Hujan turun tanpa ampun, menciptakan simfoni alami yang menggema di atas jembatan tua. Ryan berdiri di sana, menatap ke bawah pada aliran sungai yang deras dan kelam. Udara dingin menusuk kulitnya, tapi itu tidak lebih tajam dari rasa sakit yang menekan dadanya. Rambutnya basah, wajahnya pucat, dan matanya yang kosong menghadap ke bawah, seolah mencari jawaban di antara gelombang air. Kepalanya penuh, namun kosong di saat bersamaan. Pikiran-pikiran itu terus berputar, menggerogoti sisa-sisa harapannya. Baginya, tidak ada jalan keluar selain mengakhiri semuanya di sini, malam ini, di tengah hujan ini. "Ini jalan satu-satunya," gumamnya lirih, hampir tidak terdengar oleh dirinya sendiri. Tangannya gemetar saat dia meraih pegangan besi jembatan. Dia menarik napas dalam, bersiap untuk melom