“Beneran ngga apa-apa aku ngobrol sama Pak Andra?” tanya Mas Rio begitu kunci pintu kamar kami terbuka. Aku masuk lebih dulu. Lalu, belum sempat ia melangkah, aku menahan pintu dari dalam. Suara gelaknya sontak menular padaku. “Aku ngga boleh masuk?” tanyanya kemudian. “Mas ditungguin sama Pak Andra kan? Lagian Reina mau nyuci rambut dulu, Mas. Ngilangin jejak hair spray dan kawan-kawannya.” “Aku mau ke kamar mandi dulu, Rei,” modusnya lagi. “Di kafe kan ada,” tolakku. Ia semakin tergelak. Jujur saja, aku belum siap disentuhnya. Aku ingin membersihkan diri dulu sebelum menyerahkan diri padanya. Bahkan membayangkan hanya berdua di dalam kamar, membuat kegaranganku menguap entah ke mana. Penyebabnya? Caranya memandangku selama di mobil tadi, belum lagi ibu jarinya yang mengusap

