"Menikah? Saya bisa membesarkan anakku sendiri dan hidup bahagia berdua bersamanya." Tasya menolak Alan dengan tegas.
"Kamu tahu kan kalau ibumu sudah menyelamatkanku. Kami berutang banyak pada keluargamu dan harus membalas semuanya. Aku akan bertanggung jawab pada hidupmu dan anakmu."
Pria ini tidak ada niatan lain. Dia hanya ingin membalas kebaikan mama Bella.
"Tidak perlu. Mamaku tidak mungkin mengabaikanmu waktu itu. Sebagai manusia memang harus saling membantu. Kamu tidak perlu membayar apa pun padaku untuk membalas semuanya." Bella menolak Alan lagi.
Bella menatap wajah Alan agak lama. Entah mengapa tiba-tiba dia merasa anaknya dan pria yang duduk di hadapannya terlihat mirip. Dari wajahnya hingga temperamennya. Namun, Bella segera menepis pikiran tentang itu.
"Nenekku ingin kita menikah. Buatku itu tidak masalah."
"Pak Alan yang terhormat. Suatu hari nanti saya bisa saja menikah, tapi saya pastikan kalau pria itu bukan Bapak. Sepertinya saya tidak kesulitan mencari calon suami." Bella menolak dengan halus.
Semakin lama dipandang, Bella terlihat cantik di mata Alan. Dia tidak memungkiri hal ini.
"Apa kamu tidak mau menikah denganku?"
"Pak Alan, Bapak memang tampan dan punya kekuasaan, tapi maaf saya tidak tertarik sama sekali."
Alan agak terkejut mendengar jawaban Bella. Dia tidak menarik di mata Bella. Namun, itu adalah yang sangat dia harapkan bahwa tidak ada ketertarikan satu sama lain.
"Saya harap kamu mau menemui nenekku, kapan pun itu." Hanya Bella yang bisa menolak permintaan neneknya dan perempuan itu bisa mengatakan langsung pada sang nenek. Alan harus bertanggung jawab pada perempuan lain.
Bella diam sejenak sambil memikirkan ucapan Alan. Haruskah dia bertemu dengan nenek dari pria itu?
"Bapak yakin sudah mengambil alih perusahaan ini?"
"Ya, mulai hari ini saya adalah bos kamu. Saya akan menjagamu dengan baik." Alan ingin menunjukkan, meskipun mereka tidak menikah dia tetap bisa menjaga Bella dengan baik.
"Oh, ok. Kalau begitu silakan Bapak keluar dari ruangan saya!"
Alan terkejut dengan sikap Bella. Karyawannya itu berani mengusir seorang bos keluar dari ruangannya.
Setelah Alan keluar dari ruangannya, Bella tiba-tiba teringat dengan ucapan Fitri tadi. Dia merasa kesal dengan bosnya itu karena sudah menyebalkan. Bella hanya bisa berharap bosnya tidak akan pernah mengganggunya lagi.
Sementara itu, di tempat lain. Eka sudah tinggal di sebuah rumah mewah yang Alan siapkan untuknya. Satu hari setelah kedatangan Alan waktu itu, Eka dijemput orang suruhan Alan dan dibawa ke sebuah rumah mewah.
Tinggal di sana, Eka hidup bak seorang putri. Hidup bersama pelayan dan dilayani dengan baik. Dia pun mendapatkan uang banyak dari Alan untuk belanja di mana pun dan kapan pun dia mau.
Setiap hari, Eka selalu pergi ke mal untuk menghibur diri. Perempuan itu diberikan mobil dengan supir yang bisa mengantarnya ke mana saja. Alan benar-benar memanjakan Eka dengan materi yang semestinya itu dinikmati oleh Bella. Eka menghabiskan banyak uang untuk membeli tas mahal dan pakaian mahal. Namun, kali ini dia ingin Alan datang menemuinya.
Segera Eka menghubungi Alan dengan ponselnya. Panggilan itu pun diterima oleh Alan.
"Halo."
"Halo, Alan, aku mau mengajakmu makan malam. Apa kamu bisa datang ke sini malam ini?"
"Maaf, Eka, malam ini tidak bisa. Nanti kalau aku bisa datang ke sana, aku kabari."
Eka merasa kecewa karena Alan menolak undangannya. Dia merasa bosan dan kesepian tinggal di rumah itu. Alan tidak pernah datang ke rumah itu sama sekali sejak pertemuan pertama mereka.
"Baiklah, kabari aku kalau kamu ada waktu." Eka pun menutup panggilan telepon dengan perasan kecewa.
Pada sore hari, Bella pulang dari kantor menuju sekolah Hadi. Dia tiba di sana pada jam 17.00.
"Mama!" teriak Hadi setelah bertemu Bella.
"Hai, Sayang, gimana sekolahnya?"
"Aku senang, Ma. Ketemu banyak teman di sini."
"Senangnya. Mau makan apa buat malam ini?"
"Apa aja. Masakan Mama semuanya enak."
Bella membawa Hadi pulang. Mereka menuju supermarket terdekat untuk belanja bahan makanan. Kemudian pulang ke apartemen.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Bella mulai sibuk di dapur sementara Hadi bermain di kamarnya.
Bella merasa senang melahirkan anak seperti Hadi yang sangat baik dan penurut serta cerdas. Anak itu tidak pernah menyusahkannya. Dia selalu makan apa pun yang Bella masak. Mereka saling menyayangi. Selesai masak mereka pun makan bersama.
"Gimana kerjaan Mama di kantor?"
"Semua lancar." Bella tidak mau Hadi khawatir padanya. Dia selalu terlihat bekerja dengan baik tanpa mengalami masalah apa pun.
Malam itu Bella tidur bersama Hadi dalam pelukannya sampai pagi hari.
Bella mengantar Hadi ke sekolah hari ini, dia agak terlambat dan buru-buru ke kantor sampai tidak sempat sarapan.
Perempuan itu mencari roti untuk sarapan. Dia segera makan roti itu dengan terus mengunyah tanpa air minum.
Dia terus berjalan lalu masuk lift. Perempuan itu terkejut melihat Alan berada di lift bersamanya.
"Pagi!" sapa Alan pada Bella.
"Pagi." Bella menelan roti itu dengan susah payah sampai cegukan.
Dia merasa hampir tersedak dan kesulitan bernapas. Bella menahan malu pada Alan yang melihat semuanya dari dinding lift yang terbuat dari kaca. Setiap apa pun gerak-gerik Bella sudah pasti terlihat oleh pria itu. Wajah Bella memerah menahan malu.
Mereka pun tiba di lantai tempat ruangan kerja Bella. Setelah pintu lift terbuka, perempuan itu segera keluar. Tidak mau beramah tamah dengan bosnya itu. Alan merasa Bella sangat menarik dengan sikapnya tadi.
Tiba di ruangannya, Bella segera minum untuk menghilangkan cegukan. Dia masih membayangkan betapa malunya dia bersama dengan Alan di lift tadi.
Tak lama kemudian, semua desainer di panggil untuk rapat departemen. Bella bersiap untuk rapat dengan merapikan pakaiannya.
Di ruangan rapat, Fitri sebagai pimpinan departemen desain memiliki banyak desainer di bawahnya termasuk Bella.
"Sebentar lagi Pak Alan akan datang. Kita mulai rapatnya setelah Pak Alan datang."
Bella merasa bingung, apakah datang ke rapat departemen desain juga termasuk tugas dari bosnya?
Tak lama kemudian, Bella mendengar celetukan desainer lain padanya.
"Bella sejak kapan kamu kenal dengan Pak Alan?" tanya Wulan dengan tatapan penuh arti.
"Aku enggak kenal dengan Pak Alan." Bella menyembunyikan fakta jika dia pernah bertemu Alan.
"Tapi kenapa Pak Alan menatapmu terus selama pertemuan kemarin?" Wulan tidak puas dengan jawaban Bella.
"Kenapa kamu enggak tanya Pak Alan aja?"
"Tolong jangan campur adukkan antara pekerjaan dengan perasaan pribadi. Perusahaan bukan tempat jatuh cinta atau berbuat curang. Kalian harus ingat itu semua." Fitri mengingatkan semua.
Alan pun masuk ke ruangan dengan membawa hawa dingin. Dengan kharisma dan ketampanan yang dia miliki menarik perhatian banyak perempuan. Kedatangannya membuat perempuan dalam ruangan itu merapikan pakaian dan menundukkan pandangan.
"Silakan mulai rapatnya!" Suara Alan terdengar rendah dan dingin.