“Bolehkan aku dekati Davina, aku calon ibunya loh.” Ucapan itu benar-benar dibuktikan oleh Rima, pada suatu sore saat ia datang berkunjung. Wanita itu datang membawa satu kantong makanan dan mainan untuk Davina. “Boleh makan jajan, kan?” Tanyanya lagi, untuk memastikan. “Davina lahir prematur, perkembangannya sedikit terlambat.” “Benarkah? Ya ampun aku nggak tahu, maaf Mbak.” Rima langsung menyembunyikan kantong belanjaan di belakang tubuhnya, walaupun sebenarnya Davina sudah melihat. “Mainan saja, ya? Kalau makanan kayaknya harus pilih-pilih dulu, deh.” Rima memang tidak melanjutkan profesi sang ibu menjadi dokter spesialis, Rima lebih memilih bidang lain sesuai keinginannya. “Nanti aku tanya Ibu, apa saja makanan yang boleh dikonsumsi Davina.” Ia menaruh kantong belanjaan di t