Bab 11. Pesanan Khusus

1225 Kata
Seorang klien pria menemui Fitri di ruangannya. Dia akan memesan sebuah tas untuk hantaran pernikahan yang akan dia berikan pada calon istrinya nanti. Fitri langsung merekomendasikan Bella pada pria itu dia menunjukkan gambar tas-tas yang sudah pernah dirancang Bella pada Bima. Pria itu terkesan dengan apa yang sudah pernah Bella rancang dengan tangannya. Pria itu pun setuju dengan rekomendasi dari Fitri. Fitri mengajak Bima ke ruangan kerja Bella. Di ruangan kerjanya, Bella menyambut baik pria bernama Bima itu. Dia bersikap ramah dan hangat. “Bel, klien kita ini, Mas Bima mau minta dibuatkan tas untuk hantaran pernikahan, untuk desain bisa tanya langsung pada Mas Bima langsung ya.” “Ok, Mbak Fit.” Bella mengalihkan pandangannya pada Bima. “Masnya mau saya buatkan desain tas yang seperti apa?” tanya Bella pada pria itu setelah berkenalan dengannya. “Saya mau tas yang limited, elegan dan mewah. Anda bisa membuatkannya untuk saya?” Bella menganggukkan kepala dengan semangat. Dia sudah memiliki gambaran apa yang akan dia rancang untuk pria itu. Tentang bahan dan desain terbaik. “Mas butuh cepat?” “Kalau bisa ya segera, ya.” “Kalau saya serahkan desainnya satu mingggu lagi, apa enggak masalah?” Bella meminta waktu karena memang saat ini dia sedang sibuk dan banyak desain yang harus dia gambar. “Bisa dipercepat jadi … lima hari gitu?” Bella diam sambil menimbang waktu yang ditawarkan Bima padanya. Jika pria itu meminta waktu lebih cepat, dia harus mengurangi jam tidur malamnya di rumah dan sepertinya dia tidak masalah dengan itu. “Ok, lima hari. Nanti saya kirimkan via email hasil rancangan saya.” “Saya tunggu ya Bella hasli desainnya.” Kemudian, mereka bertukar nomor ponsel agar selanjutnya mereka bisa berkomunikasi secara langsung terkait desain dan revisinya. Pekerjaan Bella bertambah, setiap harinya dia sibuk dengan desain tas untuk penjualan, pesanan khusus dan untuk mengikuti kompetisi. Pekerjaannya kali ini dia bawa sampai ke rumah juga. Semua harus selesai tepat waktu karena dia tidak boleh menumpuk pekerjaan agar tidak menambah beban pikirannya nanti. Hari-hari Bella selanjutnya dia jalani dengan aktivitas yang sama dan tidak ada yang berubah sampai dia berhasil menyelesaikan desain pesanan Bima dalam waktu lima hari. Bella menghubungi Bima lewat panggilan telepon. “Halo, Mas Bima.” “Halo, Bella. Gimana kabar desain pesanan saya?” Pria itu bicara langsung pada intinya. “Desain pesanan Mas Bima sudah selesai. Saya mau kirimkan lewat email, boleh minta alamat emailnya?” “Gini ya, Bella, saya sedang dalam perjalanan bisnis, saya tidak sempat mengecak email dalam waktu dekat, gimana kalau besok kita ketemuan saja, saya cuma punya waktu besok saja sebelum pergi lagi ke kota lain.” “Besok saya bisa ke kantor Mas Bima.” “Jangan di kantor, saya belum pulang. Datang saja ke rumah jam 19.00 malam. Saya cuma bisa bertemu di jam itu saja. Nanti saya akan lihat desain kamu, kalau ada revisian akan saya katakan langsung besok, gimana?” Sebenarnya pada jam itu sudah lewat jam kerja Bella, tetapi dia tidak bisa menolak permintaan klien dan tidak ada yang aneh dengan permintaan itu. “Baik, Mas, besok saya ke sana.” “Ok, alamatnya nanti saya kirimkan. Terima kasih, Bella sudah bekerja dengan baik.” “Sama-sama, Mas.” Bella mengangkat tangannya melihat jam yang melingkar di sana. “Sudah jam tiga sore dan hari ini ada rapat departemen.” Dia menutup buku desain dan mematikan komputer di hadapannya lalu bersiap menuju ruangan rapat. Saat Bella membuka pintu ruangan, Fitri baru saja sampai untuk mengajaknya ke ruangan rapat. Mereka tiba lebih dulu disusul oleh karyawan lain. Alan adalah orang yang datang paling terakhir lalu Fitri pun membuka rapat sore itu. Bella sadar sejak kedatangan pria itu dia selalu merasa ada yang terus mengawasinya. Sampai dia berpikir apa bosnya itu tidak memiliki pekerjaan penting. Selalu saja datang setiap rapat departemen. Giliran Bella untuk melaporkan tugasnya tiba. Dia melaporkan apa yang sudah dia kerjakan hari ini dan akan dia lakukan besok. “Ada pesanan khusus untuk hantaran pernikahan. Desainnya sudah selesai tapi harus diantar ke rumah pemesannya langsung. Jadi, besok malam jam 19.00 saya akan datang ke sana.” Perempuan itu tidak menyangka jika Alan akan menganggapi ucapannya yang barusan. “Kenapa harus ketemu malam hari dan datang ke rumahnya? Kamu bisa mengirimkan desain kamu lewat email. Bukan tugas kamu mengantar desain ke rumah klien itu.” Alan tidak suka melihat Bella mengerjakan sesuatu yang bukan tugasnya. “Ingat tugas kamu hanya mendesain, bukan mengantar desain ke rumah klien.” “Tapi, Pak, klien kali ini orangnya super sibuk. Saya akan mengantar sesuai dengan kesepakatan.” “Kalau bisa kamu atur ulang lagi soal itu. Jangan datang ke rumahnya pada malam hari. Ingat-ingat lagi apa yang menjadi tugas kamu, Bella.” Bella memilih diam. Tidak peduli dengan apa yang Alan katakan padanya, besok dia akan tetap datang ke rumah klien itu sendirian. Keesokan harinya, Bella menghubungi Wiratama setelah tiba di kantor. Dia akan meminta bantuan dari sang papa. “Halo, Pa.” “Ya, Bella, ada apa?” “Pa, malam ini aku ada kerjaan di luar, aku mau minta tolong Papa untuk jagain Hadi di rumah malam ini.” “Jam berapa kamu ada janji?” “Jam 19.00, Pa.” “Ok, Papa akan ke sana setelah pulang dari kantor.” “Aku kirimkan alamatku ya, Pa.” “Ya, Bella.” Setelah menutup panggilan telepon, Bella segera mengirimkan alamat apartemen pada Papanya. Sekarang dia merasa lebih tenang. Dia bisa meninggalkan Hadi malam ini bersama papanya dan bisa pergi ke rumah klien malam nanti. Bella pulang pada jam 16.00 dengan taksi menuju sekolah Hadi. Dia menjemput anak kesayangan dan mengajaknya pulang. “Sayang, malam ini Mama ada kerjaan di luar kantor, nanti kakek datang ke apartemen buat menemani Hadi ya. Enggak apa-apa kan kalau Mama tinggal sama kakek?” “Aku mau ditinggal sama kakek, Mama urus aja kerjaan Mama sampai selesai.” Sore itu Bella tidak memasak, dia membeli beberapa makanan untuk Hadi dan papanya nanti. Dia akan pergi setelah papanya tiba di rumah. “Kakek masih lama datangnya, Ma?” tanya Hadi yang mulai tidak sabar menunggu kedatangan kakeknya. “Sebentar lagi datang. Tunggu aja, ya.” Tak lama kemudian, Wiratama datang untuk menemani Hadi, Bella pun bersiap menuju rumah Bima dengan taksi. Taksi yang ditumpangi Bella tiba di sebuah rumah mewah yang megah. Dia pun turun setelah membayar ongkos taksi. Bella merapikan pakaiannya lalu berjalan masuk menuju rumah Bima. Pria itu sendiri yang membuka pintu. Bima terlihat baru selesai mandi karena rambutnya masih basah dan mengenakan bathrobe. Terlihat aneh memang, tetapi Bella berusaha berpikir positif saja karena itu rumahnya dia bebas melakukan apa pun. Bima mengajak Bella ke ruang tamu. Sudah tersaji teh hangat untuknya. Sesuai rencana Bella tidak akan berlama-lama di rumah itu. Jika sudah mendapat revisi dari Bima dia akan segera pulang. Dia serahkan gambar desain tas sesuai pesanan Bima pada orangnya. “Minum dulu, Bella!” ucap Bima setelah menerima gambar dari Bella. Karena merasa haus di perjalanan tadi, Bella segera minum tanpa merasa curiga sedikit pun. Dia minum agak banyak sampai air teh di gelas itu hampir habis. “Desain kamu sudah bagus, saya suka. Sepertinya tidak ada revisi dari saya. Terima kasih, Bella.” Beberapa menit kemudian, Bella merasa udara di sekitarnya terasa panas. “Mas, AC di ruangan ini kurang dingin kayaknya ya? Kok aku kepanasan ya?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN