Epilog

1840 Kata

“Mama, banguuun ...” Suara itu dibarengi dengan kecupan di kedua pipi. Tidak lama kemudian, dapat Sasi rasakan kalau selimut disibak lalu kedua tangan kecil itu memeluk perutnya. “Selamat pagi, Dek. Bagaimana tidurnya tadi malam?” Dalam beberapa bulan belakangan, sambutan seperti ini sudah akrab di telinga Sasi. Dia ... mulai menyukainya, rutinitas ini. Perlahan Sasi membuka mata. Liam sudah siap dengan kemeja maron, juga jeans hitam. Rambut telah tersisir dengan rapi serta aroma parfum anak-anak tercium oleh hidung Sasi. Saat tatapannya dan tatapan Liam bertemu, Sasi mendapatkan senyuman ceria. Senyuman itu mengingatkan Sasi pada seseorang, yaitu Yudistira. “Selamat pagi, Mama,” sapa Liam bersemangat. “Daddy tadi ke dapur, mungkin sebentar lagi akan kembali.” “Pagi juga. Kamu mau ke m

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN