PART 6 - SEATAP BERTIGA.

1501 Kata
Adakah kejutan yang lebih parah dari yang di dengar telinganya ini? Oke, anggap kedatangan wanita ini di hari pertama ia menikah dengan Lukman sudah membuat jantungnya nyaris lepas dari sangkar. Dan kini, seakan jantung Nurul kembali dipertanyakan kekuatannya demi mendengar ucapan madunya. "Ka-kamu punya dua suami?" Horor sudah tatapan Nurul pada Sekar. Gak salah? "Ya gak lah mbak! Memang bisa di negeri kita ini poliandri? Gak kan?" Mengulas senyum ramah seperti mereka sahabat karib, Sekar kembali bicara. "Sudah mbak Nurul duduk dulu, kita makan." Nurul menggebrak meja. Emosi menguasai jiwanya. "Kamu itu gak usah sok baik sama aku! Kalau kamu gak poliandri, terus kenapa kamu menikah sama suamiku?" Geram sudah Nurul jadinya. "Suami kita Mbak." Sekar berucap dengan lemah lembut. "Mas Lukman suami kita. Jangan lupa. Suami mbak dan suami aku." Gak sudi! Teriak Nurul dalam hati. Amit-amit aku berbagi suami. Berbagi sedotan aja aku ogah. Ini suami? Modelan Lukman? Ya Tuhan, kenapa aku bisa tergiur terima lamaran lelaki b******k itu. "Terus kemana suami kamu itu sekarang? Dia tahu kamu menikah sama Mas Lukman?" cecar Nurul lagi. Wanita itu tak lagi mau menyembunyikan kebenciannya pada Sekar. Sementara Sekar, sejak tadi berusaha ramah karena mengingat pesan Lukman. "Ingat Sekar, Nurul di sini anggap tamu kita. Enam bulan dari sekarang aku akan bercerai dari dia, jadi jangan buat keributan. Aku ingin bercerai baik-baik dari Nurul." Itu sebabnya Sekar berkata semanis mungkin. Mereka saling menatap. "Mbak, dimana suamiku yang dulu, itu urusan aku, sekarang aku istri Mas Lukman selamanya." Nurul berdecak. "Kamu boleh-boleh saja gak mau mengatakan sama aku tentang suami kamu. Tapi ini, kamu lihat ini apa?" Nurul mengacungkan map di tangannya. "Kamu tahu apa ini?" "Map," jawab Sekar polos dengan kening melipat. Orang bego juga tahu ini map! Dengan perlahan dan sambil mendelik, Nurul membuka map dan memperlihatkan pada Sekar. "Kamu ingat sama foto ini?" Foto Sekar dengan baju akad nikah yang dibuat dari butik Nurul. Sekar sesaat melihat dan wajahnya tiba-tiba tersenyum cerah. "Wah bener kan? Aku cantik di sini." Sekar bermaksud melihat lebih dekat, tapi gak berhasil. Karena Nurul kembali menjauhkan map itu dari Sekar. "Heh, aku kasih ini sama kamu bukan untuk kasih tahu kalau kamu itu cantik." Mata Nurul menyipit. "Aku mau kasih tahu foto ini sama Mas Lukman." Sekar menganga. "Kasih tahu apa?" Suara dari arah belakang terdengar. Keduanya menoleh, dan mendapati Lukman berdiri di ambang pintu dapur dengan tangan melipat di depan d**a. Sepertinya mereka berdua tidak menyadari kedatangan suami tercinta mereka. Mungkin bisa disebut suami tercinta buat Sekar tapi tidak buat Nurul. Mengendus sambil berbalik berjalan ke arah Lukman, Nurul membawa serta mapnya. "Mas, kamu harus lihat ini." Show time! Batin Nurul. Nurul membuka map di depan Lukman sambil tersenyum miring pada Sekar. "Ternyata istri kamu itu sudah pernah menikah dan dia bahkan pesan kebaya di butik aku." Lukman menatap pada foto di tangan Nurul. Sesaat keningnya melipat. Ia meraih foto di tangan Nurul. Menoleh pada Sekar, Lukman menyingkirkan lengan Nurul. Ia berjalan ke arah Sekar. "Jadi kamu pernah pesan baju akad nikah ke butiknya Nurul?" Suara Lukman terdengar dingin. Senyum muncul di sudut bibir Nurul. Sukurin kamu Sekar, rasakan kamu sudah membohongi Mas Lukman. Kamu pasti akan ditendang dari rumah ini. "Iya Mas, emang kenapa?" Sekar takut-takut. "Ck, terus kenapa kemarin kita nikah kamu beli kebaya di tempat lain?" Hah! Maksudnya? Nurul heran. "Ya ampun Sekar, kamu lebih cantik pakai kebaya itu dari pada kebaya yang kamu pakai saat kita akad nikah kemarin." Lukman merengkuh pinggang istrinya. "Masa sih Mas?" Sekar mengulum senyum sambil menatap penuh cinta pada Lukman. Kini Nurul yang heran. Lho mereka kok gak berantem? "Mas Lukman! Kamu tahu Sekar sudah menikah sebelum sama kamu?" Nurul bertanya dengan intonasi keras. Tak berniat melepaskan rangkulannya pada Sekar, Lukman menoleh. "Ya sudah dong. Aku sudah tahu." Lukman menjawab sesantai mungkin. Apa? Nurul tak percaya. Sepertinya ia ingin pingsan. Nurul berjalan mendekati sepasang suami istri yang terlihat sedang mabuk asmara. "Enam bulan yang lalu dia menikah dengan lelaki lain, dan sebulan yang lalu kamu nikahi dia juga?" Nurul bertanya pada suaminya, bahkan jarinya menunjuk pada wanita yang kini tersipu-sipu malu di depannya. Ugh! Nurul muak! Sok kecakepan amat sih! "Memang kenapa? Aku cinta banget sama dia. Ya kan Sekar?" Lukman bertanya semanis mungkin. Ditanya begitu Sekar mengangguk. "Aku juga cinta sama Mas Lukman." Sekar mengecup bibir Lukman di depan Nurul. Mulut Nurul menganga. "Kalian ... kalian ...." Nurul bahkan sulit berkata-kata. "Kami saling mencintai Nurul. Kamu belum merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta satu sama lain," tutur Lukman menegaskan jika hanya Sekar yang berarti buatnya. "Kalian bukan saling cinta, tapi kalian gila! Gak waras!" Nurul berbalik pergi. "Dan aku!" Ia menghentikan langkahnya beberapa saat sebelum benar-benar keluar dari rumah ini. Walau begitu ia tak berniat untuk menoleh ke belakang sedikitpun. "Aku bisa ikutan gila kalau terus satu rumah dengan kalian!" teriak Nurul dengan wajah prustasi. "Jangan lupa tutup pintunya kalau kamu keluar Nurul!" pesan Lukman. "Aku gak akan kemana-mana!" Kembali Nurul berbalik. Memang dia mau kemana? Pergi? Oh Kebagusan sekali! Ini rumahnya, sekalipun ini rumah asli milik Lukman, tapi ia istri sah di sini! Nurul menatap emosi pada pasangan Lukman dan Sekar. Sepertinya ia akan terkena penyakit darah tinggi mendadak. "Kalau kau lupa, aku istri sahmu di rumah ini Lukman!" Hilang sudah panggilan sopan Nurul pada suaminya. Lukman melepaskan rangkulannya pada Sekar. Ia berbalik menghadap Nurul. Sementara Sekar, wanita itu melingkarkan tangannya ke lengan Lukman. "Nurul, aku kasih tahu sama kamu. Pernikahan kita ini win-win solution. Kamu gak mau kehilangan butik, dan aku gak mau kehilangan perusahaan. Jadi kita buat semuanya mudah." "Mudah? Mudah buat siapa? Mudah buatmu dan istrimu itu?" tanya Nurul dengan wajah sesinis mungkin. Lukman menoleh pada Sekar dan keduanya tersenyum. "Aku sudah katakan padamu Nurul. Aku tidak mencintaimu." "Lalu kenapa kamu melamarku? Oh ya! Demi perusahaan. Tapi seharusnya kau jujur padaku." Nurul sungguh tidak terima dipermainkan seperti ini. Lukman melepaskan lengan istrinya dan melangkah mendekat ke arah Nurul. Menatap wajah Nurul dengan seksama. "Kamu jatuh cinta sama aku?" Nurul mengerjap. "A-apa?" "Kamu selalu marah kalau aku bersama Sekar. Kamu cinta sama aku?" Astaga! Kaca mana kaca! "Lukman, jujur aku kasih tahu kamu. Kalau aku cukup shock dengan pernikahan ini. Aku pikir aku akan mendapatkan sebuah pernikahan normal. Tapi ternyata aku salah besar." "Kalau aku bisa putar lagi waktu, aku benar-benar menyesal menikah denganmu." "Maaf aku tidak bisa membalas cintamu." Lukman bicara santai. Yang cinta sama dia siapa Ya Tuhan! Hati Nurul meringis. Lihatlah tampang Lukman sekarang, ingin sekali Nurul raup wajah sok tampan itu dan Nurul cakar hingga kukunya menancap di sana! "Aku bilang aku hanya mau menjalani pernikahan yang normal, bukan berarti aku cinta sama kamu!" Ge-er banget ini orang! Lukman menggaruk dagunya. "Kamu mau menjalani pernikahan yang normal? Hmmm ... berarti suami-istri yang sesungguhnya kan? Kamu mau aku sentuh gitu?" "Bu-" "Sampai kamu bela-belain pakai lingerie sexy demi menarik perhatian aku? Gak salah dong aku bilang kamu jatuh cinta sama aku." Nurul menatap dengan miris. Ia menyesali semua kelakuan dia di hari pertama menginjak rumah ini. Padahal ia hanya ingin menunjukkan baktinya pada suami, terlepas ia cinta atau tidak. Cinta? Sebuah kata yang sungguh membuat Nurul muak mendengarnya. Disaat usia setua ini, ia belum pernah merasakan jatuh cinta. Boro-boro merasakan seperti yang pernah ia dengar dari temannya, minus Joya. Terbayang-bayang sampai ke bawa mimpi? Yang ada hanya pekerjaan yang bisa datang di mimpinya. Lalu perasaannya dengan kekasihnya yang dulu? Nurul biasa saja. Punya kekasih sama dengan menutupi aib karena terus jomblo. Mengenaskan sekali. Punya rasa tidak, tapi sering dikecewakan. Itu sebabnya ketika ia putus, jangan kata menangis sampai air matanya kering. Yang ada dalam otaknya justru mencari pengganti. "Maaf, aku tetap cinta sama Sekar." "Dengar Lukman ya! Aku gak peduli kamu mau cinta dia apa gak! Aku cuma khawatir Ayah aku akan tahu seperti apa rumah tanggaku, dan itu berarti aku akan kehilangan butik aku!" Napas Nurul naik turun karena emosi. "Ck, Nurul. Ayah kamu gak akan tahu kalau kamu gak cerita. Gitu aja kok repot sih." Sepertinya Nurul baru tahu jika lelaki yang mau gak mau harus ia akui sebagai suaminya ini bodohnya parah sekali. Dia bertolak pinggang. "Jadi menurut kamu, apakah normal jika kita seatap bertiga?" Nurul melirik Sekar dengan tatapan setajam silet. "Kenapa sih gak kamu taro aja dia di tempat lain? Gak juga harus di rumah ini?" "Nurul, ini rumahku. Suka atau tidak suka, Sekar harus di sini. Karena memang seharusnya Sekar yang di sini, bukan kamu." "Kalau gitu, kenapa kamu gak nikahi Sekar saja sekalian kemarin?" "Gak bisa." "Kenapa?" Wajah Nurul sudah mengenaskan sekali. Lukman tampak emosi. "Karena kedua orang tua aku maunya aku nikahi kamu, titik." "Kamu gak cerita sama orang tua kamu tentang pernikahan kalian kan?" Lukman geram bukan kepalang. "Kalau mereka tahu, itu berarti dari kamu. Awas kalau sampai kamu bocorkan ke semua tentang pernikahan aku dan Sekar." "Jadi kamu tetap mau kita seatap bertiga?"Nurul tidak percaya. "Sayangnya memang harus seperti itu, Nurul sayang." Menyeringai dengan raut wajah menjijikkan, Nurul berbalik. "Aku bisa kehilangan kewarasan aku kalau terus di dekat kalian." Tak lama terdengar suara keras pintu kamar yang dibanting.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN