Maven menatap tajam ke arah Rami, wajahnya penuh dengan keyakinan yang dingin. Dengan suara tegas, ia berkata, “Aku mau cerai dari kamu, Rami. Aku sudah tidak tahan lagi hidup seperti ini. Aku akan menikah dengan Farah.” Rami, yang masih terduduk di lantai dengan air mata mengalir, mendongak dengan ekspresi tak percaya. Kata-kata Maven seperti petir yang menyambar hatinya. Ia menggeleng pelan, seolah menolak kenyataan pahit itu. Namun, setelah beberapa detik, ia bangkit dengan gemetar dan mengarahkan pandangannya ke Farah. “Farah!” teriak Rami, suaranya penuh emosi. Ia melangkah cepat ke arah keponakannya itu dan, tanpa berpikir panjang, menampar wajah Farah dengan keras. Suara tamparan itu menggema di ruangan, membuat Farah memegang pipinya yang memerah karena sakit. “Kamu wanita