"Pembahasan rapat kali ini adalah tentang kompetisi tahunan yang biasa diadakan untuk desainer di perusahaan tas dan sepatu Ruby. Karena ada yang baru masuk jadi saya akan menjelaskan lagi tentang kompetisi ini," ucap Fitri pada semua yang ada di ruangan rapat.
Fitri mulai menjelaskan tentang kompetisi desain terbaik untuk tahun ini. Mata Bella tidak lepas dari Fitri dan mendengarkan semua penjelasannya. Setelah paham dengan apa yang sudah dijelaskan Fitri, Bella bersemangat untuk mengikuti kontes.
Wulan menatap tajam pada Bella dan perempuan itu baru menyadarinya setelah menatap Wulan. Wulan yakin dia bisa mengalahkan Bella meskipun perempuan itu dikirim dari pusat. Entah sebagus apa desain yang dibuat Bella, dia tidak akan merasa takut.
Bella pun akan berusaha yang terbaik untuk menang di kontes itu. Hadiah uang sudah terbayang-bayang karena memang dia sangat menyukai uang dari hasil jerih payahnya sendiri.
Tiba-tiba Bella merasakan sedang ditatap oleh seseorang dan dia tidak menyukai hal itu.
"Enggak ada kerjaan banget bos ngeliatin terus," gerutu Bella dalam hati.
Ingatannya kembali pada saat dia kehilangan sang mama. Pada saat itu memang sang mama telah mengorbankan nyawa untuk menyelamatkan Alan, tetapi dia tidak pernah mengharap keluarga Mahardika akan membalas budi atas kebaikan sang mama. Dia pun tidak ingin bertemu dengan pria itu.
Saat Bella sedang larut dalam lamunannya. Fitri sedang bertanya pada masing-masing desainer tentang konsep yang akan mereka bawa dan tiba sudah giliran Bella untuk menjawab pertanyaan itu.
"Katakan apa yang akan kamu rancang, Bella?" tanya Fitri padanya.
Perempuan itu masih asyik dengan pikirannya sendiri dan tidak mendengar pertanyaan Fitri. Dia pun merasa kesal pada Bella.
"Berani-beraninya dia melamun saat rapat," keluh Fitri dalam hati.
Bella tersentak dan sadar dari lamunannya. "Maaf, Mbak Fitri tadi tanya apa, ya?" Bella berusaha bersikap santai.
"Saya tahu kamu memang dikirim dari pusat, tapi tidak sepantasnya kamu melamun saat rapat. Kamu tidak menghargai saya, Pak Alan dan semua yang ada di ruangan ini." Fitri mengungkapkan kekesalannya pada Bella.
Semua yang ada di ruangan rapat menatap Bella. Mereka terlihat menyalahkan dan memojokkan Bella karena melamun saat rapat. Wajah perempuan itu memerah karena malu dan tidak tahu harus mengatakan apa.
Lalu terdengar suara bariton dari seorang pria yang terdengar lembut di telinga Bella. "Coba kamu katakan, desain apa yang akan kamu bawa ke kompetisi kali ini?" Alan mengingatkan Bella.
Perempuan itu membayangkan apa yang akan dia rancang nanti. Dia pun menjelaskan dengan percaya diri. "Saya akan membuat desain tas yang belum pernah saya buat sebelumnya. Dengan material kulit dan desain elegan dan mewah. Sudah pasti limited." Bella tersenyum puas.
Namun, ada saja yang tidak puas dengan apa yang dia katakan. Dia adalah Wulan.
"Saya harap bisa mengalahkan desain Anda dan bisa memenangkan kompetisi ini."
"Kita lihat nanti desain siapa yang akan terpilih."
Bella tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Wulan. Dia hanya akan fokus pada apa yang akan dia rancang nanti. Kemudian, tatapan Bella bertemu dengan tatapan Alan. Dia pun segera mengalihkan pandangannya. Dia sangat tidak mau melihat pria itu.
Perempuan itu pun sangat tidak berharap bertemu Alan pada rapat kali itu. Namun, pria itu hanya datang ke rapat untuk mendengarkan saja, tidak akan ikut campur dengan departemen desain.
Setelah rapat, sebelum meninggalkan ruangan semua mata tertuju pada Bella dengan tatapan tidak suka karena selalu menjadi perhatian Alan di ruangan itu.
Bella kembali ke ruangannya. Dia segera membuka buku sketsa dan menggambar apa yang sudah dia bayangkan sejak tadi. Perempuan itu terus menuangkan isi kepalanya di kertas sampai dia tidak menyadari jika waktu sudah banyak berlalu.
Saat Bella sadar, sudah waktunya dia pulang dan menjemput Hadi dengan taksi. Di dalam taksi dia teringat pada sang papa. Sebentar lagi akan masuk akhir pekan dan dia ingin sekali menemui papanya.
Dengan perasaan ragu, Bella menghubungi papanya.
"Halo," sapa pria itu di panggilan telepon.
"Halo, Pa, ini aku Bella. Papa apa kabar?"
"Bella? Ini benar Bella anak Papa? Ke mana saja kamu selama ini, Nak? Papa terus mencarimu, tapi tidak menemukan jejakmu sama sekali. Papa merindukanmu, Bella."
Mata Bella memerah menahan desakan air mata yang ingin keluar dari kedua matanya. Dia pun merindukan sang papa. Setelah lima tahun dia pikir papanya masih marah padanya, tetapi pria itu justru merindukannya.
"Aku pergi ke luar negeri, Pa, tapi aku sudah pulang beberapa hari yang lalu. Aku juga merindukan Papa. Apa boleh akhir pekan ini aku ke rumah?" tanya Bella berharap dia diberikan kesempatan untuk bertemu dengan sang papa.
"Papa minta maaf, Bella karena sudah mengusir kamu. Papa menyesal. Baiklah Papa tunggu kamu di rumah akhir pekan ini. Kamu punya kesibukan apa sekarang?"
"Aku kerja di sebuah perusahaan, Pa. Nanti aku ceritakan semuanya saat aku ke rumah Papa."
Baik Bella mau pun Wiratama sama-sama sudah tidak sabar untuk bertemu dan saling cerita. Bella membayangkan seperti apa papanya saat ini setelah lima tahun tidak bertemu, apakah pria itu sudah berubah terlihat semakin tua?
Sampai di sekolah Hadi, Bella bergegas menjemput dan membawa pulang ke apartemen.
"Gimana sekolahmu hari ini, Sayang?"
"Sangat menyenangkan. Aku belajar banyak hari ini, Ma."
"Oh ya? Belajar apa aja?"
"Belajar tentang anggota keluarga." Hadi tersenyum manis.
"Kalau Mama ngajak Hadi ketemu sama Kakek, apa kamu mau, Nak?"
"Ketemu Kakek? Aku mau, Ma. Kapan kita ke rumah Kakek?"
"Sabtu besok Mama ajak ke rumah Kakek."
Hadi berteriak girang akan segera bertemu dengan kakeknya dan dia sangat menantikan itu. Bella memang pernah menceritakan sosok sang kakek pada Hadi, sejak itu dia terus berharap bisa bertemu dengan kakeknya.
Keesokan harinya, wakil CEO datang ke ruangan kerja Bella dengan membawa sebuah kotak kado dan dia letakkan di meja.
Bella menatap kotak itu dengan heran sampai dahinya berkerut. "Apa ini?"
"Hadiah dari bos. Bukalah!" perintah wakil CEO pada Bella.
Bella menarik kotak kado itu lalu membukanya. Dia semakin heran menatap isi dari kotak itu.
"Apa ini?"
"Di situ ada suratnya, kamu bisa baca sendiri."
Bella membuka surat dalam kotak kado itu. Alan memberikan sebuah rumah mewah untuknya. Dia merasa keberatan dengan pemberian pria itu, apa pun alasannya.
"Tolong kembalikan ke ruangan bos. Aku tidak mau menerimanya. Aku tidak membutuhkan ini!" Bella menolak mentah-mentah.
"Tapi kamu tidak bisa menolak. Jadi, terima saja hadiahnya."
"Aku tidak mau. Pokoknya kembalikan hadiah ini pada bos."
Setelah melalui penolakan yang cukup lama, akhirnya wakil CEO mengembalikan kotak kado itu pada Alan.
Telepon di ruangan Bella pun berdering, dia pun segera mengangkat telepon itu.
"Halo, dengan Bella di sini."
"Ke ruangan saya sekarang?"
Bella yang itu adalah suara tegas dari sang bos yang memintanya datang ke ruangan pria itu. Dia pun segera memenuhi panggilan sang bos menuju ruangannya.
Saat sosok Bella terlihat masuk ruangan Alan, pria itu menatapnya dengan dingin dan tajam.
"Kenapa kamu menolak hadiah dari perusahaan?" tanya Alan yang tidak suka dengan penolakan Bella.