Keheningan malam itu terasa begitu mencekam di ruang interogasi. Pintu besi yang berat terpaksa ditutup oleh seorang polisi yang berpakaian serba hitam, mengunci rapat antara Wirya dan Angga yang sedang duduk berhadapan. Hanya ada lampu putih yang menyinari ruang sempit itu, menciptakan bayangan-bayangan yang tidak jelas di dinding. Di sebelah kiri Wirya, seorang polisi berjaga dengan pistol yang diletakkan di meja. Di hadapannya, Angga, yang sebelumnya tampak berani dan penuh keyakinan, kini duduk dengan tangan diborgol, wajahnya terlihat lelah dan penuh kebingungan. Wirya menarik napas dalam-dalam, menatap wajah Angga yang kini pucat. Pria itu tahu bahwa dirinya telah terjebak dalam sesuatu yang lebih besar dari sekadar obsesi pada istrinya, Liona. Wirya merasa kesal, muak dengan permai