“Ini kenapa ya bergetar?” tanya dr. Irya. Nakes yang mengelilingiku kompak celingak-celinguk. Lalu, kudengar Bidan Rania terkekeh. Ia kemudian mengambilkan kursi, meletakkan di ranjangku, tepat di sisi kanan. “Duduk, Ayah. Nanti pingsan malah ngga keurus. Kita masih jahit Ibu dan ngelap si kembar,” ujarnya. “Yang gemetar Ayah?” tanya dr. Irya. Bidan Rania mengangguk bersama Mas Rio yang akhirnya menurut untuk duduk meski wajahnya masih ia sembunyikan di antara lenganku dan kasur. “Good job, Ayah. Terima kasih untuk tidak pingsan,” ujar dr. Irya lagi, membuatku terkekeh lalu mengecup kepala suamiku. Ya, aku sempat takut pergi. Dan melihatnya gemetaran seperti ini, Mas Rio pasti juga takut aku tak bisa melalui proses persalinan tadi. “Sakit ngga, Ibu?” tanya dr. Irya kembali. “Sudah

