Ryan, yang sejak tadi diam, maju selangkah. Wajahnya tetap tenang, tapi nadanya tegas. “Pak Radit, saya rasa ini bukan waktu yang tepat untuk berbicara seperti ini.” Radit menatap Ryan dengan tatapan tajam. “Kamu pikir aku peduli dengan waktu? Ini semua salahmu, Ryan. Kamu membuat putriku menderita! Dan sekarang, kamu membawanya kembali ke sini seolah tidak ada yang terjadi?” “Cukup, Ayah!” seru Vina tiba-tiba, matanya mulai berkaca-kaca. “Ini pilihanku. Tidak ada yang memaksa. Aku kembali ke Ryan karena aku ingin memperbaiki semuanya. Tolong, jangan salahkan siapa pun.” Radit terdiam sesaat, terkejut dengan keberanian putrinya. Namun, amarahnya tidak mereda. “Kamu akan menyesal, Vina. Kamu selalu membuat keputusan yang salah.” Suasana ruang tamu malam itu terasa tegang. Radit, dengan