06. Layani Tamu Tuanmu

1019 Kata
Daisy duduk di taman belakang mansion megah, menikmati semilir angin sore sambil tenggelam dalam novel favoritnya. Matanya fokus pada halaman yang terbuka, jemarinya sesekali menyelipkan helaian rambut yang tertiup angin. Namun, ketenangannya terhenti seketika ketika sebuah tangan besar merampas novel dari genggamannya. Daniel berdiri di hadapannya dengan tatapan dingin, senyumnya samar tapi tajam, membuat jantung Daisy berdegup lebih cepat dari biasanya. Ia tahu kehadiran Daniel tidak pernah membawa kabar baik. “Masuk ke kamar saya. Sekarang,” suara pria itu datar, namun kekuatan dalam intonasinya membuat Daisy tidak mampu membantah. Ia bangkit dengan enggan, membiarkan langkahnya mengikuti pria itu dari belakang. Daniel, dengan punggung tegap dan sikap arogan, berjalan menuju lift di dalam mansion. Daisy merasa setiap langkahnya adalah keputusan untuk menyerahkan diri pada kehendak seseorang yang memegang hidupnya dalam genggaman. Mereka masuk ke dalam lift, suasana hening yang canggung mengisi ruang sempit itu. Daisy menundukkan kepala, menghindari tatapan Daniel yang memantulkan aura d******i tak terbantahkan. Begitu pintu lift terbuka di lantai tiga, Daniel melangkah keluar lebih dulu, membimbing Daisy ke dalam kamar luasnya. Kamar itu terasa seperti ruangan pribadi seorang raja dengan perabotan mahal, sofa mewah, dan jendela besar yang menghadap kota. Daniel duduk di sofa dengan santai, menyilangkan kaki sambil menatap Daisy dengan tatapan menusuk. “Mendekat,” katanya, suara tegas yang tidak memberi ruang untuk perlawanan. Daisy ragu sejenak, tapi akhirnya melangkah mendekat, mencoba menenangkan napasnya. Begitu jaraknya cukup dekat, tangan Daniel dengan cepat menariknya hingga ia terjatuh ke atas pangkuan pria itu. Daisy mematung, mencoba menahan getaran tubuhnya. Daniel tidak peduli. Tangannya mencengkeram pinggang Daisy, memaksanya untuk tetap berada di sana. Tatapan Daniel yang dingin kini berada sejajar dengan wajahnya. “Malam ini, kau akan memakai pakaian pelayan yang sudah saya siapkan,” ucap Daniel, dengan nada datar tapi penuh ancaman. “Ada pesta besar di mansion ini. Kau akan melayani semua tamu, terutama para mafia.” Daisy menelan ludah. Telinganya mendengar setiap kata yang terucap dari mulut Daniel, namun otaknya enggan memproses semuanya. Pesta mafia? Menjadi pelayan? Tubuhnya mendadak terasa lemas. “Kenapa diam? Tidak ada pilihan lain untukmu, Daisy. Kau hanya perlu melakukan apa yang saya katakan.” Daniel tersenyum tipis, tapi itu lebih menyerupai ejekan. Daisy hanya bisa mengangguk pelan. Ia tahu menolak berarti berurusan dengan sisi gelap Daniel yang bisa saja mengancam nyawanya. “Bagus,” ucap Daniel sambil menepuk pelan pipi Daisy. “Sekarang pergi dan siapkan dirimu. Saya tidak ingin melihat kesalahan sekecil apa pun malam ini.” Daisy segera berdiri dan meninggalkan kamar tanpa berkata sepatah kata pun. Langkahnya terasa berat, seakan ada beban yang mengikat setiap gerakannya. Ia tahu dirinya tidak lebih dari alat yang dimiliki Daniel, seorang tuan mafia yang begitu dingin dan kejam. Setelah kembali ke kamarnya, Daisy menatap gaun pelayan hitam yang tergantung di depan cermin. Gaun itu sederhana namun memberikan kesan elegan, dengan renda putih di bagian kerah dan pinggiran rok. Tapi yang membuatnya merinding adalah fakta bahwa ia harus memakainya untuk sebuah pesta yang dipenuhi oleh orang-orang yang mungkin lebih menakutkan daripada Daniel. Daisy mencoba mengatur napasnya. Tidak ada jalan keluar dari dunia ini. Sejak pertama kali Daniel membawanya dari situasi yang lebih buruk, hidupnya telah menjadi milik pria itu. Kini, setiap langkahnya, setiap keputusan kecil yang diambilnya, semuanya berada di bawah kendali Daniel. Malam tiba dengan cepat. Daisy berdiri di depan cermin, mengenakan gaun pelayan yang terlihat pas di tubuhnya. Ia menarik napas panjang, mencoba mempersiapkan dirinya secara mental. Suara-suara dari aula besar mansion mulai terdengar—musik, tawa, dan percakapan orang-orang yang tidak dikenalnya. Ketika Daisy akhirnya turun ke aula, ia merasa semua mata tertuju padanya. Para tamu, pria dan wanita dengan pakaian mahal dan ekspresi yang angkuh, memandangnya seperti seseorang yang tidak seharusnya berada di sana. Namun ia tetap berjalan, mengikuti arahan pelayan lain untuk melayani minuman dan makanan kepada para tamu. Dari sudut ruangan, Daniel mengawasinya. Pria itu berdiri dengan segelas anggur di tangan, berbincang dengan beberapa pria yang tampak penting. Tapi tatapannya sesekali jatuh pada Daisy, memastikan bahwa ia menjalankan tugasnya tanpa cela. Malam itu terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung bagi Daisy. Setiap senyuman yang ia paksakan, setiap langkah yang ia ambil di sekitar tamu, semuanya terasa seperti bagian dari sebuah sandiwara. Dan di tengah keramaian, ia merasa sangat kecil, seolah-olah dirinya hanya figuran di dalam dunia besar dan berbahaya ini. Daisy yang membawa napan berisi minuman berjalan melewati beberapa lelaki memakai pakaian hitam dan bersiul melihat Daisy yang begitu cantik. “Daniel! Apakah dia p*****r barumu?” Tanya seorang lelaki, yang memperhatikan bagaimana Daisy membagikan minuman. Daniel yang mendengar itu memasukan tangannya ke dalam saku celana. Dan melihat wajah Daisy yang merah padam tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh lelaki itu tadi. “Ya, dia p*****r baruku. Kenapa? Kau mau pakai dia?” Tanya Daniel menyeringai. Lelaki itu terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Daniel barusan. Dan setelahnya tersenyum senang, Daniel seperti biasa. Lelaki itu akan mengizinkan orang untuk memakai pelacurnya. Tangan lelaki itu meremas p****t Daisy. Membuat Daisy menjauh dari lelaki tersebut. Tidak mau dirinya disentuh oleh lelaki itu. “Jangan menyentuhku!” Teriak Daisy. Lelaki itu tertawa kecil mendengar apa yang dikatakan oleh wanita di depannya. “Hei! Kau sudah mendengar bukan? Kalau Daniel, Tuanmu mengizinkan saya untuk memakai dirimu. Lagian tubuhmu sangat seksi sekali.” Daisy ingin menangis mendengar hal itu. Ia menatap pada Daniel. Dan melihat lelaki itu yang hanya diam dan tidak mengatakan apapun menolong Daisy. “Ayo, kemari sayang. Kau mau uang bukan? Saya akan memberikan uang banyak padamu sayang. Asalkan kau bisa memuaskan diriku.” Tangan lelaki itu kembali mencoba untuk menyentuh Daisy. Namun Daisy, kembali menjauh dan menggeleng. Menolak apa yang akan dilakukan oleh lelaki itu padanya. Dia tidak mau. Dia tidak mau disentuh oleh pria itu. “Daisy!” Daisy yang dipanggil oleh Daniel menatap Daniel penuh harap, agar menolong dirinya. “Kau– bersikaplah seperti p*****r yang haus akan uang. Layani tamu saya!” Jantung Daisy merosot mendengar apa yang dikatakan oleh Daniel padanya. Yang tidak memikirkan perasaan dirinya. Membuat Daisy menangis ketika lelaki yang berdiri di depannya sekarang tersenyum penuh kemenangan. “Layani tamu Tuanmu sayang.” ucap lelaki itu tersenyum sinis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN