Bab 6. Siapa Ayah Anak Ini?

1046 Kata
"Saya sudah menerima hadiah apartemen dari perusahaan, Pak. Itu sudah cukup buat saya. Kalau Bapak ngasih tempat tinggal lain artinya itu dari keluarga Mahardika sebagai kompensasi. Saya tidak membutuhkan apa-apa dari keluarga Bapak sebagai hadiah atau apa pun sebagai balas budi." Bella merasa harus menekankan hal ini. Dia tidak mau apa pun dari keluarga Mahardika. Dia hanya ingin hidup dengan usahanya sendiri. Bahkan bertemu dengan Alan pun dia merasa malas. "Kamu kan memiliki seorang Putra. Tempat tinggal yang aku tawarkan itu bagus untuk anakmu. Di sana juga ada Taman kanak-kanak yang bagus. Anakmu bisa sekolah di sana. Lagi pula lingkungan di perumahan itu sangat bagus." Lama-lama Bella melihat Alan seperti sales di perumahan mewah. "Tidak perlu, Pak. Saya bisa memberikan yang terbaik buat anak saya." Alan juga tidak akan paham jika dia jelaskan bahwa bagi Bella keluarga itu lebih penting dari sekedar materi. Bagi Bella apa pun keadaannya mau susah ataupun senang dia akan tetap bersama anaknya. Hanya Hadi yang paling penting dalam hidup Bella. Alan menatap heran pada Bella. Dia semakin tidak mengerti pada perempuan itu. Bukankah kebanyakan perempuan suka dimanjakan dengan materi. Mengapa Bella tidak? Apa yang salah dengan perempuan itu. "Mulai besok, jika bukan untuk membahas soal pekerjaan, jangan cari saya ya, Pak." Bella pamit meninggalkan ruangan kerja Alan. Pria itu termenung menatap kepergian Bella dari ruangannya. Asisten Alan masuk ke ruangan. Dia memberikan laporan terkait dengan pekerjaan. "Tolong cari tahu soal ayah dari anak Bella." Kompensasi materi tidak membuat Bella merasa terkesan, maka Alan akan memikirkan cara lain. Asisten Alan langsung bergerak setelah mendapat perintah dari bosnya. Saat Alan sudah kembali disibukkan dengan pekerjaan, ponselnya berdering. Dia segera menerima panggilan itu setelah melihat nama yang muncul di layar adalah Eka. "Halo." Alan melembutkan suaranya saat menerima panggilan dari Eka. "Alan, kamu sibuk enggak? Aku mau makan malam denganmu." "Bisa. Aku yang akan memesan restoran." "Kamu bisa jemput aku, kan?" "Ya, aku akan menjemputmu nanti setelah pulang dari kantor." Pria itu menutup panggilan telepon. Saat ini wajah Eka sedang terbayang-bayang. Entah kenapa Eka terasa tidak seperti perempuan lima tahun yang lalu. Dia mencoba mengingat perempuan malam itu. Walaupun samar dia masih ingat perempuan itu memiliki bibir yang lembut dan aroma tersendiri. Saat terisak malam itu suaranya terdengar lembut. Tidak seperti suara Eka yang dia dengar tadi. "Mungkin waktu lima tahun sudah mengubahnya," batin Alan. Dia hanya ingin menebus kesalahannya dulu karena telah membuat seorang perempuan menjadi rusak dan trauma mendalam. Di sebuah restoran mewah, Alan dan Eka sudah tiba di sana. Eka mengenakan gaun navy panjang yang ditaburi butiran swarovski. Penampilannya rapi. Namun, kecantikan Eka termasuk rata-rata, tetapi tetap menarik. Dia tidak jelek, tetapi tidak mempesona. Namun, malam ini Eka berada di restoran itu dapat membuat iri karena duduk bersama seorang pria berkelas. Memiliki wajah tampan, menawan dan memiliki aura yang kuat. Eka mengangkat gelas, Alan pun mengikutinya. Dia bersemangat bertemu Alan malam ini. Pria itu selalu bersikap baik padanya. Namun, Eka tidak mau hanya ada di posisinya yang sekarang. Dia ingin lebih banyak dari Alan. Hatinya, tubuhnya bahkan menjadi istrinya. Setelah mendapat banyak perhatian dari Alan dia tidak mau kehilangan semuanya. Eka yang sekarang hidup dalam kemewahan. Dia bisa membeli apa pun saat ini. Jika dia menginginkan sesuatu, dia bisa dengan mudah mendapatnya. Seperti gaun yang malam ini dia pakai. Dia sendiri yang memilih dan mendapatkannya. Dia tidak ingin kembali menjadi Eka yang dulu. Eka memiliki firasat jika Bella sudah kembali dan mengetahui kebenarannya, Eka akan diusir dan kembali hidup seperti dulu lagi. Karena terus memikirkan itu, saat Alan mengantarnya pulang ke rumah, dia menyusun sebuah rencana. "Alan, masuk dulu, yuk. Aku mau mengajakmu minum teh di dalam." Eka membujuk Alan masuk ke rumah. "Maaf, aku tidak bisa Eka. Ada hal yang harus aku urus malam ini." Pria itu menolak dengan halus. "Tolong temani aku malam ini. Aku takut sendirian. Please." Eka berusaha menarik simpati Alan. Namun, pria itu tidak tertarik sama sekali. "Aku akan minta Rina untuk menemanimu." Pria itu akan menghubungi Rina untuk menemani Eka, tetapi perempuan itu melarangnya. "Tidak. Aku tidak mau. Aku cuma mau kamu yang menemani aku malam ini." Eka bersikeras dengan kemauannya. "Eka, aku benar-benar tidak bisa menemanimu malam ini. Ada hal penting yang harus aku selesaikan malam ini. Lain kali saja, ya." Alan menatap dan bicara dengan lembut. "Istirahatlah. Sudah malam." Pria itu pun pergi meninggalkan rumah Eka. Eka merasa kecewa karena ditinggalkan oleh Alan. Dia hanya bisa menggigit bibir saat melihat kepergian mobil Alan meninggalkan rumahnya. "Aku bersumpah akan menjadikan dia pria yang aku cintai dan dia mencintaiku. Aku akan menjadi perempuan satu-satunya dalam hidup Alan." *** Pada akhir pekan, Bella mengunjungi rumah papanya pagi hari bersama dengan Hadi, anaknya. Sudah lama dia meninggalkan rumah itu dan keadaannya masih tetap sama seperti dulu. Hanya saja sekarang rumah itu terlihat lebih terawat dibandingkan dengan dulu. "Kita sudah sampai di rumah Kakek." Bella tersenyum pada Hadi. Tidak Sabar untuk mengenalkan anak itu dengan kakeknya. "Ketuk pintunya, Ma. Aku pengen cepet ketemu kakek." Hadi pun tidak sabar untuk bertemu dengan kakeknya. Dia merasa penasaran dengan wajah dan suaranya. Bella menganggukkan kepala lalu mengetuk pintu rumah. "Papa!" teriak Bella memeluk papanya setelah pintu rumah itu terbuka. "Bella! Ayo masuk!" Bella tidak menyangka jika reaksi sang papa. Pria itu menerima kedatangannya dengan baik. Bella pun tak kuasa menahan air matanya dan luruh dalam pelukan sang papa. Wiratama melepas pelukannya. Dia menatap haru pada wajah anaknya. Namun, ada yang mengalihkan perhatiannya. Dia menatap anak laki-laki yang datang bersama Bella. "Siapa dia? Apa dia anakmu? Kamu sudah menikah, Bella?" Wiratama berjongkok di hadapan Hadi. "Siapa namamu, Nak?" Dia lihat Hadi memiliki wajah yang tampan. "Dia anakku, Pa. Namanya Hadi." Bella mengenalkan anaknya pada sang papa. "Halo, Kakek, aku Hadi." Wiratama memeluk Hadi dengan erat lalu dia gendong anak berusia empat tahun itu masuk ke ruang tengah rumah. "Bella tolong bawa makanan di meja makan ke sini dengan air minumnya juga. Apa kalian mau menginap di sini?" "Aku mau menginap di rumah Kakek!" teriak Hadi setelah duduk di sofa di ruang tengah. Lalu Bella datang dengan nampan berisi makanan dan minuman. Dia letakkan di meja. Wiratama ingin menanyakan perihal papa Hadi, tetapi dia tidak mau bertanya di depan anak itu. Dia akan menunggu waktu yang tepat untuk menanyakan siapa ayah dari anak itu. Mengapa tidak datang bersama mereka? Di mana dia berada?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN