27. Dia Milikku

1745 Kata
Sudah lebih dari seminggu sejak aku mendengar dari Debby.. karena mereka tidak terlalu baik dengan mengirimi pesan teks yang kami bagikan. Aku tidak menyalahkan dia yang marah padaku, karena aku tiba-tiba saja mengabaikannya, kemudian dia melihatku dengan beberapa wanita bergaun merah yang indah. Kebenaran tentang si wanita berambut merah adalah, dia dan aku tidak berkencan, kami berdua bahkan tidak melakukan hubungan sekss sama sekali. Dia adalah model yang sedang naik daun, ayahnya bekerja denganku dan aku bertanya apakah aku bisa membantunya, mendapatkan perhatiannya karena dia telah bekerja keras untuk masuk ke industri itu dan pada dasarnya para aak meia memang menyukaiku, jadi aku setuju saja untuk membantunya. Aku tahu kalau aku salah, seharusnya aku memberitahu Debby bahwa sebenarnya setelah akhir pekan aku tidak pernah menyukai perasaan yang aku kembangkan padanya dan aku harus menjauh darinya sebelum aku benar-benar terjatuh dengan keras. Aku telah mencoba menghubungi Debby lebih dari sekali selama seminggu terakhir tetapi dia selalu menolak panggilan dariku dan juga mengabaikan pesan dariku. Beberapa temanku melihat aku agak susah dengan semua hal dan kai pun memutuskan untuk pergi keluar malam ini untuk memakan steak dan meminum bir. Bagiku malam ini adalah malam yang sempurna untuk para kaum pria. Mereka berharap setelah makan, kami semua bisa mengunjungi beberapa klub malam dan bar, membuat diriku ingin bercinta karena memang terdengar seperti ide yang sangat sempurna karena aku tidak pernah bercinta sejak terakhir saat akhir pekan diriku bersama dengan Debby. “Kemana tujuan kita malam ini anak-anak?” tanya Jimy. “Kemanapun kaki kita akan membawa kita, mungkin ke tempat yang ada wanita terseksi yang mencari kesenangan” kataku mengedipkan mata pada mereka, dan kami bertiga pun tertawa. Aku memutuskan malam ini aku akan mendorong jauh Debby dari dalam pikiranku, dia sudah cukup merusak hari-hariku sejak kami bertemu. Kami bertiga sedang mengobrol tentang barang-barang pria yang biasa, wanita ECT. Tiba-tiba saja aku mendengar suara tawa yang keras, suara tawa yang sudah sangat tidak asing lagi bagiku baru-baru ini. Aku berhenti di tengah kalimat yang akan aku katakan, mendengarkan dengan seksama untuk berjaga-jaga, dan aku sedang membayangkannya. “Bung, kau baik-baik saja? Kau melamun” kata Jimy tertawa. Aku mengabaikan pertanyaannya, melihat ke sekeliling restoran sampai mataku menemukan pemilik dari suara tawa yang sangat familiar itu, siapa lagi kalau bukan Debby, dan siapa lagi yang bisa membuatku bertindak seperti ini? Aku melihat dia duduk di meja untuk dua orang dan memang benar ada dua orang yang duduk di meja itu bersamanya. Debby dan beberapa pria. Mereka tertawa dan saling melemparkan godaan, berpegangan tangan di seberang meja. Oh, sungguh betapa murahnya dia. Mereka terlihat begitu sangat nyaman. Aku memperhatikan mereka sejenak, semakin lama aku melihat mereka, dadaku semakin kencang, semakin cepat denyut nadiku, semakin cepat pula perasaan asing menguasai diriku, yang pernah hanya sekali atau dua kali aku rasakan, yaitu cemburu. Aku cemburu melihatnya dengan yang lain karena dia milikku. Aku mencengkram tepi meja, rasa cemburuku kini berubah menjadi marah. “Marco, ada apa denganmu? Sepertinya kau sedang ingin membunuh seseorang” kata Andi. Aku menarik nafas dalam-dalam berbalik menghadap dia. “Debby” aku menggeram. “Seperti wanita seksi yang pernah bercinta denganmu selama berminggu-minggu ini? Wanita yang membuatmu bersemangat minggu-minggu lalu?” tanya Jimy, “Ya, dia ada disana bersama dengan orang lain” jawabku mendesis. Mereka melihat ke arah pandangku dan mengangguk. “Fuckk me!” Andi menggeram. “Mengapa kau kau mengabaikan seseorang seperti itu lalu kau bercinta dengan orang lain saat kau masih bersamanya” Jimy menambahkan. Mereka memandangnya dengan cara yang sama seperti yang aku lakukan saat pertama kali aku menatap matanya, cara yang sama setiap pria memandangnya, penuh hasrat dan berkeinginan yang murni di mata mereka. “Ini lebih rumit dari itu, Jimy” aku menghela nafas, lalu mengusap rambutku dengan tangan. “Kenapa kau tidak memberitahunya bagaimana perasaanmu yang sebenarnya Marco? Taya Andi. Apakah aku terlihat sangat jelas seperti itu di mata orang-orang? Pasti tidak. Bahkan jika apa yang mereka katakan itu benar, itu semua terlihat sedikit terlambat sekarang, dia jelas sudah berpindah hati, dia nampak bahagia dengan siapaun bajingann yang sedang bersama dengannya. Aku ingin pergi menghampiri mereka, mengatakan pada mereka untuk menjauh darinya karena dia milikku. “Karena aku sedang tidak baik-baik saja. Aku terlambat, dia sudah jelas berpindah hati. Ditambah lagi dia tidak menginginkan aku, tidak benar-benar menginginkan aku lebih dari hanya sekedar sekss dan itu adalah kesepakatan kami berdua, tidak ada yang lain. Tidak ada yang dimaksudkan untuk jatuh cinta, tidak ada perasaan yang terlibat. Itu semua hanya dimaksudkan hanya untuk berhubungan sekss, bersenang-senang, dan permainan yang sangat seksi” kataku. Mereka berdua terdiam, menatapku dengan ekspresi terkejut di wajah mereka. “Apa?” tayaku kesal karena di tatap seperti itu oleh mereka. “You Man of The Fuckk Up dude, itulah yang terjadi.” Kata Jimy dengan tegas. “Apa yang kau ingin aku lakukan? Pergi kesana dan menghajar teman kencannya?” aku bertanya dengan kesal. “Mengapa tidak? Bukankah kau lebih dulu memilikinya?” kata Andi. “Ya dan aku mengacaukannya dengan berbohong padanya, membiarkan dia percaya bahwa aku memiliki hubungan dengan wanita bergaun merah itu. Dia tidak seperti wanita lain yang akan dengan mudahnya percaya dengan tipu daya dariku, dia tidak akan menerima omong kosongku begitu saja. dia pernah mengatakan bahkan menjelaskan dengan sangat jelas jika aku memiliki hubungan dengan wanita lain, maka kesepakatan kecil yang pernah kami buat akan selesai” kataku memberitahu mereka. “Tapi disini kenyataannya kau tidak pernah mendekati wanita lain” kata Jimy. “Ya, dia harus tahu itu kan?” kata Andi. “sudah terlambat untuk memberitahunya sekarang.  Bukannya aku jatuh cinta atau apalah itu padanya. Hanya saja aku berpikir kalau wanita bukanlah dia saja, di luaran sana masih banyak wanita lain” kataku sambil mengangkat bahu, berpura-pura seolah tidak peduli, sudah jelas Jimy dan Andi tidak akan percaya padaku. Aku berbalik kembali melihat Debby dan teman kencannya, seperti yang sering aku lakukan, mereka berdua berciuman dan itu membuat aku merasakan sesuatu dalam diriku tersentak melihatnya. Aku mendesis pada diriku sendiri, beranjak berdiri, lalu berjalan ke meja mereka. Aku tahu kalau ini adalah ide yang buruk, tapi aku tetap harus melakukannya. “Apa-apaan kau Debby?” kataku mendesis. Mereka berdua menatapku, wajah Debby tertunduk ketika dia melihatku dan teman kencannya terlihat sangat bingung dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi. “Marco, apa yang sedang kau lakukan disini?” ucapnya balik mendesis. “siapa dia?” kataku sambil menunjuk ke arah pria itu. “Bukan urusanmu sialan! Memangnya kau siapa?” ucap Debby dengan nada yang sedikit meninggi. “Tentu saja itu menjadi urusanku, karena kau adalah milikku” Aku menggeram segera menyesali kata-kata yang baru saja keluar dari mulut sialanku ini. Pria itu berdiri, lebih tepatnya berdiri di hadapanku, diantara Debby dan aku. “Oh, itu bahkan cara yang benar untuk berbicara dengan seorang wanita” ucap pria itu sambil menatapku.“Dan ini bukan urusanmu. Siapa kau sebenarnya? Apakah kau selalu mengejar wanita milik orang lain” kataku tak kalah sinis. Pria itu melihat dari arahku ke Debby, dia tampak lebih bingung daripada di awal beberapa saat yang lalu. “Debby, apakah dia pacarmu?” tanya pria itu pada Debby. “Memangnya siapa dia? Dia bukan siapa-siapa. Dia hanyalah seorang pria yang tidak tahu cara berkomitmen” Ucap Debby dengan kesal. Jelas sekali kalau dia marah padaku. “Kau dengar sendiri bukan? Lalu kenapa kau mengganggu kami?” kata pria itu berbalik ke arahku. “Aku pikir kalau aku sudah menjelaskannya padamu. Bisakah kau menyingkir dari sini? Ini antara Debby dan aku. Kau pergi saja mencari wanita lain siapapun itu yang akan kau naiki selanjutnya.” Kataku menggeram pada pria itu. Semua orang kini tengah melihat kami sekarang. Pria itu tidak pernah bergeser sedikitpun dari hadapanku. Pria itu malah melangkah lebih mendekat ke arahku, menempelkan hidungnya dengan hidungku, sungguh ini benar-benar bukan ide yang bagus. Aku mengepalkan tanganku membentuk kepalan tinju di samping tubuhku, aku pun tidak sedikitpun melepaskan tatapanku darinya. “Marco, bisakah kau pergi? Aku rasa apa yang aku katakan padamu sudah sangat jelas kalau kita sudah benar-benar selesai. Dimana wanita yang bersama denganmu kemarin? Apa dia pergi setelah dia mengetahui siapa dirimu yang sebenarnya?” kata Debby menggeram berdiri di sisi teman kencannya. “Kau tidak tuli kan? Sekarang kau sudah mendengarnya sendiri bukan? Dia tidak ingin kau ada disini, kau hanya membuat keributan saja. aku tidak tahu siapa kau atau apa yang pernah terjadi antara kau dan Debby, yang jelas sekarang kau dan dia sudah selesai, kau sudah benar-benar berakhir dengannya. Debby sekarang bersamaku, dan ingatlah satu hal. Debby bukanlah milikmu” ucap pria itu dengan tegas. Air mukanya yang semulanya tenang kini berubah menjadi gelap karena tersulut emosi. Tanpa berpikir panjang, aku menghajar pria itu dengan meninju rahangnya, membuatnya terjungkal dan jatuh ke belakang. s**t! Mengapa aku melakukan semua ini? Marco! Apa-apaan kau ini?” teriak Debby lalu mendorong dadaku. “Bukankah Aku sudah memberitahumu kalau aku tidak suka yang sudah menjadi milikku disentuh oleh orang lain. Kau adalah milikku Debby, MILIKKU!” kataku dengan menekankan kata milikku, memberitahunya kalau aku adalah pemiliknya. “Kau dan aku sudah selesai Marco. Jauhi aku dan pergilah menjauh dariku. Kau memiliki kesempatan kemarin tapi kau sendiri yang mengacaukan kesempatan itu. Jadi sekarang jangan ganggu aku lagi, aku tidak ingin melihat dirimu lagi OK?” kata Debby dengan kesal dan sedih. Aura yang memancarkan kemarahan sudah tidak terlihat lagi. Aku berusaha untuk meraih tangannya, aku tidak mendapatkan kesempatan karena dia dengan cepat menari diri, mendorongku menjauh darinya sebelum kembali ke pria yang merupakan teman kencannya. Debby pun berlutut di sampingnya sambil berusaha memastikan pria itu baik-baik saja. “Debby, Please? Maafin aku untuk kali ini saja” kataku memohon. “Pergi dari sini sekarang juga Marc, jangan pernah kau ganggu diriku lagi” katanya mendesis padaku. Dari nada bicaranya terbesit sebuah kekecewaan yang mendalam. Matanya menatapku dengan tatapan seperti dia membenciku. Sial! Apa yang telah aku lakukan? Mengapa aku melakukan itu semua? Aku telah menghancurkan setiap kesempatan yang pernah aku miliki dengannya. Aku bergegas keluar dari tepat itu lalu aku menghajar dinding yang ada di hadapanku, mengutuk diriku sendiri. Seharusnya aku tidak pernah membiarkan diriku untuk jatuh cinta padanya sama sekali. Seharusnya aku menghentikannya begitu aku merasa kalau ini lebih dari sekedar nafsu belaka terhadapnya. Sekarang tidak ada kesempatan bagiku untuk memperbaiki hubunganku dengan satu-satunya wanita yang pernah benar-benar aku rasakan. Kini semuanya sudah berakhir.  Aku harus tetap berpegang teguh pada hubungan sebatas sekss dan aku akan menghancurkan hati para wanita. Lebih baik aku seperti itu sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN