Miranda turun dari ranjang. Wanita itu mencoba berjalan pelan sambil memegangi perut bagian bawah. Dia ingin segera bisa keluar dari rumah sakit. Dia sudah tidak betah. Ditambah setiap hari dia hanya bisa bermain dengan gawainya untuk membuang rasa bosan. Sementara masih banyak berseliweran pemberitaan tentang rencana pernikahan antara Sebastian dan Louisa. Penggabungan kekuatan dua perusahaan besar melalui sebuah pernikahan. Itu yang tertulis.
Miranda sungguh geram melihat berita-berita tersebut. Namun, dia juga tidak bisa menutup mata. Jarinya selalu gatal untuk menggulir dan membacanya. Dia ingin tahu apa yang terjadi, meskipun hatinya perih seperih perihnya.
Miranda berhenti melangkah. Sebelah tangan wanita itu berpegangan pada besi ranjang. “Sial. Kenapa anak ini lemah sekali,” geru
