Regan turun dari mobilnya dengan langkah penuh tekanan. Matanya tajam, rahangnya mengeras, dan ekspresinya benar-benar gelap. Para pengawal yang mengikutinya tidak mengatakan sepatah kata pun, mereka tahu betul bahwa pria itu sedang dalam kondisi yang sangat marah. Ia berjalan lurus ke pintu rumah Viola tanpa menunggu izin. Dengan satu dorongan kuat, pintu terbuka, dan ia melangkah masuk. Viola yang sedang duduk di sofa ruang tamu langsung menoleh. Wajahnya berubah terkejut sejenak, tetapi dengan cepat ia memasang senyum manisnya. Wanita itu bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan dengan anggun mendekati Regan. “Regan,” panggilnya lembut, seolah pertemuan ini adalah sesuatu yang ia nantikan. Ia lalu mengulurkan tangannya, langsung meraih lengan Regan dan memeluknya dengan p