Setelah melihat Bella dengan anaknya tadi, Alan berpikir jika perempuan itu sudah menikah sehingga dia tidak perlu menikahinya lagi. Mobil yang dikemudikan oleh asisten Alan menuju kediaman keluarga Mahardika.
Pria itu datang mengunjungi neneknya untuk makan malam. Biasanya setelah pulang kantor Alan akan pulang ke rumah mewahnya. Di sana dia tinggal sendiri dengan beberapa asisten rumah tangga. Namun, malam ini neneknya mengundang makan malam.
Selesai makan malam, Nani Mahardika mengajak Alan membicarakan tentang Bella lagi. Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh asisten Alan, Bella adalah seorang ibu tunggal yang membesarkan anaknya sendiri.
"Alan, kamu tetap harus menikahi Bella. Kasihan sekali dia harus menjadi ibu di usia yang masih muda." Wajah Nani terlihat sedih membayangkan Bella seorang diri membesarkan anaknya tanpa seorang suami.
"Tapi, Nek, kita bisa memberikan kompensasi lain untuk membalas budi pada keluarga Wiratama. Aku tidak harus menikah dengannya, kan?" Alan berusaha memberikan saran yang lain.
"Kamu harus menikah dengannya. Merawat Bella dan anaknya. Itu adalah balasan paling sepadan dengan kebaikan almarhum yang sudah menyelamatkanmu." Nani terus menekankan ini pada Alan agar mau bertanggung jawab.
Demi apa pun, Alan tetap tidak ingin menikah dengan Bella. Dia sudah pernah menyakiti seorang perempuan dan harus menjaganya karena perbuatan buruk Alan di masa lalu padanya. Namun, dia tidak bisa membantah apa yang sudah dikatakan sang nenek padanya. Pria itu memikirkan kompensasi lain yang bisa dia berikan pada Bella tanpa harus menikah dengannya.
"Kita bisa berikan materi yang banyak buat menopang kehidupan Bella dan putranya, Nek." Alan terlihat memohon pada Nani.
"Keputusan Nenek tidak bisa diganggu gugat. Kamu tetap harus menikah dengan Bella." Nani sangat tidak ingin dibantah.
Sementara ini, Alan akan menuruti permintaan neneknya sambil memikirkan cara lain untuk membalas budi pada Bella.
***
Senin besoknya, Bella mulai bekerja di perusahaan tas dan sepatu Ruby. Dia menjadi salah satu desainer tas dari beberapa desainer yang ada di sana. Perusahaan itu sudah diakuisisi oleh atasan Bella sehingga dia pindahkan ke sana. Perusahaan itu tidak hanya menjual produk yang mereka desain sendiri, mereka juga menerima pesanan khusus dari klien tertentu dengan bayaran yang mahal. Perempuan tidak sabar untuk menantikan hari pertamanya bekerja.
Pada hari pertama bekerja Bella mengantar Hadi ke sekolah TK lebih dulu. Tidak lupa dia menitipkan anaknya di sana dan akan dijemput pada sore hari sekitar jam empat sore. Setelah mengantar Hadi, Bella berangkat menuju kantor dengan taksi. Dia belum memiliki kendaraan pribadi sehingga masih harus naik taksi untuk pergi ke mana pun.
Tiba di kantor, dia disambut oleh atasannya bernama Fitri dan berkenalan dengan desainer lain yang ada di perusahaan itu. Atasan Bella mengantarkan ke ruangannya. Setiap desainer mendapat ruangan sendiri dengan dinding kaca. Bella merasa senang berada di kantor yang baru.
"Siang ini kita ada meeting dengan CEO. Semua karyawan harus hadir termasuk kamu, ok?"
"Iya, Mbak. Aku pasti datang."
"Sekarang kamu bisa melihat-lihat desain yang telah dibuat perusahaan ini terus buat lah desain tas yang baru, berkelas, mewah, dan belum ada di pasaran."
"Baik, Mbak."
Bella mulai fokus dengan pekerjaannya. Tanpa dia ketahui Alan sudah mengakuisisi perusahaan tempat Bella sekarang. Pagi ini pria itu sedang menandatangani dokumen karena sudah mengakuisisi perusahaan tas dan sepatu Ruby. Perusahaan itu saat ini sudah menjadi bagian dari Mahardika Grup di bawah pimpinan Alan.
Siang itu Bella makan siang bersama Fitri. Selesai makan siang dia kembali ke ruangannya lalu bersiap untuk mengikuti meeting pertamanya di perusahaan itu. Semua karyawan sudah berkumpul di ruangan saat Bella datang. Dia duduk di kursi yang masih kosong. Tidak lama kemudian dia mendengar jika CEO mereka akan masuk ke ruangan.
Bella kira CEO perusahaan itu adalah seseorang yang berusia lima puluh tahun. Namun, betapa terkejutnya dia ketika melihat CEO mereka adalah seorang pria muda, tampan, berkharisma dan menarik sehingga karyawan wanita yang ada di ruangan itu langsung terpesona dan tidak melepaskan pandangan mereka dari sang CEO muda.
Perempuan itu mengenali CEO baru mereka, dia adalah Alan Mahardika yang pernah datang ke rumahnya. Hanya saja dia tidak tahu mengapa pria itu saat ini berada di kantor itu sebagai CEO. Dia merasa tidak salah masuk perusahaan.
Sejak duduk di kursinya dan diperkenalkan sebagai CEO baru, tatapan mata Alan tidak lepas dari Bella. Bahkan sepanjang meeting siang itu dia terus menatap Bella. Sorot matanya yang dingin terus tertuju pada perempuan itu. Membuat semua karyawan wanita lain merasa iri padanya. Apakah Alan Mahardika menyukai Bella? Pertanyaan dari banyak karyawan wanita lain. Mereka pun melayangkan tatapan tidak suka pada Bella karena telah berhasil menarik perhatian CEO baru mereka.
Bella merasa aneh saat Alan terus melihat ke arahnya. Perempuan itu dengan berani menatap tajam pada bosnya di saat karyawan lain tidak berani menatap bos mereka seperti itu. Alan pun semakin sengit menatap Bella sehingga perempuan itu harus mengalihkan pandanganya ke arah yang lain agar tidak bertatapan dengan bos baru di kantornya. Bella hanya berharap meeting hari itu segera selesai dan dia tidak perlu banyak barusan dengan bos baru.
Selesai meeting, Bella bisa bernapas lega. Semua karyawan kembali ke ruangan masing-masing. Sementara itu, dia dan Fitri berjalan bersamaan kembali ke ruangan.
"Semua wanita di kantor ini iri padamu. Sepertinya di hari pertama bekerja kamu sudah menarik perhatian bos baru kita."
"Apaan sih, Mbak?"
"Loh ya jelas, buktinya dia sudah menunggu kamu di ruangan."
Bella merasa heran saat mengalihkan pandangan ke ruangannya. Di sana Alan Mahardika sudah duduk menunggunya di ruangan sementara dia masih berada di luar dan berjalan dengan santai.
"Mbak, aku duluan, ya. Enggak enak udah ditunggu bos." Bella bergegas masuk ke ruangannya lalu berdiri di belakang meja di hadapan Alan.
"Maaf, Pak, saya tidak tahu kalau Bapak menunggu saya di sini." Bella bersikap sopan pada bosnya.
"Tidak masalah, saya juga belum lama duduk di sini. Ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan kamu."
"Bapak sepertinya punya banyak waktu untuk mengerjakan hal tidak penting ya?"
Pria itu mengerutkan dahi. Merasa heran dengan Bella dan sikap beraninya.
"Pekerjaan tidak penting?" Pria itu mengerutkan dahi.
"Iya, kenapa Bapak menunggu saya di sini, itu kan bukan pekerjaan seorang pimpinan. Bapak bisa memanggil saya ke ruangan Bapak lalu saya akan datang ke ruangan Bapak."
Alan merasa heran dengan sikap berani seorang Bella. "Baiklah, saya persingkat saja semua ya. Saya mau menikahi kamu, merawat anakmu dan hidup bersama denganmu seumur hidup saya." Alan yakin Bella akan menolak lamarannya yang terdengar hanya seperti basa basi dan dengan sikapnya yang dingin.