POV Marco
Aku memastikan untuk mengambil setiap inci tubuh indah dari istriku saat dia berbaring denga telanjang tanpa sehelai benang pun di bawah tubuhku. Aku belum pernah melihat sesuatu yang begitu menakjubkan dan itu semua sudah menjadi milikku selamanya dan hanya untukku di sisa hidupku.
Dengan begini aku menjadi sangat sulit untuk jauh darinya. Karena wanita ini, aku menjadi benar-benar ketagihan dengan dirinya hingga minggu ini atu lebih dari minggu-minggu yang lainnya aku benar-benar tidak bisa jauh darinya. Sungguh sudah seperti candu bagiku.
Aku berpikir kalau aku akan sering mengatakan kalau istriku itu adalah canduku. Aku akan lebih sering mengatakannya dengan kata-kata itu. Sungguh istriku itu memiliki suara yang indah dan aku menyukainya. Aku setengah berharap untuk bangun dari tidurku dan berharap kalau ini hanyalah mimipi saja.
“Kau benar-benar cantik, Debby Henry william.” Ucapku sambil mengelus pipinya.
“Berhenti ...,” ucapnya sambil terkikik dan tersipu saat dia menoleh ke samping.
Aku terkekeh sendiri, apa kau akan mengira kalau dia akan terbiasa denganku memanggilnya begitu setelah dua tahun bersama? Tentu saja tidak.
“Tidak, tidak mau ... sekarang sudah tidak perlu lagi karena kita sudah menikah sekarang. Aku bisa melengkapimu sertaus kali sehari dan kau tidak aan bisa mengatakan apa-apa.” Kataku dengan sombong.
“Diam dan ciumlah aku sekarang!” ucapnya sambil terkikik.
Aku segera turun ke bawah, menggesekkkan bibirku dengan bibirnya. Aku tidak benar-benar menciumnya dan aku pun mendapatkan wajahnya berubah menjadi cemberut. Aku menaruh bibirku di lehernya, membuatnya mengerang dan menarik-narik rambutku. Aku menelusuri bibirku di lehernya, memutar dan menghisap. Cengkraman tangannya di rambutk pun menjadi semakin mengencang.
Setelah aku selesai menjelajahi lehernya, aku pun pindah ke rahangnya, menciumnya dan menggerakkan lidahku di sepanjang garis rahangnya. Debby menggeliat di bawah tubuhku bahkan aku belum menyentuhnya.
Aku terus mencium ke bawah tubuhnya, meraih dua gunung miliknya yang indah di tanganku, membiarkan ibu jariku berjalan menelusuri di atas gunungnya yang kini sudah tegak keras dan menantang.
“Ya sayang, tapi cepatlah bantu aku ... aku membutuhkanmu.” Ucap Debby mengerang dri tempat tidur.
“Akan ada waktunya sayangku,” kataku sambil menatapnya.
Debby kembali menatapku, menarik-narik bagian bawahnya ke atas sebelum menggerakkan lidahnya di atasnya. Tatapan menggoda di matanya sungguh mampu membuatku lemah dan membuat milikku berdenyut setiap kali aku menatapnya.
Wanitaku itu sungguh benar-benar tahu bagaimana cara untuk mendekatiku. Aku pun melepaskan tanganku di atas dua gunung kembar miliknya, dan Debby pun akhirnya merintih karena merasa kehlangan sentuhan di bagian dadanya.
Rengekannya pun segera berubah setelah aku memainkan lidahku di atas dua gnung kembar miliknya sebelum akhirnya aku menariknya di antara gigiku.
“It’s so good, baby.” Ucapnya mengerang dan kepalanya yang jath ke belakang.
Aku pindah ke sisi yang lain dan melakukan hal yang sama seperti tadi, enariknya di antara gigiku dengan sedikit keras. Erangannya pun menjadi semakin keras, di sangat menukai keika aku bermain dengan agak sedikit kasar dengannya. Sama halnya denganku, aku pun menyukainya ketika dia bermain dengan agak sedikit kasar denganku.
Aku tahu dia semakin terangsang dengan setiap sentuhanku, aku yakin sebentar lagi dia akan memohon padaku untuk memberinya suatu hal yang lebih dari ini. Aku pun menarik diri, mencium dan menggigit lebih jauh ke bagian bawah tubuhnya. Meninggalkan jejak kepemilikan di leher jenjangnya.
Aku berhenti tepat di atas tempat dia benar-benar menginginkanku, enatapnya dan tersenyum.
“Please baby ... aku merindukan lidahmu yang hangat di antara pahaku.” Ucapnya mengeran dan melengkungkan pinggulnya ke arahku.
Aku mengedipkan mata, menempatkan wajaku di antara pahanya, memainkan benda yang terselip di bawah sana dengan lidahku/ dengan lembut aku menariknya di antara gigiku hingga membuat Debby berteriak mengucapkan namaku.
Aku menggeram saat merasakan miliknya yang basah di lidahku. Sial! Betapa aku merindukan betapa manisnya miliknya. Aku menggerakkan lidahku ke bawah lipatannya, memutar dan memainkan lidahku ke dalam miliknya.
“Marco ... yes baby ... jangan berhenti sayang.” Racaunya memanggil namaku. Mendorong dirinya lebih jauh untuk melawan sentuhanku.
Aku meraih sesuatu yang terselip di tengah-tengah milikna di antara jari-jariku, menariknya dan menggeseknya saambil terus menggerakkan lidahku di lehernya. Hingga butuh waktu beberapa menit hingga pada akhirnya ia.
“Yes ... Yes Marco ... aku hampir sampai ... kau bercinta dengan sangat baik, sayang.” Ucapnya terus memaggil namaku sambil mencengkram tempat tidur di bawah tubuhnya.
Aku mulai menelusupkan lidahku keluar dan masuk di miliknya dengan lebihn cepat, menggosokan jariku dengan cepat di miliknya dengan agak lebih keras lagi, hingga tubuhnya mulai bergetar hebat di bawahku saat dia mencapai puncaknya dan mengeluarkan semua cairan miliknya dan menmpahkannya di lidahku dan aku akan memastikan untuk membersihkan setiap tetes terakhir miliknya saat dia menggeliat dan mengerang di bawahku sampai seluruh tubuhnya emas dan dia membaringkan tubuhnya yang terengah-engah.
Aku menciumnya dan kembali lagi pada tubuhnya, aku membungkuk di atasnya dan dia membuka matanya untuk melihat ke atas. Matanya tampak berkaca-kaca dan juga gelap karena kabut gairah.
“Kau selalu terasa sangat enak saat melawan lidahku.” Ucapku menggeram dan menekan pinggulku ke arahnya.
Ciuman itu dengan cepat berubah menjadi panas dan Debby melengkungkan pinggulnya ke arahku. Miliknya bergesekan dengan milikku yang sekarang sudah mengeras lagi.
“Fuckk Me Marco ...,” ucapnya mengerang di bibirku.
“Mmm ... aku memang berencana untuk itu ... Aku akan memberikanmu banyak bayi, sayang.” Kataku dengan percaya diri.
“Bukanka kamu selalu sepert itu?” katanya dengan senyuman miring ke arahku.
Aku berlutut di antara kedua kakinya. Kakinya pun dengan segera melingkari pinggulku dan aku mencengkram pahanya dengan sangat kuat saat dia mencengkram kepala tempat tidur yang ada di belakangnya.
Aku mendorong pinggulku ke depan dengan cepat dan memasukinya denga keras. Aku dan Debby berteriak memanggil nama satu sama lain dan mendesah nikmat dengan rasa yang tidak kami miliki baru-baru ini.
Ak suka betapa eratnya dia melilit pinggulku. Aku mulai menurunkan sedikit laju pinggulku, mendorong dan menariknya secara perlahan-lahan. Debby masih erasakan betapa sensitifnya dia dari pelepasannya beberapa saat yang lalu. Aku bergerak dngan begitu lambat dan lembut dan masih tetap bisa membuatnya erintih dan melenguh di bawahku.
Aku memejamkan mata dan menjatuhkan kepalaku ke belakang saat ak merasakan kenikmatan membubung tinggi di dalam diriku dan setiap kali disaat aku mendorongnya ke dalam.
“milikmu sangat sempit, sayang ... kau selalu siap dan basah untukku.” Ucapku mengerang.
“Ya, sekarang bercintalah denganku lebuh keras lagi, Marc.” Ucapnya mengerang melonggaran dinding milikna saat dia mendoron pinggulnya ke atas.
Aku tidak pernah sampai harus di suruhnya sampai dua kali. Apa yang istriku inginkan, aku akan meberikannya dan dia mandapatkan apa yang dia mau. Aku menarikna keluar sebelum akhirnya aku memasukkannya kembali dengan keras dan mengulangi gerakannya berulang kali.
“Ya, baby ... seperti itu Marc ... rasanya sungguh sangat lebih baik sayang.” Ucapnya terus menyebut namaku di setiap teriakkannya.
“That’s right, baby ... katakan padaku bagaimana rasanya? Aku sungguh mrasakan enak sayang. Aku suka milikmu yang basah melilit milikku, sayang. Sungguh betapa bahagianya aku bisa membuat setiap bagian dari tubuhmu itu lemah karena ulahku.” Ucapku menggeram dan menatapnya. Aku memastikan mataku tertuju padna saat ak mengucapkan setiap kata padanya.
Dia mencoba untuk berbicara tetapi tidak bisa. Nafasnya terlalu berat, celananya jatuh dari bibirnya saat tubuhnya menggeliat di bawahku. Aku terus menghujamnya dengan menekan sesuatu yang terselp di miliknya.
Dia mulai menggerakkan pinggulnya sejajar dengan pinggulku, menambah rasa senang tersendiri dari setiap grakannya. Aku memperhatikannya saat rasa senang mulai mengambil alih dirinya, mengetahui dia dekat denganku dan begitu juga dengan aku. Aku memutuskan untuk meperlamat kembali segalanya.
Aku mengulurkan tangan, lalu menekan bibirku ke bibirnya dan menjepit tangannya di atas kepalanya, lalu meperlambat gerakanku, menggerakkan tubuhku ke tubuhnya. Aku menarik diri dari bibirnya, meletakkan dahiku di dahinya dan tatapan mata kami pun bertemu.
“Aku mencintaimu Debby Henry William.” Ucpk berbisik di telinganya.
“Aku juga mencintaimu, Marco.” Ucapnya membalas sambil tersenyum padaku.
Aku membenamkan wajahku dn terus menggerakkan tubuhku ke arahnya, bergerak lebih cepat lagi karena kami berdua butuh pelepasan. Aku mendorongnya berulang kali sampai aku jatuh dan cengkraman tangannya begitu sangat erat di tanganku. Miliknya membelit erat milikku.
“Marco!” ucapnya meanggil dan menumpahkan cairan miliknya di sekitar milikku saat tubuhnya bergetar karena pelepasan.
“Yes baby ... lepaskan ... tumpahkan semuanya milikmu ... biarkan milikku untuk mengambil alih.” Erangku di telinganya.
“Yes Marco ... oh sial, bagus sekali.” Ucapnya berseru, “c*m for me baby.” Dia mengerang di telingaku lagi, melonggarkan dinding miliknya lagi. Dia sangat pandai untuk mengetahui kalau itu adlah satu hal yang bisa membuatku untuk lebih dekat lagi dengan pelepasanku.
“Debby sayang ... ulangi lagi itu.” Ucapku terus mengerang.
Dia pun melakukan seperti apa yang aku minta, dan itu semakin mendorongku untuk bergerak lebih keras lagi ke dalam dirinya. Dalam waktu yang singkat pun, aku menumpahkan cairan milikku jauh ke dalam miliknya. Pelepasanku sendiri mengambil alih diriku.
Aku berpegangan pada tangannya saat tubuh kami bergetar bersama sampai kami berdua terdiam karena kelelahan dan itu pun karena kesenangan dari ini semua. Aku mengusap leherku, melepaskan tangannya dengan milikku yang masih ada di dalam miliknya.
Debby mengacak-acak rambutku saat kami sedang mengatur nafas kami. Aku melepaskan wajahku di lehernya, lalu bersandar di atas dadanya.
“Oh.. betapa aku merindukan melakukan ini denganmu pada saat minggu lalu ini, sayang.” Kataku sambil tersenyum padanya.
“Kau dan aku sama hal nya sayang ... kau dan aku, kita berdua.” Ucapna berkata lalu menciumku.
Aku dengan ragu-ragu menarik diri darinya, menggulingkannya dan menariknya ke dalam pelukanku.
“Aku masih tidak percaya kalau kita pada akhirnya akan menikah, sayang. Hal selanjutnya yang kita pikirkan adalah tentang bayi” Kataku.
Dia mengangka kepalanya dari dadaku, lalu menatapku.
“Bayi?” Ucapnya setengah bingung.
“Ya ... itu pun jika kau ingin ada mereka di antara kita kelak.” Ucapku berkata dengan gugup.
Ya kami telah membicarkannya, tetapi tidak dalam waktu yang sebentar dan tidak ada yang tahu pasti itu kapan.
“Tentu saja sayang ... katamu itu adalah hal yang selanjutnya ... seberapa cepatkah hal yang selanjutnya?” ucapnya bertanya dengan ekspresi dibuat sedatar mungkin. Dia berusaha menahan diri untuk tidak tersenyum.
“Begitu kau menginginkannya, sayang.” Kataku sambil tersenyum dan membelai rambutnya.
“Bagaimana kalau aku lepas pil setelah bulan madu kita dan kita lihat apa yang terjadi?” ucapnya berkata penuh harap.
“Benarkah?” tanyaku sangat antusias dan bersemangat.
“Benar, sayang ... itu semua akan terjadi kalau sudah di rencanakan.” Ucapnya sambil tersenyum padaku.
Aku mengangguk dan meraih bibirnya untukku cium. Debby pun segera berguling di atasku, menantangku dan siap untuk melawan di ronde kedua.
“Mmm... aku benar-benar tidak sabar untuk mencoba membuat bayi denganmu.” Kataku menyeringai.
Dia terkikik, menciumku dengan keras hingga aku bersemangat untuk masa depan. Sekarang bahkan lebih bersemangat lagi. Sungguh aku tidak pernah berpikir kalau itu akan mungkin.