02. Kau Milikku

1015 Kata
Daisy terhuyung ke dalam mansion mewah yang luas dan megah. Dua penjaga berbadan besar yang mengapitnya sepanjang perjalanan dari mobil hingga masuk ke rumah, melepas cengkeraman mereka setelah mendorongnya masuk dengan kasar. Gadis itu terjatuh di lantai marmer dingin yang mengkilap, tetapi ia langsung bangkit dan duduk bersila, mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Daniel Alexander, pria yang baru saja menghancurkan hidupnya, duduk di sebuah single sofa mewah berlapis kulit hitam, tak jauh darinya. Kaki kanannya dinaikkan ke atas lutut kiri, menampilkan postur santai yang penuh dengan keangkuhan. Di tangan kirinya terdapat sebuah cerutu yang mengeluarkan asap tipis, dan setiap kali ia mengisapnya, aroma tembakau yang pekat memenuhi ruangan. Matanya yang tajam dan dingin menatap Daisy dengan intensitas yang membuat gadis itu merasa terpojok. “Mulai sekarang, kau adalah milikku, Daisy Mackenzie,” kata Daniel datar namun penuh dengan kekuasaan. Suaranya terdengar dingin seperti baja, membuat Daisy merasakan hawa dingin menjalari tulang punggungnya. “Kau tidak akan keluar dari mansion ini kecuali aku yang mengizinkan.” Daisy mengangkat wajahnya, matanya menatap tajam penuh perlawanan ke arah Daniel. “Apa maksudmu? Aku punya pekerjaan. Aku punya tanggung jawab. Aku tidak bisa tinggal di sini begitu saja!” serunya, nada suaranya meninggi meskipun ia tahu ia sedang berbicara dengan seseorang yang tidak segan-segan menghancurkan siapa saja yang melawannya. Daniel tersenyum sinis, seolah ucapan Daisy hanyalah sebuah lelucon yang tidak pantas dianggap serius. Ia mengisap cerutunya dalam-dalam sebelum meniupkan asapnya perlahan ke udara. “Pekerjaanmu? Tanggung jawabmu?” katanya sambil terkekeh kecil. “Kau tampaknya salah paham, Daisy. Kau tidak lagi memiliki kebebasan. Mulai sekarang, kau hanya memiliki satu tanggung jawab: patuh padaku.” Daisy mengepalkan tangannya lebih erat, berusaha menahan rasa marah dan ketakutannya. “Aku punya uang,” katanya dengan nada mendesak. “Aku punya tabungan lima belas ribu dollar. Aku bisa mulai mencicil hutang ayahku—” Daniel langsung tertawa terbahak-bahak, seolah yang baru saja diucapkan Daisy adalah sesuatu yang benar-benar menggelikan. Suara tawanya memenuhi ruangan besar itu, memantul di dinding-dinding tinggi dengan ornamen emas yang memancarkan kilauan mewah. Setelah beberapa detik, tawa Daniel mereda, dan ia menatap Daisy dengan ekspresi mengejek. “Lima belas ribu dollar?” ulangnya dengan nada mencibir. “Kau pikir itu cukup untuk membayar hutang ayahmu yang mencapai tujuh ratus ribu dollar? Kau benar-benar lucu, Daisy. Bahkan jika kau bekerja seumur hidup, kau tidak akan pernah bisa melunasi hutangnya.” Daisy merasa napasnya tercekat. Jumlah itu jauh lebih besar daripada yang pernah ia bayangkan. Tujuh ratus ribu dollar? Bagaimana ayahnya bisa berhutang sebanyak itu? “Tapi... itu tidak adil,” bisiknya, hampir tanpa suara. “Adil?” Daniel kembali tersenyum sinis. “Dunia ini tidak pernah adil, Daisy. Kau akan segera mengetahui betapa tidak adilnya dunia ini. Jadi, kau lebih baik menerima kenyataan. Kau adalah tawanan di sini. Dan tawanan harus patuh pada tuannya.” Daisy terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Daniel. Amarah bercampur dengan ketakutan yang terus membakar dadanya. Namun, ia tidak mau menunjukkan kelemahannya. Dengan suara yang penuh tekad, ia berkata, “Kau tidak bisa memperlakukanku seperti ini. Aku bukan barang.” Daniel mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, menatap Daisy dengan tatapan yang tajam dan mengintimidasi. “Dengarkan aku baik-baik, Daisy,” katanya dengan nada rendah dan dingin. “Kalau kau ingin tetap hidup, kau akan melakukan apa yang aku katakan. Jika kau mencoba melawan atau melarikan diri, aku tidak akan segan-segan membuat hidupmu menjadi neraka. Jadi, pertimbangkan baik-baik langkahmu.” Daisy tidak menjawab. Ia hanya menatap Daniel dengan kebencian yang membara di matanya. Tetapi jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa ia tidak punya pilihan. Daniel memegang kendali penuh atas hidupnya sekarang, dan ia tidak punya kekuatan untuk melawan pria itu—setidaknya, untuk saat ini. *** Hari-hari berikutnya di mansion Daniel adalah neraka bagi Daisy. Ia tidak diizinkan keluar dari properti mewah itu, dan setiap gerak-geriknya diawasi oleh para penjaga yang tampak seperti mesin tanpa perasaan. Daniel, di sisi lain, hampir selalu bersikap sinis dan dominan. Meski begitu, Daisy tetap berusaha mempertahankan harga dirinya. Ia menolak untuk tunduk sepenuhnya pada pria itu, meskipun setiap kali ia melawan, konsekuensinya selalu berat. Suatu malam, Daisy duduk sendirian di kamar yang disediakan untuknya. Kamar itu besar dan mewah, jauh lebih baik daripada apartemennya yang sempit di Manhattan. Namun, bagi Daisy, kamar itu tidak lebih dari sebuah penjara. Ia merindukan kebebasannya. Ia merindukan kehidupannya yang sederhana sebelum Daniel masuk ke dalamnya dan menghancurkannya. Pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan Daniel melangkah masuk tanpa mengetuk. Daisy yang sedang duduk di tepi tempat tidur langsung berdiri, menatapnya dengan penuh kewaspadaan. “Aku punya tugas untukmu,” kata Daniel dengan nada tegas. “Tugas apa?” tanya Daisy, suaranya terdengar ketus. Daniel mendekat, berdiri hanya beberapa langkah darinya. “Aku akan mengadakan pesta malam ini. Kau akan berada di sampingku sepanjang malam. Kau akan tersenyum dan berpura-pura menjadi pendampingku yang sempurna.” Daisy menatapnya dengan tatapan tidak percaya. “Aku tidak akan menjadi aksesorimu,” katanya tajam. Daniel mendekatkan wajahnya, membuat Daisy merasa terpojok. “Kau tidak punya pilihan,” katanya dingin. “Ingat, Daisy, kau adalah milikku. Dan milikku harus menuruti perintahku.” Malam itu, Daisy dipaksa mengenakan gaun mahal yang dipilihkan oleh Daniel. Gaun itu memang indah, tetapi Daisy merasa tidak nyaman memakainya. Ketika pesta dimulai, ia berdiri di samping Daniel, tersenyum palsu kepada tamu-tamu yang datang. Setiap kali Daniel berbicara, ia mendengarkan dengan diam, meskipun hatinya penuh dengan kebencian. Di tengah pesta, Daisy menyadari sesuatu. Banyak tamu yang datang tampak seperti orang-orang penting—pebisnis, politikus, bahkan selebritas. Namun, di balik senyum mereka, Daisy bisa melihat bahwa mereka semua adalah bagian dari dunia gelap yang sama dengan Daniel. Dunia yang penuh tipu daya, kekuasaan, dan bahaya. Malam itu, Daisy bersumpah dalam hatinya. Ia akan menemukan cara untuk keluar dari tempat ini. Ia akan menemukan cara untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman Daniel Alexander. Dan ketika saat itu tiba, ia akan memastikan bahwa pria itu mendapatkan apa yang pantas baginya. Namun, untuk saat ini, Daisy harus bertahan. Ia harus bermain sesuai aturan Daniel, setidaknya sampai ia menemukan celah untuk melarikan diri. Karena di dunia yang kejam ini, bertahan hidup adalah langkah pertama menuju kebebasan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN