33. Ekstra Part 1. Mr And Mrs William

1414 Kata
POV Marco Aku mondar-mandir di kamar, dan bergumam pada diriku sendiri dengan panik. Aku sangat gugup, telapak tanganku berkeringat dan jantungku berdebar dengan sangat kencang di dadaku. Aku yakin semua orang yang aa di lantai bawah pasti bisa mendengar suaranya. “Apa kau ingin bernafas dulu sebelum kau jatuh pingsan?” kata Edward tertawa dan berusaha membuatku tenang. “Aku tidak bisa. Aku akan menikah Edward, MENIKAH! Dengan Alexa. Bagaimana bisa kau mengharapkan aku untuk tenang? Aku tidak pernah kalau aku pada akhirnya akan menikah, apalagi dengan seseorang yang luar biasa dan juga cantik seperti Debby. Bagaimana jika aku tiba-tiba mengacaukannya? Bagaimana jika aku kembali ke caraku yang seperti dulu? Ya Tuhan, kenapa dia mau menikah denganku?” kataku berbicara dengan cepat. Mungkin di tidak akan mengerti sepatah kata pun yang aku katakan. Sudah setahun sejak aku melamar Debby dan sekarang adalah hari pernikahan kami. Sungguh aku sudah tidak sabar untuk menjadikannya Nyonya Debby Henry William. Tetapi sayangnya itu semua tidak bisa menghentikanku dari rasa takutku. Aku dan Debby akan menikah di sebuah rumah pedesaan yang indah, yang telah kami sewa untuk akhir pekan. Sungguh terlihat sempurna tempat yang kami berdua inginkan itu. Aku dan Debby akan menikah di halaman belakang, bersebelahan dengan danau besar, dan resepsi akan kami adakan di ruangan khusus untuk berpesta disana. “Marco, Debby mencintaimu dan kau juga mencintainya. Jadi tidak akan mungkin kau akan mengacaukan ini semua, kau tenanglah, oke? Berhentilah berpikir seperti itu. Kalian berdua diciptakan untuk satu sama lain. Sekarang kau santailah sebelum aku ikut merasakan perasaanmu, oke?” kata Edward. Aku mengangguk dan mengambil nafas dalam-dalam. Edward adalah sahabat terbaik bagiku, satu-satunya orang yang tahu bagaimana cara agar membuatku menjadi tetap waras. Disini Adel akan menjadi pengiring pengantin untuk Debby. Aku dan Edward pun memutuskan, kalau aku dan dia akan memiliki pasangan hanya cukup satu. Aku dan dia tidak menginginkan sesuatu hal yang besar dan di luaran sana aku dan Debby memiliki 150 tamu VVIP. Diantaranya adalah keluarga dan juga teman dekat kami. Kami berencana akan melarikan diri lalu menikah, karena rencana itu membuatnya merasa stres. Meskipun pada akhirnya kami pun tidak melakukannya. Kami memutuskan kalau kami ingin membagi hari bahagia kami dengan orang-orang yang kami cintai. “Sudah waktunya untuk pergi sobat. Aku yakin kau pasti akan berhasil tanpa jatuh pingsan” kata Edward sambil tertawa. “Ya, kau benar. Aku pasti akan berhasil.” Kataku ikut tertawa. Aku akan menikah dalam waktu kurang dari dua puluh menit. Para tamu undangan pun sudah ada disini semua menyaksikan acara bahagia kami, dan aku pun harus segera turun. Edward memastikan dasi dan Tuxedoku sudah terpasang dengan benar, lalu memberiku sedikit minuman untuk ku minum, dia berharap kalau minuman itu akan sedikit menenangkanku yang tegang. Aku mengambilnya, menenggaknya sekaligus hanya dalam hitungan detik dan aku pun sudah siap untuk pergi setelahnya. Edward dan aku pergi ke taman dan aku menyapa semua tamu kami. Ketika aku tiba menghadap ibuku, dia menangis. “Aku tidak percaya, kalau kau pada akhirnya akan menikah dengan Debby, Marco. Sungguh aku tidak berpikir kalau aku akan melihat hari dimana aku merasa sangat bangga dengan dirimu, nak.” Kata Ibuku dengan terisak, lalu meraihku ke arah dirinya dan memelukku dengan erat-erat. “Terima kasih, Bu. Aku sangat mencintaimu, Bu.” Kataku sambil mengusap pipinya yang basah karena air mata dan aku mencium pipinya sebelum pada akhirnya kami berpisah untuk sementara. “Bagaimana dengan kabarmu, nak?” kata ayahku bertanya. “Aku gugup. Telapak tanganku berkeringat dan jantungku berdebar sangat kencang di dadaku” kataku sambil tertawa. “Itu hanyalah pertanda kalau kau akan menikah, nak. Kau akan menikah dengan orang yang tepat. Sekarang pergilah, pengantinmu yang cantik akan segera datang.” Katanya sambil memelukku. Aku berjalan ke depan, menjabat tangan pemimpin sumpah pernikahan kami. Kami tidak pernah ingin melangsungkan pernikahan di gereja karena di antara kami tidak ada yang benar-benar religius. Aku berdiri di tempatku. Aku mengawasi lorong yang akan di lalu Debby saat dia akan datang, yah, itu pun jika dia tidak berubah pikiran untuk menikah denganku. Tak lama kemudian, musik dimulai, semua orang berdiri dan berbalik untuk melihat calon pengantin wanita ketika dia berjalan mendekat ke arahku. Dan tak lama kemudian dia muncul dengan berpegangan pada lengan ayahnya. Sungguh dia tidak pernah terlihat secantik yang dia lakukan seperti sekarang dengan gaunnya yang indah dan rambutnya yang bergelombang. Apa aku pantas mendapatkan dirinya? Aku tersenyum saat dia semakin dekat denganku. Aku merasakan air mata mulai memenuhi sudut mataku, jantungku berdetak dengan kecepatan ganda, sungguh aku tidak pernah merasakan jantungku berdetak dengan sangat cepat seperti sekarang. Aku tidak percaya kalau dia akan menjadi istriku sebentar lagi. Debby tersenyum padaku saat dia hanya berjarak beberapa inci dariku. Senyuman yang bahkan sudah dua tahun lamanya, tetapi masih bisa membuatku gila dan membuatku semakin jatuh cinta padanya. Senyumnya seger di iringi dengan kedipan mata dan tawa, yang justru membuatku ikut tertawa dan mengedipkan mata padanya. Apa yang bisa aku katakan? Bahkan setelah dua tahun kami masih bersenang-senang saling merayu dan menggoda satu sama lainnya. “Tolong jaga dia Marco.” Kata ayahnya saat akan melepaskan genggaman tangan putrinya di lengannya. “Aku berjanji, aku akan menjaganya.” Kataku sambil menjabat tangannya. Debby mencium pipi ayahnya lalu mengatakan padanya kalau dia mencintainya sebelum dia mengambil tempat duduknya di depan. Aku meraih pinggulnya, menariknya lebih dekat denganku. “Kau terlihat sangat cantik, sayang. Aku tidak sabar untuk membuatmu untuk menjadi istriku.” Kataku berbisik sambil mengelus pipinya. “Aku juga tidak bisa membendung rasa cintaku lagi.” Katanya menjawab dan menatap mataku dengan matanya. **** "Saya mengambil engkau Debby Allana Khiel, untuk menjadi istriku, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus." “Sekarang Giliran mempelai wanita nya untuk mengucapkan janji suci.” "Saya mengambil engkau Marco Henry William, untuk menjadi suamiku, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus." “Sekarang aku mengucapkan selamat untuk kau Tuan dan Nyonya Henry William, karena kau sekarang telah resmi menjadi sepasang suami istri yang sah di mata Hukum dan Agama. Sekarang kau boleh mencium pengantinmu Tuan William.” Kata pendeta yang memandu acara sumpah janji suci pernikahan kami. Oh astaga, akhirnya. Aku menariknya ke dalam diriku, menekan bibirku ke bibirnya, menciumnya dengan semua yang aku miliki dalam diriku. Setelah itu, tempat kami berdiri pun terdengar suara riuh sorakan dan suara peluit dari para tamu undangan. Sontak itu membuat aku dan Debby tertawa dalam ciuman kami. Aku memeluknya erat-erat, memperdalam ciuman kami, yang justru malah membuatnya merintih di bibirku, dan itu membuatku menyeringai. Aku suka, ternyata aku masih memiliki pengaruh terhadapnya setelah dua tahun dan dia masih memiliki pengaruh yang sama padaku. Wanita itu masih tahu bagaimana cara membuatku gila dengan caranya. Membuatku tidak pernah menginginkan orang lain. Aku dan Debby pun menarik diri, tetapi aku menahannya, meletakkan dahiku di dahinya. “Kau terjebak denganku sekarang, Nyonya William.” Kataku tersenyum. “Aku tahu.. aku tidak akan melakukannya dengan orang lain. Aku mencintaimu.” Bisiknya di wajahku, sorot matanya masih membuatku merasa seperti pria yang paling beruntung di dunia ini. “Aku pun mencintaimu, sayang.” Kataku membalas ucapannya, mencuri ciuman lagi sebelum aku meraih tangannya untuk kembali menuju ke lorong. Aku tidak sabar untuk menghabiskan sisa hidupku bersama dengannya. Dia benar-benar telah menjadi seluruh duniaku. “Kau dan seterusnya akan menjadi milikku dimulai malam ini. Aku ada kejutan untukmu.” Ucapnya mendengus di telingaku. Aku lemas. Setiap bagian tubuhku bergidik saat dia mengatakan itu padaku. Aku dan dia berjanji bahwa setelah kami menikah, aku dan dia akan mencari dan menemukan cara untuk menjaga gairahh agar tetap membara diantara kami. Kami tidak ingin kehilangan seperti yang dilakukan kebanyakan pasangan. Hanya sesaat.. nafsu itu.. keinginan itu.. gairahh itu. Mereka semua datang dari cinta, bukan dari hasrat seksual semata. “Mmm, sayang. Aku sungguh tidak sabar. Aku sangat mencintaimu Nyonya Debby Henry William. Jangan pernah tinggalkan aku.” Kataku. “Aku pun mencintaimu. Jangan khawatir sayang, aku tidak akan pergi kemana-mana. Itu janjiku padamu.” Ucapnya meyakinkanku dengan janjinya. Dan aku pun percaya setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya. Aku senang dengan apa yang dia katakan padaku. Dan aku mencintainya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN