7. Pembicaraan Hani Dengan Jerry

936 Kata
"Siapa dokter Anggara? Pacar kamu?" tanya Jery dengan nada sinis. "Bukan. Dia mantan dokternya ibu," jawab Hani lalu meletakkan piring berisi makanan di hadapan Jery. Melihat reaksi Jery, Hani kembali menjelaskan. "Dulu saat ibu dirawat, dokter Anggara yang menangani. Dia orang yang baik. Berjuang demi kesembuhan ibu. Namun, sayang sekali. Sekeras apapun usaha Dokter Anggara, Tuhan berkata lain karena ibu tetap tidak bisa tertolong nyawanya." Entah kenapa Jery malah tidak suka mendengar Hani memuji-muji pria lain di depannya. "Berjuang keras untuk menolong pasien itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawab seorang dokter. Kamu tidak perlu memujinya secara berlebihan seperti itu." Mendengar tanggapan Jery, Hani mencebikkan bibirnya. "Memang dasarnya Dokter Anggara orang baik, Pak Jery." "Bisa-bisanya kamu memuji pria lain di depan suamimu. Memangnya sedekat apa hubunganmu dengannya?" Tatapan tajam mata Jery, mengerjabkan mata Hani. "Saya ... saya tidak sedekat itu. Lagipula untuk apa Pak Jery terus bertanya tentang dokter Anggara?" "Saya hanya tidak suka kamu dekat-dekat dengan pria lain selama menjadi istri saya." "Iya saya tahu. Saya juga tidak akan berselingkuh selama masih menjadi istri Pak Jery." "Baguslah jika kamu sadar diri akan posisimu saat ini." Hani diam. Entah mengapa kesedihan langsung ia rasakan. Bahkan Hani sendiri tidak tahu sampai kapan harus terjebak dalam pernikahan bersama Jery. Harus memiliki mental kuat menahan beban menjadi istri kedua. Ya memang Jery, Rania menerima kehadirannya tapi tidak dengan keluarga besar Jerry dan Rania yang menentang keras pernikahan mereka. "Kamu tidak makan?" tanya Jery yang melihat Hani hanya menopang dagu dengan kedua tangan. "Saya masih kenyang." "Terus makanan segini banyak siapa yang mau makan? Ambil sedikit saja yang penting saya tidak makan sendirian." Hani mengalah. Meski perutnya sudah kenyang karena dia tidak berbohong mengatakan jika sudah makan, dengan terpaksa ambil piring juga dan hanya mengambil nasi seujung centong. Jery memperhatikan semua dengan apa yang dilakukan Hani. Pria itu menghela napas pendek dan menggelengkan kepala karena Hani betulan hanya makan dengan dua sendok nasi mungkin. "Lain kali jangan makan di luar. Kau tahu kan jika Sari dan Imah selalu memasak. Jadi hargai sedikit saja usaha mereka. Sudah berapa kali aku katakan padamu. Rumah ini juga rumahmu. Tidak perlu kamu sungkan dengan siapa pun juga. Kami semua di sini menerima kehadiranmu dengan sangat baik. Jika memang ada yang membuatmu tidak nyaman, kamu bisa katakan agar saya dan yang lainnya bisa introspeksi diri." Hani hanya tak habis pikir dengan semua omongan Jery. Jika dia tangkap dari apa yang Jery maksudkan, sepertinya lelaki itu ingin menjadikan dia orang spesial di rumah ini. Lantas, untuk apa Jery melakukan semua itu? "Pak Jery, saya di sini hanyalah orang baru. Saya juga hanya istri muda yang menurut saya tidak berhak mendapatkan perlakuan istimewa ataupun spesial dari semua. Yang seharusnya jadi prioritas Pak Jery adalah Mbak Rania. Dengan adanya saya di rumah ini, apakah Pak Jery pernah merasakan jika berada di posisi Mbak Rania? Seharusnya juga Pak Jery lebih banyak memberikan perhatian pada Mbak Rania. Pak Jery tenang saja. Saya baik-baik saja. Saya bukannya tidak nyaman di rumah ini, tapi memang saya mencoba untuk menjaga jarak dengan Pak Jery dan Mbak Rania. Saya harus menjaga perasaan Mbak Rania. Sebagai istri muda saya cukup tahu diri akan posisi saya. Jadi saya mohon pada Pak Jery agar tidak terlalu memperhatikan saya. Toh, pernikahan yang Pak Jery tawarkan untuk meringankan beban saya agar tidak memikirkan bagaimana caranya membayarkan hutang meski saya berjanji pada Pak Jery, saya akan tetap mengusahakan untuk membayar semua hutang-hutang saya di kantor. Saya akan berkerja keras untuk itu semua." Rahang Jery mengetat. Mendengar semua keluh kesah dan pengakuan Hani padanya, begitu menyentil hatinya. Dan Jery tidak suka. Makanan dalam piring masih ada setengahnya. Tapi Jery tak lagi ada nafsu untuk menghabiskannya. Meletakkan kasar sendok di atas piring hingga menimbulkan suara dentingan yang mengagetkan Hani. Wanita itu menelan ludah menatap wajah Jery yang mengeras tampak marah. Tapi, dia jujur dan apa yang disampaikan barusan adalah dari dalam hati yang terdalam. Kenapa Jery harus marah? Di mana letak kesalahan akan ucapannya? "Sudah saya katakan padamu, Hani. Sejak kamu menjadi istri saya ... jangan lagi membicarakan soalan hutang karena saya sudah menghapusnya. Cukup perankan dirimu menjadi istri yang baik meski saya hanya bisa menawarkan kamu sebagai istri mudaku untuk saat ini. Tapi kita tidak akan pernah tahu akan apa yang akan terjadi selanjutnya dengan rumah tangga kita. Siapa tahu saja kamu bisa melahirkan keturunan untuk keluarga Subiyanto." Sejauh ini Hani memang tidak pernah tau pernikahan seperti apa yang dijalani oleh Jerry dan Rania. Glek. Hani menelan ludah gugup. Dengan takut-takut, wanita itu mencoba menjawab dengan bantahan pada Jery. "Maafkan saya Pak Jery. Saya belum siap memiliki anak. Jangankan memberikan keturunan, menjalani pernikahan ini saja rasanya cukup berat." "Saya tidak pernah memaksamu. Jalani saja apa yang ada sekarang. Tidak menutup kemungkinan kamu juga akan jatuh cinta sama saya." Reaksi yang Hani berikan justru bergidik ngeri. Dalam hati Jery menahan tawanya. Sekarang saja Hani bisa bersikap begitu sok ngeri. Lihat saja nanti. Jery akan buktikan bahwa dia pasti bisa meluluhkan Hani. "Pak Jery sudah selesai makannya? Saya capek mau tidur." Jery berdecak. Padahal pria itu hanya ingin sekedar mengobrol lebih lama lagi dengan istri mudanya ini. Namun, Jery juga tidak mau egois dengan menahan Hani lebih lama lagi. "Ya sudah tidur saja sana!" "Beneran saya boleh tidur duluan, Pak?" "Saya bukan lelaki jahat yang akan memaksamu untuk tetap bertahan di sini dalam keadaan kelopak matamu yang sudah berat untuk dibuka. Sudah sana tidur. Jangan begadang. Ingat! Kau harus bekerja besok." "Iya. Saya ke kamar dulu." Hani beranjak berdiri. Sebelum ke kamar, wanita itu membereskan piringnya dan membawa ke bak pencuci piring. Sementara Jery malah melanjutkan sisa makanannya sembari sesekali melirik pada Hani.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN