Rami berdiri di pinggir jalan, matanya tertuju pada pintu depan gedung megah perusahaan Maven. Tangannya menggenggam erat tas kecil di lengannya, sementara pikirannya dipenuhi kenangan masa lalu yang terus menghantuinya. Dia mengenal setiap gerakan Maven, setiap langkahnya, bahkan setelah sekian lama berpisah. Dan kali ini, dia menunggu. Menunggu momen yang tepat untuk berbicara dengan pria yang masih menguasai pikirannya. Pintu gedung itu terbuka, dan Maven muncul dengan langkah tegap. Penampilannya yang rapi, dengan setelan jas mahal, membuatnya tampak semakin jauh dari kehidupan Rami yang sekarang. Hati Rami berdebar, namun dia menenangkan dirinya. Ini adalah kesempatan yang ia cari. “Maven,” panggil Rami dengan suara lembut, hampir berbisik. Tapi itu cukup untuk membuat Maven berhen