Suasana pemakaman itu sangat sunyi. Hanya terdengar suara angin yang berdesir pelan, menyapu dedaunan di sekitar kuburan yang baru saja digali. Liona berdiri di samping liang lahat, tubuhnya terbungkus dalam selimut duka. Matanya merah, air matanya terus mengalir, tidak bisa dihentikan meskipun usahanya telah maksimal. Jari-jarinya yang terpegang erat oleh Wirya, suaminya, gemetar. Ia merasa seolah seluruh dunia telah runtuh di hadapannya. Ayahnya, Doni, telah pergi untuk selamanya. "Sayang, sabar ...," bisik Wirya pelan, berusaha menenangkan. Tetapi kata-kata lembutnya bagaikan angin yang berlalu begitu saja, tidak dapat meredakan rasa sakit yang menghimpit d**a Liona. Dia tidak bisa berhenti menangis, merasa seolah dirinya telah kehilangan bagian terpenting dari hidupnya. Meski hidup me