Maven dan Farah berdiri di tengah gereja yang dihiasi bunga-bunga segar berwarna putih dan merah muda. Mata mereka saling bertatapan, seolah dunia di sekitar mereka menghilang. Di hadapan mereka, seorang pendeta dengan senyum ramah mulai memimpin upacara pernikahan. Suara lembut pendeta mengisi ruangan, meminta keduanya mengucapkan janji suci pernikahan. “Farah, apakah kau bersedia menerima Maven sebagai suamimu, dalam suka maupun duka, dalam keadaan sehat maupun sakit, sampai maut memisahkan kalian?” tanya pendeta dengan nada penuh khidmat. Farah tersenyum, matanya berbinar dengan air mata kebahagiaan yang hampir jatuh. “Saya bersedia,” jawabnya dengan suara yang terdengar pasti. Pendeta kemudian menoleh ke Maven. “Maven, apakah kau bersedia menerima Farah sebagai istrimu, dalam suka m