“Seperti yang kamu minta, dia ditempatkan di ruang Melati nomer 8,” Em menambahkan keterangannya. “Oke. Thanks, Em.” “Anytime.” Fattan keluar dari sana dengan langkah malas, lalu memasuki lobi rumah sakit untuk naik ke lantai di mana Azkia dirawat lebih intensif. Denyut kecewa masih menguasi dan memukul telak dirinya hingga merasa terluka dan juga sakit. Fattan ingin marah, semarah-marahnya, pada keadaan dan juga Azkia yang tega menyembunyikan semua darinya. Fattan butuh penjelasan langsung dari mulut Azkia meskipun dia sudah bisa menyimpulkan sendiri akhirnya akan seperti apa. Pria itu membuka pintu kamar rawat inap Azkia tanpa mengetuk dan langsung menerebos masuk. Fattan langsung mengonfrontasi Azkia dan tidak memedulikan keadaan wanita itu yang masih terbaring lemah di atas tempat t

