya Adel membuyarkan lamunanku, dan mengalihkan perhatianku dari Marco dan para wanita jalang itu. Bahkan sekarang bibir mereka sudah saling menempel. “Aku baik” jawabku kesal karena terbawa suasana. Adel menatapku lalu melihat ke arah sekeliling. Tatapan mata Adel segera mengarah ke arah mataku yang melihat ke arah Marc dan para jalangnya itu. Aku melihat seringai kecil muncul di bibirnya sebelum kembali lagi menatapku. Kenapa dia menyeringai? Itu bukanlah hal yang lucu yang patut untuk di tertawakan. “Apakah kau sedang cemburu sekarang” tanya Adel dengan nada remeh. “Apa? Aku cemburu? Haah.. yang benar saja” kataku merasa tersinggung dengan pertanyaan Adel. “Kau yakin?” tanya Edward ikut menimpali. “Ya! Sumpah demi apapun, aku tidak cemburu” ucapku dengan nafas memburu dan menghempaskan tangan ke udara. Aku berdiri, merajuk seperti anak kecil. Mengapa aku seperti seorang mantan kekasih yang merasakan cemburu atau apalah itu semacamnya? Aku melangkahkan kakiku menuju ke bar. Aku butuh sebuah minuman yang bisa membuatku semakin tambah percaya diri. Satu-satunya hal yang harus aku lakukan adalah, aku harus berjalan melewati mereka berdua. Aku menegakkan punggungku, mendongakkan kepalaku tinggi-tinggi, lalu mengayunkan pinggulku dan berjalan melewati mereka. Aku bahkan tidak melirik apalagi sampai melihat ke arah mereka. “Apa kau ingin kembali bercinta dengan milikku Marc?” aku mendengar wanita jalang itu bertanya dengan penuh harap pada Marco. “Tidak, aku masih ada urusan yang harus aku kerjakan” kali ini aku mendengar Marco berkata pada jalang itu.  Entah kenapa aku merasa sangat bahagia saat Marco menolak jalang itu mentah-mentah. Aku menyeringai pada diriku sendiri saat aku sudah tiba di bar dan duduk disana. Sungguh jalang yang sangat malang. Harusnya kau tahu diri, oke. Marco tidak menginginkanmu jalang.  Entah mengapa aku seperti merasa sengit sekali dengan wanita yang ada di sebelah Marco yang sedang bergelayut manja di lengannya. Padahal wanita jalang itu tidaklah pernah terlibat masalah denganku, bahkan aku dengannya pun tidak saling mengenal. Apa mungkin karena aku merasa sedang cemburu itu tadi? “Hei sayang, apa yang bisa kuberikan padamu?” tanya  seorang bartender itu saat aku sudah duduk di meja bar. “Mmmm.. double Vodka please” ucapku meminta pada bartender itu dengan tersenyum. “OK, baiklah, tunggu sebentar cantik” dia mengedipkan sebelah matanya, membuat aku jadi tertawa melihatnya. Sungguh bartender itu terlihat sangat lucu. Aku menunggu saat bartender itu menyiapkan minuman itu untukku, dan aku pun larut tenggelam dalam pikiranku sendiri. Tiba-tiba saja aku merasakan ada sebuah tangan yang mendarat di punggungku, hawa panas dari mulut menggelitik leherku. “Hai, seksi” suara Marco mengerang seksi di telingaku. Aku memilih untuk diam dan mengabaikannya. Tak butuh waktu lama, bartender itu datang dengan membawa minuman yang aku pesan, lalu memberikannya padaku.  Seblum aku melangkah pergi dari meja bar itu, aku memberikan beberapa lembar uang pada bartender itu untuk membayar minuman yang aku pesan. Setelah selesai dengan urusan minumanku, aku berjalan meninggalkan Marco dan kembali ke ruang VIP untuk duduk kembali bergabung dengan teman-temanku. “Kalian para wanita yang cantik dan seksi, apa kalian menikmati acara malam ini?” aku mendengar Marco berkata dari arah belakangku, rupanya dia mengikutiku secara diam hingga sampai disini. Aku memutar mataku, tidak sedikitpun aku menoleh ke arahnya. “Ya! Mala ini sungguh luar biasa! Terima kasih Marc” jawab Adel paling antusias dari yang lain. “Baguslah” jawab Marco dengan santai. Aku duduk dalam diam menyesap minumanku. Aku melihat dari sudut mataku, Marco berjalan ke arahku, lalu mengambil tempat kosong dan duduk di sebelahku. Aku bahkan masih tetap untuk tidak menoleh sedikitpun ke arahnya. Aku mendengarnya tertawa, lalu dia menempatkan tangannya diatas paha telanjagku. “Apa yang salah denganmu Debby?” tanya Marco berbisik di telingaku. “Apa? Aku merasa tidak ada yang salah denganku” jawabku sambil menoleh ke arahnya. Dia menatapku dengan ekspresi geli di wajahnya. Sungguh tatapan yang membuatku ingin menamparnya tepat di depan wajahnya yang bodoh, tapi sayangnya wajahnya terlihat begitu tampan dan seksi. “Sedari tadi aku melihat kau memperhatikanku Debby, kau cemburu?” ucapnya dengan sinis dan percaya diri. Sial! Tidak seharusnya di mengetahui hal itu. Untuk menutupi rasa malu ku, aku pun tertawa dengan keras. “Hahahaha... aku? Cemburu? Atas dasar apa aku cemburu Marc? Atas dasar kau dengan beberapa wanita jalangmu? Oh, ya Marc, aku bahkan sangat merasa iri dengan itu... tidak! Jangan terlalu percaya diri Marc, jangan terlalu menyanjung tinggi dirimu di atas awan. Aku khawatir kalau kau jatuh, iku akan terasa sakit. Lalu untuk apa kau disini? Kau tidak bermaksud untuk lari dari para jalangmu dan menari teman bercinta dengan para gadis yang ada di sini kan?” ucapku dengan nada tak kalah sinis dan mengejeknya. Dia terkekeh, lalu berdiri meraih lenganku, menarikku agar aku ikut berdiri. Aku menghempaskan tangannya, lalu diam mematung, menolak untuk ikut dengannya. Aku tahu betul jika itu yang dia inginkan. “Ikutlah denganku” ucapnya memaksa. “Bagaimana kalau aku menolak?” ucapku menantang. “Sekarang ikut denganku Debb!!” ucapnya menggeram, lalu menarikku dengan kasar ke arahnya. Aku menelan ludahku dengan susah payah. Sialnya aku malah terangsang saat dia mulai mengambil kendali seperti ini. Aku menatap tubuhnya saat tubuhku menempel pada tubuhnya yang seksi, kekar, sungguh bak makanan yang sangat lezat. Aku bisa merasakan milikku berkedut di antara kedua belah kakiku karena berdekatan dengannya. “Menginginkan aku? Atau apa?” aku mendorong tubuhnya. “Debby!” dia menggeram memberi peringatan. “Marco!” kataku ikut memanggil. Mendadak gerakannya membuatku terkejut. Dia membungkam bibirku dengan bibirnya, mencium diriku dengan kasar. Aku merintih dengan keras saat merasakan bibirnya yang hangat di bibirku  Dia menyeringai tepat di bibirku, menarik diri hanya setelah beberapa saat, lalu menjilat bibirnya sendiri. Aku bisa merasakan kini semua mata tertuju pada kami, sejenak melupakan jika semua orang ada disini dan melihat apa yang sedang terjadi.. memperlihatkan aku menjadi lemah karena dia. Sungguh aku tidak menyukai tindakannya barusan. “Apa-apaan kau Marc?!” aku menggeram marah padanya. “Apa? Jangan bertingkah seolah kau tidak pernah menginginkannya” katanya dengan angkuh. “Aku memang tidak menginginkan itu!” jawabku memutar mata ke arahnya. “Ya, kau menginginkannya” ucapnya menyeringai. “Tidak!” bantahku dengan cepat. “Ya. Sekarang kau mau ikut denganku?” dia bertanya, ujung jarinya menelusuri sisi tubuhku, tangannya mengusap-usap di sekitar pinggulku, maraih bokongku untuk dia pegang. “s**t!” aku menggeram. Aku berharap dia tidak pernah mendengarnya. “Kau mau ikut denganku atau tidak? Aku tidak punya banyak waktu untuk semalaman menunggu jawaban darimu” dia berkata dengan semakin tidak sabar. “Kemana? Kau pikir aku mau ikut denganmu?” kataku berusaha terlihat seolah aku menolaknya, dan memiliki kendali. “Kembali ke milikku. Aku tahu kau mau” dia berkata dengan suara serak menyapu bibirku. “Menurutmu, kenapa aku ingin melakukan itu?” aku bertanya, lalu mundur selangkah darinya. Bibirnya pun dengan cepat jatuh di telingaku. “Agar aku bisa bercinta denganmu sepanjang malam” geramnya di telingaku. Shit! Aku pikir aku perlu mengganti celana dalamku. Aku merasa seluruh tubuhku menjadi lemah. Milikku mulai berdenyut, sungguh rasanya aku ingin mengambil alih kendali saat itu juga. Aku menarik diri, meraih tasku, lalu mengucapkan selamat tinggal pada semua teman-temanku dan semua orang lalu berjalan pergi. “Debby?” aku mendengar Marco memanggilku dengan nada yang terdengar bingung. Oh, bukankah aku sudah menjelaskan bahwa aku akan kembali untuk bercinta dengannya? Aku menyeringai, berbalik arah, mengarahkannya ke arahku. Marco berjalan ke arahku, lalu berdiri di hadapanku. Aku akan mengambil kendali seperti biasa. Aku melangkah ke arahnya, meraihnya lalu mencengkram sesuatu yang ada di balik celana jeansnya. Aku bisa merasakan juniornya kini mulai bergerak bangun. “Aku tidak punya waktu semalaman, apa kau akan datang?” tanyaku mengerang dan menggigit lehernya. “Oh, s**t! Ya” di menggeram karena ulahku. Aku mengangguk, meraih pergelangan tangannya, menariknya keluar dari klub lalu memanggil taksi. Tidak butuh waktu lama untuk mencari sebuah taksi. Saat taksi itu sudah berhenti, aku dan Marco naik ke kursi belakang. Marco memberitahu alamatnya pada supir taksi itu. Aku meletakkan tanganku di atas paha Marco, lalu naik ke atas. Tanganku kini ada di selangkangannya, membelai juniornya dari balik celana jeans miliknya. Dia menghela nafas dengan keras, kepalanya jatuh kebelakang saat aku melakukannya lagi dan lagi. Terlihat dengan jelas dari balik celana jeansnya kalau juniornya itu kini telah mengeras dengan sempurna dan siap untuk bertempur. Brengsekk!! Aku sungguh sudah tidak sabar lagi untuk memasukkan juniornya ke dalam milikku. Memikirkan hal itu membuatku mengapit kedua pahaku dengan kuat. Aku mendekatkan bibirku ke telinganya. “Mmm.. tidaklah sulit bagiku sayang” aku berbisik di telinganya, membuatnya bergidik. “Dia siap untuk bermain.. begitu juga dengannya” imbuhku meletakkan tangan Marco ke atas pahaku. Marco menyelipkan tangannya di bawah gaunku, lalu mendaratkannya di celana dalamku, merasakan betapa siapnya aku untuknya. “Fuckk!! Aku akan menerkammu dengan cara yang tidak akan pernah kau tahu itu. Mungkin kau tidak akan bisa berjalan dengan benar selama seminggu” dia menggeram di telingaku lalu menarik sesuatu milikku yang terselip di bagian tengah-tengah milikku dari balik celana dalamku. “Ahhh!” erang ku pada diriku sendiri, mendorong pinggulku ke dalam sentuhannya. Begitu taksi sudah berhenti di depan rumahnya, Marco melemparkan dua puluh dollar pada supir taksi itu, lalu aku dan Marco bergegas untuk masuk. Aku menariknya ke arahku lalu menciumnya dengan kasar. Dia membalikkan tubuhku membawaku ke pintu depan rumahnya tanpa melepaskan ciuman kami sama sekali, bahkan ketika dia hendak membuka pintu pun dia tidak melepaskan ciumannya di bibirku. Butuh waktu beberapa saat untuk ak dan Marco bisa masuk ke dalam. Marco segera menutup pintu dengan menggunakan kakinya, mendorongku dengan keras ke sana. “sebagai permulaan, aku akan bercinta denganmu disini” ucapnya menggeram. “Lalu kemudian aku akan membawamu ke setiap ruangan yang ada di rumah ini. Aku akan menunjukkan padamu, gaya seorang laki-laki ketika bercinta dengan seorang wanita” imbuhnya dengan percaya diri. Saat ini yang bisa aku lakukan hanyalah mengangguk. Aku sudah sangat siap untuknya. Aku bisa merasakan betapa panas dan basahnya sesuatu yang ada di antara kedua kakiku. Aku hanya berharap kalau dia akan siap dengan segala apa yang akan aku lakukan padanya nanti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN